Likert yang digunakan untuk memperoleh data, sehingga belum bisa menjelaskan secara singkat tentang peranan Pendidikan Agama Katolik bagi
perkembangan karakter siswa secara tepat, dalam arti menjelaskan semua indikator sesuai dengan bahasa responden.
2. Penulis memiliki keterbatasan waktu dalam penelitian sehingga pernyataan-
pernyataan yang ada dalam skala Likert belum dapat mencakup keseluruhan teori yang ada, namun hanya sebagian besar saja. Meskipun demikian penulis
sudah merasa cukup untuk memenuhi kebutuhan mendapatkan data.
D. Refleksi Kateketis Hasil Penelitian PAK di Sekolah SMP Charitas
Lebak Bulus, Jakarta
Masa remaja masa SMP merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasan usia maupun peranannya sering kali tidak terlalu jelas,
masa yang sering kali dianggap sebagai masa peralihan, yang disertai oleh perubahan fisik dan psikologis. dimana saat-saat ketika anak tidak mau
diperlakukan sebagai anak-anak, tetapi dilihat dari pertumbuhan fisiknya mereka belum dapat dikatakan orang dewasa. Sebagaimana penulis melihat peserta didik
di SMP Charitas, Lebak Bulus Jakarta selatan, peserta didik memasuki fase remaja awal karena kebanyakan peserta didik SMP berusia antara 11-15 tahun.
Karakteristik anak remaja atau SMP dilihat dalam beberapa aspek, yaitu pertumbuhan fisik, perkembangan seksual, cara berpikir causalitas, emosi yang
meluap-luap, perkembangan sosial, perkembangan moral, kepribadian serta perkembangan kesadaran beragama. Beberapa aspek tersebut yang mempengaruhi
penghayatan nilai-nilai ke Charitasan peserta didik SMP Charitas, Lebak Bulus Jakarta selatan
Pendidikan di sekolah menjadi tempat yang ditujukan untuk membantu tujuan hidup dan membantu pengetahuan peserta didik . Pendidikan bagi peserta
didik bukan hanya untuk mencari ilmu pengetahuan saja melainkan belajar untuk hidup bersama orang lain. Pendidikan Agama Katolik merupakan mata pelajaran
yang harus ada di sekolah katolik, khususnya sekolah SMP Charitas ini semua peserta didik mendapat Pendidikan Agama Katolik bahkan tanpa terkecuali, hal
demikian sudah menjadi kesepakatan antara orang tua peserta didik dengan kepala sekolah sejak awal masuk. Dalam mata pelajaran dan materi yang
didapatkan di sekolah bukan hanya berhenti pada pengetahuan tentang kebenaran- kebenaran agama tetapi menggumuli, mengolahnya, merefleksikan serta
mewujudkan dalam hidup sehari-hari sehingga mampu membawa peserta didik semakin beriman, bermoralitas dan berkarakter baik.
Penulis melihat sungguh suasana kegiatan belajar mengajar di sekolah sangat kondusif serta didukung tempatnya yang bersih, halamannya luas 1200 M2
berlantai tiga 3. Sebagian besar peserta didik semangat dan berminat mengikuti mata Pelajaran Agama Katolik yang menyenangkan berbeda dengan mata
pelajaran yang lain. Guru agama katolik memiliki hati dalam mengajar,dalam arti mau membantu peserta didik yang mempunyai masalah baik secara pribadi
maupun dalam keluarganya, dalam menyampaikan materi mudah dipahami. Peserta didik sungguh mengikuti dengan senang hati apapun kegiatan yang ada
dalam Pendidikan Agama Katolik diantaranya; renungan setiap pagi sebelum
mulai pelajaran, rekoleksi, retret, perayaan ekaristi, Jalan Salib, doa malaikat Tuhan, doa damai dan lain-lain, kegiatan-kegiatan tersebut mendukung PAK.
