seksual menular jauh lebih kecil daripada perilaku seksual beresiko.
5. Dinamika Kemunculan Aktivitas Seksual
Perilaku seksual dimulai dari adanya daya tarik kepada lawan jenis baik  karena  fisik,  kepribadian,  ataupun  intellegensi  lawan  jenis  tersebut.
Kemudian, individu akan jatuh cinta kepada lawan jenis melalui stimulasi fisik dan mental. Jika timbul pikiran-pikiran dan birahi seksual dalam diri
individu,  maka  hal  tersebut  akan  mendorong  munculnya  perilaku  seksual Nugraha,  2010;  Sprecher    McKinney,  1993.  Abel  dan  Blanchard
1974  dalam  Stock,  James,  dan  Geer  1982  mengemukakan  bahwa imajinasi  seksual  dapat  membangkitkan  gairah  seks.  Setelah  munculnya
dorongan  seksual,  maka  ciuman  yang  bergairah  dapat  terjadi.  Ciuman bergairah  ini  dapat  mendorong  individu  untuk  bergerak  ke  arah  perabaan
dada  dan  alat  kelamin  pasangan,  dan  jika  memungkinkan  individu melakukan  seks  oral-genital  yang  kemudian  dilanjutkan  dengan  seks
intercourse Geer  Broussard, 1990; Jemail  Geer, 1977; Stock, James,
Geer, 1982.
6. Dampak Aktivitas Seksual
Aktivitas  seksual  yang  dilakukan  dapat  memiliki  konsekuensi psikososial  yang  negatif  sebagai  dampak  dari  kurangnya  kemampuan
sosial,  emosi,  dan  kognitif  untuk  terlibat  dalam  hubungan  romantis  yang dikarakteristikan  dengan  afeksi  dan  kesetaraan  Ciairano,  Kliewer,
Bonino,  Miceli,    Jackson,  2006;  Mitchell    Wellings,  1998.  Imajinasi seksual  membuat  individu  merasa  bersalah.  Perasaan  bersalah  yang
dirasakan  membuat  individu  merasa  bahwa  imajinasi  seksual  adalah  hal yang  tidak  bermoral,  tidak  dapat  diterima  secara  sosial,  abnormal,  tidak
umum uncommon, dan indikatif dari adanya masalah dengan diri mereka atau  hubungan  mereka,  atau  keduanya.  Selain  itu,  rasa  bersalah  guilt
berhubungan dengan semakin banyaknya masalah seksualitas Leitenberg Henning, 1995.
Dampak  yang  jauh  lebih  serius  dari  perilaku  seksual  tidak terlindungi  atau  beresiko  adalah  kehamilan  yang  tidak  diinginkan  dan
penyakit  seksual  menular  termasuk  HIV.  Menarik,  penyakit  seksual menular  memang  terutama  menular  melalui  hubungan  intercourse,  akan
tetapi  penyakit  seksual  menular  juga  dapat  menular  melalui  kontak genital-oral  dan  kontak  genital-anal  Santrock,  2007.  Kehamilan  remaja
berkaitan  dengan  ekspektasi  pendidikan  yang  rendah,  harga  diri  yang rendah, kejahatan, penggunaan zat adiktif, dan alkohol.
7. Alat Ukur
Untuk mengukur variabel aktivitas seksual, peneliti membuat skala aktivitas seksual. Skala ini adalah skala ordinal yang memiliki nol mutlak.
Hal  ini  berarti  skor  nol  yang  diperoleh  subjek  menunjukkan  angka  nol yang  sesungguhnya,  tidak  adanya  variabel  itu.  Skala  aktivitas  seksual  ini
bertujuan untuk mengukur frekuensi aktivitas seksual individu. Oleh karena aktivitas seksual terdiri atas dua wilayah, yaitu mental
dan  perilaku,  maka  dalam  skala  ini  pengukuran  juga  dilakukan  secara mental dan perilaku seksual. Terdapat 14 item pernyataan yang terdiri atas
6 item aktivitas seksual mental dan 8 item perilaku seksual. Item-item ini berupa  intensitas  aktivitas  seksual  dimulai  dari  imajinasi  yang  paling
sederhana  hingga  ke  hubungan  seksual  berupa  intercourse.  Pilihan jawaban  skala  terdiri  atas  4,  yaitu  0  tidak  pernah  sama  sekali,  1-2  kali
dalam seminggu, 3-4 kali dalam seminggu, dan lebih dari 4 kali dalam seminggu.  Pilihan  jawaban  ini  didasarkan  atas  hasil  penelitian  yang
dilakukan oleh Safarinejd 2006 yang meneliti tentang frekuensi individu melakukan aktivitas seksual.
Agar dapat memberikan score value untuk pilihan jawaban, proses penskalaan  perlu  dilakukan  Azwar,  2013.  Terdapat  tiga  macam  bentuk
penskalaan, yaitu penskalaan stimulus, penskalaan respon, dan penskalaan subjek.  Sebenarnya,  penskalaan  stimulus  adalah  penskalaan  yang  paling
tepat  untuk  menentukan  score  value  pada  skala  aktivitas  seksual.  Akan tetapi, pada penskalaan stimulus, proses pemberian skor oleh beberapa ahli
perlu  dilakukan.  Sedangkan  tidak  semua  ahli-ahli  tersebut  memahami dengan  baik  teori  mengenai  seksualitas.  Hal  ini  dapat  menimbulkan
permasalahan  dalam  pemberian  score  value  untuk  setiap  pilihan  jawaban yang  menimbulkan  tingkat  error  yang  semakin  tinggi.  Oleh  karena  itu,
penskalaan respon digunakan untuk memberikan  score value untuk setiap pilihan  jawaban  pada  setiap  item  Azwar,  2013.  Selain  itu,  Edwards
1957 mengemukakan bahwa penskalaan respon menghasilkan reliabilitas koefisien yang sama atau bahkan lebih baik dari penskalaan stimulus.
Penskalaan  respon  adalah  prosedur  penempatan  pilihan-pilihan
jawaban di  sepanjang kontinum  kuantitatif sehingga ditemukan titik letak masing-masing  pilihan  jawaban  yang  kemudian  dijadikan  sebagai  nilai
atau  skor  Spector,  1992  dalam  Azwar,  2013.  Rumus  yang  digunakan untuk  menghitung  score  value  pada  penskalaan  respon  adalah  sebagai
berikut : pk-t = ½ p + pk
b
Keterangan: pk-t =  titik tengah proporsi kumulatif yang dirumuskan
sebagai      setengah proporsi dalam kategori yang bersangkutan ditambah proporsi kumulatif pada
kategori di sebelah kiri p     =   proporsi kategori
p
k
=   proporsi sebelah kiri Setelah nilai pk-t ditemukan untuk setiap item skala, langkah
berikutnya adalah melihat nilai z dengan nilai pk-t yang telah ditemukan. Nilai z dapat ditemukan pada tabel deviasi normal. Adapun nilai z adalah skor bagi
pilihan jawaban yang bersangkutan.
B. SENSITIVITAS AKAN PENOLAKAN