Peranan pendidikan Agama Katolik bagi penghayatan nilai-nilai ke Charitasan siswa kelas VIII tahun ajaran 2014/2015 SMP Charitas Lebak Bulus, Jakarta Selatan.

(1)

ABSTRAK

PERANAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK BAGI PENGHAYATAN NILAI-NILAI KE CHARITASAN SISWA KELAS VIII TAHUN AJARAN

2014/2015 SMP CHARITAS LEBAK BULUS, JAKARTA SELATAN Judul ini dipilih berdasarkan keprihatinan penulis terhadap pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di SMP Charitas Lebak Bulus, Jakarta selatan cenderung membosankan dan penghayatan terhadap nilai-nilai ke Charitasan masih kurang khususnya karakter Charitas yang dimiliki peserta didik yang menjadi kekhasan sekolah,seperti; kegembiraan, kesederhanaan, cinta kasih, persaudaraan. Sekolah Charitas mengalami kesulitan untuk mengajak peserta didik rendah hati dan disiplin diri. Sedangkan bentuk kegiatan yang mendukung PAK bagi pengembangan iman peserta didik cukup banyak, oleh karena itu peserta didik membutuhkan pendampingan dalam pendidikan iman secara formal. Bertitik tolak dari kenyataan, skripsi ini dimaksudkan untuk membantu peserta didik dalam menghayati nilai-nilai ke Charitasan yang ditanamkan sekolah melalui Pendidikan Agama Katolik.

Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah peranan PAK bagi peserta didik dan usaha apa untuk meningkatkan pentingnya PAK bagi peserta didik dalam menghayati nilai-nilai ke Charitasan di SMP Charitas, Lebak Bulus Jakarta selatan. Untuk mengkaji masalah ini diperlukan data yang akurat. Berdasarkan pengisian Skala Likert dari peserta didik, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tujuan PAK membantu peserta didik mencapai kematangan hidup sebagai orang kristiani menurut pola hidup Yesus Kristus. Dengan adanya PAK di sekolah diharapkan agar peserta didik dapat peka pada rahmat Allah dan tekun menanggapi sehingga peserta didik semakin beriman. PAK berperanan dalam pendidikan iman secara holistik yakni mengembangkan pengetahuan, sikap dan perilaku peserta didik. Ada hubungan PAK dan nilai-nilai ke Charitasan, keduanya merupakan nilai-nilai yang di wartakan Yesus Kristus untuk menghadirkan Kerajaan Allah. PAK mendukung penghayatan nilai-nilai ke Charitasan bagi peserta didik. Namun yang masih menjadi hambatan peserta didik suasana cinta kasih dan pengampunan, di karenakan peserta didik kurang memahami dan menghayati nilai-nilai kasih dalam hidup sehari-hari.

Mengingat peranan PAK bagi penghayatan nilai-nilai ke Charitasan penting, maka pendidikan ke-Charitasan diimplementasikan kedalam PAK.


(2)

ABSTRACT

THE ROLE OF CATHOLIC RELIGIOUS EDUCATION FOR THE CHARITAS VALUES APPRECIATION OF EIGHT GRADE STUDENTS ACADEMIC

YEAR 2014/2015 OF SMP CHARITAS LEBAK BULUS, SOUTH OF JAKARTA

The title was chosen based on writer’s concern on the implementation of Catholic Religious Education in SMP Charitas Lebak Bulus, South of Jakarta. The implementation of Catholic Religious Education tends to be boring. The Students’ appreciation of Charitas values such as joyfulness, simplicity, charity, and brotherhood are also lacking. Charitas School faces the difficulty to engage the students to be humble and discipline, whereas there are a lot of activities that support Catholic Religious Education for students’ faith growth. Students need the formal guidance for faith education. Based on the fact, this thesis is aimed to help the students in appreciating the Charitas values that are thought in the school through Catholic Religious Education.

The major problems in this thesis are the role of Catholic Religious Education for the students and what efforts to increase the important of Catholic Religious Education for the students in appreciating the Charitas values in SMP Charitas, Lebak Bulus South of Jakarta. To analyze the problems, accurate data is needed. Based on the Likert Scale filled by the students, the research result shows that the purpose of Catholic Religious Education is to help the students to reach the life maturity as Christians based on the Jesus Christs’ life examples. The implementation of Catholic Religious Education in the school is aimed to help the students to be more aware of God grace and be zealous in responding it to be more devoted. Catholic Religious Education has the role in the faith education holistically, that is to develop students’ knowledge, attitude and behavior. There is a relation between Catholic Religious Education and Charitas values. Both are values that Jesus Christ proclaimed to reveal the Kingdom of God. Catholic Religious Education supports the appreciation of Charitas values for the students. However, the hindrance for the students are charity and forgiveness. This is because the students lack of the understanding and appreciation of charity values in daily life.

