2. Uji Beda Independent sample t-test
Dengan mempertimbangkan hasil pada analisis faktor, peneliti kembali mencoba melakukan analisis uji beda independent sample t-
test . Oleh karena jumlah subjek lebih daripada 30 N30, maka data
bersifat robust walaupuan data tidak terdistribusi secara normal. Berikut adalah hasil analisis independent sample t-test dengan
menggunakan SPSS 16.0 for Windows:
Tabel. 19 Independent Sample t-test Faktor
Asymp. Sig Aktivitas Seksual Mental Normal
0.795 Aktivitas Seksual Mental Mendalam
0.067 Aktivitas Seksual Perilaku Normal
0.680 Aktivitas Seksual Perilaku
Mendalam 0.000
Aktivitas Seksual Sendirian 0.808
Berdasarkan tabel di atas, dapat terlihat bahwa pada aktivitas seksual perilaku mendalam, nilai signifikansi lebih kecil daripada 0.05,
yaitu sebesar 0.000 p 0.05. Maka, berdasarkan hasil analisis tersebut, dapat terlihat bahwa perbedaan frekuensi aktivitas seksual untuk remaja
dengan sensitivitas akan penolakan yang tinggi dan rendah di SMA A hanya dapat terlihat pada perilaku seksual mendalam. Berdasarkan skala
aktivitas seksual, dapat terlihat bahwa perilaku seksual mendalam mencakup onani atau masturbasi bersama dengan lawan jenis, meraba
tubuh lawan jenis, menempelkan atau menggesek-gesekkan alat kelamin ke lawan jenis, dan melakukan hubungan intim dengan lawan jenis
intercourse. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Purdie dan
Downey 2000 yang menunjukkan bahwa individu yang HRS cenderung rela melakukan hal apa pun walaupun mereka tahu hal tersebut salah
dengan tujuan mempertahankan pasangan mereka dalam hubungan. Individu merasa cemas bahwa pasangan mereka akan pergi meninggalkan
diri mereka dan tidak memiliki kelekatan lagi. Selain itu, hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian Davis, dkk 2003, 2004 yang
mengemukakan bahwa individu yang merasa cemas cenderung menggunakan seks untuk memenuhi kebutuhan mereka akan kelekatan
dengan pasangan atau dengan kata lain tidak ditolak oleh pasangan. Penelitian lain yang sejalan dengan hasil penelitian ini adalah Browning,
Hatfield, Kessler, Levine 2000, Cooper, Shapiro, Powers 1998, Katz, Fortenberry, Zimet, Blythe, Orr 2000 yang mengemukakan
bahwa aktivitas seksual dilakukan individu untuk mendapatkan kelekatan dengan pasangan yang ditakutkan akan hilang pada individu HRS. Hasil
penelitian ini juga sejalan dengan beberapa penelitian Cooper, Agocha, Sheldon 2000, Cooper, Shapiro, Powers 1998, Wills Hirky,
1996, Wills, Sandy, Shinar, Yaeger 1999 yang mengemukakan bahwa aktivitas seksual dilakukan individu untuk meningkatkan perasaan
positif dan mengurangi perasaan negatif yang mana kecemasan akan penolakan adalah perasaan negatif.
Namun, berdasarkan hasil analisis independent sample t-test terlihat bahwa untuk aktivitas seksual mental tidak terdapat perbedaan
antara remaja dengan sensitivitas akan penolakan yang tinggi dan rendah di SMA A. Hal ini bisa jadi terjadi disebabkan aktivitas seksual mental
adalah suatu bentuk aktivitas seksual yang berbentuk fantasi atau imajinasi yang seringkali dilakukan secara individual, tanpa melibatkan partner
Birnbaum, Simpson, Weisberg, Barnea, Simhon, 2012. Hal ini tidak sejalan dengan sensitivitas akan penolakan yang melibatkan hubungan
interpersonal. Oleh karena itu, aktivitas seksual secara mental tidak dapat dilakukan untuk mempertahankan pasangan dan mencegah penolakan dari
pasangan. Hal yang sama terjadi pada aktivitas seksual sendirian.
Berdasarkan skala aktivitas seksual yang digunakan dalam penelitian ini, terlihat bahwa aktivitas seksual sendirian adalah melakukan onani atau
masturbasi sendirian. Aktivitas seksual sendirian ini juga bersifat personal, tanpa melibatkan hubungan interpersonal. Oleh karena itu, aktivitas
seksual sendirian tidak dapat dilakukan individu untuk mempertahankan pasangan ataupun mencegah penolakan dari pasangan.
Selain itu, berdasarkan hasil analisis, tidak terdapat perbedaan aktivitas seksual berbentuk perilaku seksual normal antara remaja dengan
sensitivitas akan penolakan yang tinggi dan rendah di SMA A. Jika
melihat ke dalam skala aktivitas seksual, perilaku seksual normal adalah berpegangan tangan dengan lawan jenis, berpelukan dengan lawan jenis,
dan berciuman dengan lawan jenis. Bisa jadi, tidak adanya perbedaan perilaku seksual normal dalam penelitian ini disebabkan perilaku-perilaku
tersebut dipandang perilaku yang normal dilakukan pasangan oleh subjek penelitian ini. Namun tentu saja, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk
lebih memahami mengapa tidak ada perbedaan dalam bentuk-bentuk perilaku seksual normal.
70
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Berdasarkan hasil analisis independent sample t-test, diperoleh nilai p sebesar 0.272. Oleh karena nilai p lebih besar daripada 0.05 p 0.05,
maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan frekuensi aktivitas seksual antara remaja dengan sensitivitas akan penolakan
yang tinggi dan rendah di SMA A. 2. Peneliti melakukan analisis tambahan, yaitu analisis faktor. Melalui
analisis faktor ini diperoleh hasil bahwa aktivitas seksual dapat terbagi menjadi 5 faktor, yaitu aktivitas seksual mental normal, aktivitas
seksual mental mendalam, aktivitas seksual perilaku normal, aktivitas seksual perilaku mendalam, dan aktivitas seksual perilaku sendirian.
Setelah itu, uji analisis independent t-test dilakukan dengan mempertimbangkan kelima faktor tersebut. Hasil analisis yang
diperoleh adalah terdapat perbedaan frekuensi aktivitas seksual perilaku mendalam pada remaja dengan sensitivitas akan penolakan
yang tinggi dan rendah di SMA A. Nilai p yang diperoleh adalah 0.000 p 0.05.