Penulis melihat di SMP Charitas, Pendidikan Agama Katolik merupakan mata pelajaran yang disukai peserta didik , suasana dalam kelas pun sangat dijiwai oleh
roh cinta kasih dan kebebasan Injili. Maksudnya, ada perhatian, kebersamaan, persaudaraan, merasa diterima dan diteguhkan, gembira yang merupakan nilai-
nilai ke Charitasan. Penulis tidak melihat adanya pembunuhan karakter antar peserta didik sendiri atau guru dengan peserta didik tetapi kasih Kristus dalam
segalanya. In Omnibus Charitas hal ini yang menjadi semboyan SMP Charitas ,Jakarta. Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap berada didalam kasih, ia tetap
berada didalam Allah dan Allah didalam dia. 1Yoh 4: 16 dengan demikian Kasih Allah sendiri yang menjadi dasar dan semangat dalam setiap pelayanan, kegiatan-
kegiatan sekolah baik kegiatan rohani maupun akademik serta pendidikan. Wujud nyata dari kasih yaitu pengampunan. Adapun hubungan antara pendidikan agama
katolik dan penghayatan nilai-nilai ke Charitasan, keduanya tidak bisa terpisahkan. Didalam PAK, peserta didik diajak untuk mengenal pribadi Yesus
yang mengajarkan hukum kasih sedangkan didalam pendidikan ke Charitasan peserta didik diajak untuk menghayati nilai-nilai ke Charitasan tersebut seperti
pengampunan, menerima orang lain apa adanya, dan rendah hati, seperti teladan Tuhan Yesus yang merupakan nilai-nilai Kerajaan Allah, dalam hidupnya sehari-
hari.
BAB IV IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KE CHARITASAN BERBASIS
FRANSISKUS CHARITAS DALAM PEMBELAJARAN PAK
A. Pendidikan Berbasis Fransiskus Charitas
Pendidikan berlandaskan pada spiritualitas Fransiskus Charitas merupakan salah satu hakikat pendidikan yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga
pendidikan di bawah payung Yayasan Pendidikan Charitas. Artinya, para civitas akademika belajar dan mengembangkan diri dengan landasan cinta kasih dan
keteladanan sebagaimana motto charitas sendiri, yakni In Omnibus Charitas Cinta
Kasih Allah
dalam segalanya.Yayasan
Pendidikan Charitas
menyelenggarakan pendidikan yang berpegang teguh pada azas pancasila dan UUD 1945 serta prinsip iman katolik dalam mendampingi peserta didik untuk
tumbuh dan berkembang menjadi manusia dewasa yang utuh. Hal ini berlandaskan semangat pengabdian yang tulus ikhlas, cinta kasih, berani, tegas,
dan berwibawa agar mereka dapat menghadapi tantangan masa depan dengan hati yang damai menuju cita-cita mulia dan mampu memberi keharuman dibumi
persada Indonesia sesuai dengan visi dan misi lembaga. Pendidikan demikian dapat dilihat penerapannya pada SMP Charitas Lebak
Bulus-Jakarta Selatan yang mendidik peserta didik menjadi pribadi yang cerdas, disiplin dan peduli dalam kasih persaudaraan. Hal ini berlandaskan pada visi dan
misi SMP Charitas, yakni mengembangkan kecerdasan spiritual, emosional, intelektual dan sosial secara baik. Peserta didik juga berkembang menjadi pribadi
yang memiliki daya juang dan semangat kompetitif. Peserta didik tidak mudah menyerah atau pun putus asa serta mau bersaing yang sehat. Hal positif yang
diperoleh dari lembaga ini bahwa SMP Charitas pun menerapkan pendidikan yang jauh lebih luas mencakup enam sudut pandang yang berbeda, yaitu fisik,
mental, religiusmoral, sosial, budaya dan spiritual. Artinya, peserta didik tidak hanya memperoleh pengetahuan akademik peserta didik terpelajar, tetapi
karakternya pun dibentuk menjadi pribadi yang utuh peserta didik terdidik atau siswa yang memiliki wawasan kepribadian dan pola pikir yang meluas disertai
etika dan moral. Oleh sebab itu, SMP Charitas melaksanakan Kurikulum Pendidikan Berbasis Fransiskus Charitas, selain mengembangkan dan
melaksanakan Kurikulum Tingkat Satuan Pembelajaran KTSP berdasarkan Standar isi, Standar Kompetensi, Kompetensi dasar, Standar Kompetensi Lulusan
dan Muatan Lokal. Artinya, pendidikan karakter ke Charitasan yang dilaksanakan memiliki semangat hidup dari Santo Fransiskus Asissi dan pendiri Kongregasi
Suster-suster Charitas, yaitu Moeder Theresia Saelmaerkers yang dikemas dalam pembelajaran Pendidikan Karakter ke-Charitasan PKC. Nilai-nilai ke Charitasan
;gembira, sederhana, rendah hati, persaudaraan, kemurahan hati dan pengampunan.
Pendidikan Karakter Charitas menjadi salah satu perhatian khusus sekolah untuk mengembangkan kepribadian peserta didik . Artinya, peserta didik
dibimbing untuk disiplin, taat pada aturan, menghormati guru, orang tua, dan sesama sebagaimana diajarkan oleh Santo Fransiskus Asisi yang menjadi dasar
hidup bakti para suster Fransiskus Charitas FCh dala m menghayati “kemiskinan