Due to the important of role of Catholic Religious Education for Charitas values, the education-based Charitas is implemented into Catholic Religious Education.


(3)

PERANAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK BAGI PENGHAYATAN NILAI-NILAI KE CHARITASAN SISWA KELAS VIII TAHUN AJARAN

2014/2015 SMP CHARITAS LEBAK BULUS, JAKARTA SELATAN. SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh: Kristina Suparti NIM: 101124018

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA


(4)

(5)

(6)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada

Tuhan Yesus dan Bunda Mariayang telah menyertaiku selama ini, dan kepada Kongregasi suster-suster Santo Fransiskus Charitasyang penuh perhatian dan cinta


(7)

MOTTO

“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakanAnak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal “ ( Yoh 3: 16)

Penyerahan Kepada Bunda Maria

Oh Bunda yang manis segala pekerjaan, penderitan, roh dan hatiku, kupersembahkan kepadamu.

Terimalah pujian, hormat dan cinta dari hambamu yang lemah ini Persembahkanlah ini kepada Yesus, Puteramu dan Penyelamatku.

Hati Maria yang manis jadilah keselamatanku . Amin Doa: Mdr. Theresia Saelmaekers


(8)

(9)

(10)

ABSTRAK

PERANAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK BAGI PENGHAYATAN NILAI-NILAI KE CHARITASAN SISWA KELAS VIII TAHUN AJARAN

2014/2015 SMP CHARITAS LEBAK BULUS, JAKARTA SELATAN Judul ini dipilih berdasarkan keprihatinan penulis terhadap pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di SMP Charitas Lebak Bulus, Jakarta selatan cenderung membosankan dan penghayatan terhadap nilai-nilai ke Charitasan masih kurang khususnya karakter Charitas yang dimiliki peserta didik yang menjadi kekhasan sekolah,seperti; kegembiraan, kesederhanaan, cinta kasih, persaudaraan. Sekolah Charitas mengalami kesulitan untuk mengajak peserta didik rendah hati dan disiplin diri. Sedangkan bentuk kegiatan yang mendukung PAK bagi pengembangan iman peserta didik cukup banyak, oleh karena itu peserta didik membutuhkan pendampingan dalam pendidikan iman secara formal. Bertitik tolak dari kenyataan, skripsi ini dimaksudkan untuk membantu peserta didik dalam menghayati nilai-nilai ke Charitasan yang ditanamkan sekolah melalui Pendidikan Agama Katolik.

Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah peranan PAK bagi peserta didik dan usaha apa untuk meningkatkan pentingnya PAK bagi peserta didik dalam menghayati nilai-nilai ke Charitasan di SMP Charitas, Lebak Bulus Jakarta selatan. Untuk mengkaji masalah ini diperlukan data yang akurat. Berdasarkan pengisian Skala Likert dari peserta didik, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tujuan PAK membantu peserta didik mencapai kematangan hidup sebagai orang kristiani menurut pola hidup Yesus Kristus. Dengan adanya PAK di sekolah diharapkan agar peserta didik dapat peka pada rahmat Allah dan tekun menanggapi sehingga peserta didik semakin beriman. PAK berperanan dalam pendidikan iman secara holistik yakni mengembangkan pengetahuan, sikap dan perilaku peserta didik. Ada hubungan PAK dan nilai-nilai ke Charitasan, keduanya merupakan nilai-nilai yang di wartakan Yesus Kristus untuk menghadirkan Kerajaan Allah. PAK mendukung penghayatan nilai-nilai ke Charitasan bagi peserta didik. Namun yang masih menjadi hambatan peserta didik suasana cinta kasih dan pengampunan, di karenakan peserta didik kurang memahami dan menghayati nilai-nilai kasih dalam hidup sehari-hari.

Mengingat peranan PAK bagi penghayatan nilai-nilai ke Charitasan penting, maka pendidikan ke-Charitasan diimplementasikan kedalam PAK.


