pakaian sama sekali. f. Masturbasi
Perilaku ini muncul ketika individu melakukan masturbasi dengan dirinya sendiri maupun ketika individu melakukan
masturbasi dengan pasangan. g. Hubungan Seks Intercourse
Perilaku ini muncul ketika individu memasukkan alat kelamin ke dalam alat kelamin lawan jenis.
4. Tipe Perilaku Seksual
Perilaku seksual dapat dibagi menjadi dua tipe, yaitu perilaku seksual beresiko dan tidak beresiko. Perilaku seksual beresiko dapat
dipahami sebagai hubungan yang tidak aman yang dapat mengakibatkan timbulnya HIVAIDS, penyakit seksual menular, atau kehamilan yang
tidak diinginkan. Perilaku seksual beresiko dapat pula dipahami sebagai perilaku seks yang diikuti dengan penggunaan kondom yang tidak
konsisten dan melakukan hubungan seks dengan berbagai macam partner. Bisa jadi, mereka melakukan hubungan seksual tersebut bersamaan
dengan mengkonsumsi narkoba dan alkohol, baik sebelum maupun selama aktivitas berlangsung Kotchick, Shaffer, Forehand, 2001. Perilaku
seksual tidak beresiko adalah aktivitas seksual tanpa hubungan intercourse
, seperti masturbasi, berciuman, bercumbu, petting, dan oral seks. Oleh karena perilaku seksual tidak beresiko terjadi tanpa hubungan
intercourse , maka resiko munculnya penyakit HIVAIDS dan penyakit
seksual menular jauh lebih kecil daripada perilaku seksual beresiko.
5. Dinamika Kemunculan Aktivitas Seksual
Perilaku seksual dimulai dari adanya daya tarik kepada lawan jenis baik karena fisik, kepribadian, ataupun intellegensi lawan jenis tersebut.
Kemudian, individu akan jatuh cinta kepada lawan jenis melalui stimulasi fisik dan mental. Jika timbul pikiran-pikiran dan birahi seksual dalam diri
individu, maka hal tersebut akan mendorong munculnya perilaku seksual Nugraha, 2010; Sprecher McKinney, 1993. Abel dan Blanchard
1974 dalam Stock, James, dan Geer 1982 mengemukakan bahwa imajinasi seksual dapat membangkitkan gairah seks. Setelah munculnya
dorongan seksual, maka ciuman yang bergairah dapat terjadi. Ciuman bergairah ini dapat mendorong individu untuk bergerak ke arah perabaan
dada dan alat kelamin pasangan, dan jika memungkinkan individu melakukan seks oral-genital yang kemudian dilanjutkan dengan seks
intercourse Geer Broussard, 1990; Jemail Geer, 1977; Stock, James,
Geer, 1982.
6. Dampak Aktivitas Seksual