Organization for Economic Co-operation and Development

6 Guru menggunakan sistem pengolahan hasil penilaian proses dalam mengukur efektivitas kinerja belajar. 7 Sekolah menetapkan standar dalam pengelolaan data portofolio siswa. 8 Sekolah melakukan kerja sama dengan lembaga atau institusi internasional dalam melaksanakan pengujian siswa agar memperoleh sertifikat internasional. 9 Guru menggunakan soal olimpiade untuk melakukan pengujian tingkat kesiapan daya kompetensi siswa dalam menghadapi olimpiade.

4. Organization for Economic Co-operation and Development

Organization for Economic Co-operation and Development atau OECD merupakan sebuah organisasi internasional dengan tiga puluh negara yang menerima prinsip demokrasi perwakilan dan ekonomi pasar bebas. Berawal tahun 1948 dengan nama Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi Eropa OEEC-Organisation for European Economic Co- operation, dipimpin oleh Robert Marjolin dari Perancis. OECC memiliki tujuan untuk membantu menjalankan Marshall Plan, untuk rekonstruksi Eropa setelah Perang Dunia II. Kemudian, keanggotaannya merambah negara-negara non-Eropa. Tahun 1961, OECC diubah menjadi OECD oleh Konvensi tentang Organisasi untuk Kerjasama dan Pengembangan Ekonomi. Kerangka kerja OECD mencakup bidang ekonomi, pembangunan, pemerintahan, pelestarian lingkungan, pemerintahan, kemasyarakatan, keuangan dan pendidikan. Komitmen pada bidang pendidikan dinyatakan dalam misi OECD, bahwa “we compare how different countries’school systems are readying their young pe ople for modern life”. Organisasi ini membandingkan sistem pendidikan suatu negara dalam menyiapkan generasi muda untuk menghadapi kehidupan modern. Kebijakan OECD untuk bidang pendidikan termuat dalam International Standard Classification of Edication ISCED. Dijelaskan bahwa tujuan ISCED adalah: “The purpose of ISCED is to provide an integrated and consistent statistical framework for the collection and reporting of internationally comparable education statistics”OECD, 1999:11. Komitmen OECD untuk mengembangkan dunia pendidikan semakin nyata dengan ditetapkannya kriteria jenjang pendidikan, salah satu diantaranya untuk pendidikan menengah. Kriteria untuk sekolah menengah diantaranya: a. Definisi dan Kriteria Tingkatan Sekolah menengah merupakan lanjutan dari sekolah dasar, pembelajaran memfokuskan pada subyek belajar, guru berperan sebagai konduktor atas fakta di lapangan. sekolah menengah bisa berupa “terminal” sekolah yang menyiapkan peserta didik untuk dunia kerja, atau “preparatory” sekolah yang menyiapkan peserta didik untuk melanjutkan ke pendidikan tinggi. b. Syarat Peserta Didik Input sekolah menengah secara khusus diwajibkan telah selesai pendidikan dasar atau yang setaraf, ini dibuktikan dengan kompetensi menguasai isi ISCED meliputi pendidikan dasar dan pengalaman hidup. c. Orientasi Program Program pada sekolah menengah dapat juga dikategorikan berdasarkan gelar dimana program yang secara spesifik berorientasi pada kelas khusus pekerjaan atau perdagangan dan kepemimpinan untuk relevansi dengan pasar tenaga kerja. Program tersebut diantaranya: 1 Tipe 1 General adalah pendidikan yang tidak dirancang secara tegas untuk menyiapkan peserta didik untuk kelas khusus pekerjaan atau perdagangan atau untuk memasuki sekolah kejuruan atau program pendidikan teknik. Kurang lebih 25 program berisi kejuruan atau teknik. 2 Tipe 2 Pre-Vocational atau Pre-Technical adalah pendidikan yang utamanya dirancang untuk mengenalkan peserta didik pada dunia kerja dan menyiapkan mereka untuk memasuki program kejuruan dan teknik. 3 Tipe 3 Vocational atau Technical adalah pendidikan yang menyiapkan peserta didik untuk mengatur masukan, tanpa pelatihan selanjutnya, menjadi pekerjaan khusus. Kesuksesan program ini ditandai dengan kualifikasi jurusan yang relevan dengan pasar tenaga kerja OECD, 1999:33-34. ISCED tidak mengatur bagaimana pembelajaran dilaksanakan di dalam kelas secara spesifik. ISCED hanya memaparkan standar jenjang pendidikan yang harus diselenggarakan pada sistem pendidikan negara anggota OECD. Pelaksanaan pembelajaran di kelas merupakan otonomi tiap negara, pelaksanaannya menyesuaikan dengan karakteristik peserta didik.

5. Sekolah Kategori Mandiri SKM

Dokumen yang terkait

Implikasi Hukum Dihapusnya Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional Dan Sekolah Bertaraf Internasional Oleh Mahkamah Konstitusi

0 4 7

PERBEDAAN KREATIVITAS SISWA SMP PADA SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL (SBI) DAN RINTISAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL (RSBI) DI SURAKARTA.

0 1 12

KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH PADA RINTISAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH PADA RINTISAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL (Studi situs di SMP Negeri 1 Ungaran).

0 0 15

PENGELOLAAN RINTISAN SEKOLAH BERTARAF PENGELOLAAN RINTISAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL ( Studi Pelaksanaan Rintisan SBI SMA Negeri 1 Boyolali).

0 1 11

BUDAYA BELAJAR MATEMATIKA SISWA RINTISAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL Budaya Belajar Matematika Siswa Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (Studi Etnografi Di SMPN2 Rintisan Sekolah Bertaraf Internasioanl Demak).

0 3 16

BUDAYA BELAJAR MATEMATIKA SISWA RINTISAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL Budaya Belajar Matematika Siswa Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (Studi Etnografi Di SMPN2 Rintisan Sekolah Bertaraf Internasioanl Demak).

0 1 16

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN BERBASIS E-LEARNING PADA RINTISAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL Pengelolaan Pembelajaran Berbasis E-Learning Pada Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional Di Smp Negeri 5 Yogyakarta.

0 0 16

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN IPS PADA RINTISAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL (RSBI) Pengelolaan Pembelajaran IPS Pada Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) (Studi Situs di SMP Negeri 4 Surakarta).

0 0 18

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN SOSIOLOGI KELAS X PADA RINTISAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL DAN SEKOLAH KATEGORI MANDIRI.

0 0 2

IMPLEMENTASI MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU BERBASIS SEKOLAH (MPMBS) PADA SMA RINTISAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL (RSBI).

0 1 9