(11)

ABSTRACT

THE ROLE OF CATHOLIC RELIGIOUS EDUCATION FOR THE CHARITAS VALUES APPRECIATION OF EIGHT GRADE STUDENTS ACADEMIC

YEAR 2014/2015 OF SMP CHARITAS LEBAK BULUS, SOUTH OF JAKARTA

The title was chosen based on writer’s concern on the implementation of Catholic Religious Education in SMP Charitas Lebak Bulus, South of Jakarta. The implementation of Catholic Religious Education tends to be boring. The Students’ appreciation of Charitas values such as joyfulness, simplicity, charity, and brotherhood are also lacking. Charitas School faces the difficulty to engage the students to be humble and discipline, whereas there are a lot of activities that support Catholic Religious Education for students’ faith growth. Students need the formal guidance for faith education. Based on the fact, this thesis is aimed to help the students in appreciating the Charitas values that are thought in the school through Catholic Religious Education.

The major problems in this thesis are the role of Catholic Religious Education for the students and what efforts to increase the important of Catholic Religious Education for the students in appreciating the Charitas values in SMP Charitas, Lebak Bulus South of Jakarta. To analyze the problems, accurate data is needed. Based on the Likert Scale filled by the students, the research result shows that the purpose of Catholic Religious Education is to help the students to reach the life maturity as Christians based on the Jesus Christs’ life examples. The implementation of Catholic Religious Education in the school is aimed to help the students to be more aware of God grace and be zealous in responding it to be more devoted. Catholic Religious Education has the role in the faith education holistically, that is to develop students’ knowledge, attitude and behavior. There is a relation between Catholic Religious Education and Charitas values. Both are values that Jesus Christ proclaimed to reveal the Kingdom of God. Catholic Religious Education supports the appreciation of Charitas values for the students. However, the hindrance for the students are charity and forgiveness. This is because the students lack of the understanding and appreciation of charity values in daily life.

Due to the important of role of Catholic Religious Education for Charitas values, the education-based Charitas is implemented into Catholic Religious Education.


(12)

KATA PENGANTAR

Limpah syukur dan terimakasih atas Rahmat dan penyertaan Tuhan dalam seluruh perjalanan hidup peneliti hingga saat ini, secara khusus saat memulai menulis dan menyelesaikan skripsi dengan judul “ Peranan Pendidikan Agama Katolik bagi Penghayatan nilai-nilai ke Charitasan Siswa Kelas VIII Tahun Ajaran 2014/2015 SMP Charitas, Jakarta Selatan”, sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Tugas akhir dalam bentuk skripsi ini ditulis berdasarkan keprihatinan dalam diri penulis terhadap penghayatan nilai-nilai ke Charitasan peserta didik SMP Charitas. Penulis ingin melihat sejauh mana peranan PAK bagi penghayatan nilai-nilai ke Charitasan

Dalam penulisanskripsi ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak dengan caranya sendiri, baik secara langsung maupun tidak langsung, memberi dukungan dan bantuan kepada penulis sehingga karya ini bisa terselesaikan. Untuk itu penulis menghaturkan limpah syukur dan terimakasih kepada:

1. Drs. F.X Heryatno Wono Wulung., S.J., M.Ed., selaku Kepala Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik.

2. Dra.Y.Supriyati.,M.Pd, selaku dosen pembimbing utama skripsi. Terimakasih atas waktu, kesabaran, pemikiran serta arahan dan bimbingan yang diberikan dari awal penulisan hingga terselesainya skripsi ini. Terimakasih ibu , peneliti belajar ketabahan, ketegaran dan ketelitian dari ibu.


(13)

4. Bapak P.Banyu Dewa HS, S.Ag, M.Si., selaku dosen wali yang terus menerus setia mendampingi penulis sampai selesainya penulisan skripsi ini. Sosok seorang bapak yang baik hati, sabar, sederhana dan penuh pengertian.

5. Segenap Staf Dosen Prodi IPPAK-JIP, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, yang telah mendidik dan membimbing penulis selama belajar hingga selesainya skripsi ini.

6. Segenap Staf Sekretariat dan Perpustakaan Prodi IPPAK, dan seluruh karyawan bagian lain yang telah memberi dukungan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

7. Para siswa SMP Charitas, Jakarta yang telah membantu, memberi semangat dan dukungan kepada penulis dengan memberi masukkan informasi untuk kelengkapan materi skripsi ini.

8. Sr.M.Reinelda, FCh. Kepala sekolah SMP Charitas Lebak Bulus Jakarta. Dengan terbuka, ramah dan perhatian,murah senyum, mengijinkan dan menerima saya untuk melakukan penelitian di sekolah.

9. Sr.M.Clementine,FCh. Pimpinan komunitas suster-suster Charitas Tamansiswa, yang banyak memberi informasi dan membagikan pengalamannya.

10.Para suster Kongregasi Suster Santo Fransiskus Charitas, secara khusus komunitas Serafim-Yogyakarta, atas doa, cinta kasih, kepercayaan dan segala bentuk bantuan, baik bantuan secara material maupun spiritual.


(14)

(15)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xvi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Batasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7


(16)

G. Sistematika Penulisan………..8

BAB II. LANDASAN TEORI ...9

A. Pendidikan Agama Katolik ………...9

1. Pengertian Pendidikan ……….9

2. Pengertian pendidikan Agama Katolik ……….10

3. Tujuan Pendidikan Agama Katolik ………...12

4. Sifat dan Arah PAK ……….14

B. Guru Agama Katolik ... 17

C. Kongregasi Suster-suster santo Fransiskus Charitas ………...18

1. Sejarah Kongregasi suster Santo Fransiskus Charitas …………..18

2. Sejarah SMP Charitas Lebak Bulus, Jakarta Selatan ………20

3. Situasi Umum SMP Charitas Lebak Bulus, Jakarta Selatan …….23

4. Keadaan Peserta didik di SMP Charitas Lebak Bulus, Jakarta Selatan………28

a. Isi ke Charitasan………...28

b. Penghayatan nilai-nilai ke Charitasan di SMP Charitas LebakBulus,JakartaSelatan………..30

D. Hubungan PAK dan penghayatan nilai-nilai ke Charitasan SMP Charitas Lebak Bulus, Jakarta Selatan ………36

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 38

1. Jenis Penelitian ………..38

2. Metode Penelitian ………..38

3. Tempat dan waktu Penelitian ………39

4. Responden Penelitian ………39

5. Definisi Operasional ………..40

6. Variabel Penelitian……….41

7. Instrument penelitian ………42

A. Hasil Penelitian ... 43

B. Pembahasan Hasil Penelitian ...51

C. Keterbatasan Peneliti ...55

D. Refleksi Kateketis Hasil Penelitian ...56 BAB IV.IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KE CHARITASAN BERBASIS


(17)

A. Pendidikan ke Charitasan Fransiskus Charitas ……….... 60

B. Implementasi dalam PAK ……….67

BAB V. PENUTUP……… ………90

A. kesimpulan ………... ..90

B. Saran ………... .93

DAFTAR PUSTAKA ……….. ..94


(18)

DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan Kitab Suci Yak: Yakobus Luk: Lukas Yoh: Yohanes

B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

KHK: Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonic) , diundangkan oleh Paus Yohanes Paulus II tanggal 25 Januari 1983

C. Singkatan lain:

PAK : Pendidkan Agama Katolik KBBI : Kamus BesarBahasa Indonesia KWI : Konferensi Waligereja Indonesia KOMKAT : Komisi Kateketik

KAJ : Keuskupan AgungJakarta

SEKAFI : Sekretariat KeluargaFransiskan Indonesia PKC : Pendidikan Kurikulum Charitas

CFM : Charitas FriendlyMatch LDK : Latihan Kepemimpinan Dasar KKM : Kriteria KetuntasanMinimal

KTSP : KurikulumTingkat Satuan Pembelajaran JABODETABEK : Jakarta, Depok, Tangerang, Bekasi

UNESCO : United Nations Educational scientific and Cultural Organization


(19)

(20)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehidupan dalam era globalisasi menuntut berbagai perubahan pendidikan yang bersifat mendasar. Misalnya, perubahan dari pandangan kehidupan masyarakat lokal ke masyarakat global, perubahan dari kohesi sosial menjadi partisipasi demokratis, perubahan dari pertumbuhan, bahkan perubahan dalam dunia pendidikan. Abad ke-21 ini, UNESCO memaknai pendidikan dengan merumuskan visi dasar pendidikan yang sekaligus memuat pendidikan nilai-nilai dan merupakan sasaran hasil yang disarankan dicapai dalam praksis pendidikan. Visi dasar tersebut mencakup empat pilar dasar pendidikan, yaitu belajar mengetahui (learning to know), belajar melakukan (learning to do), belajar hidup dalam kebersamaan (learning to live together), dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be) (Djokopranoto, 2011: 90-91). Visi, makna, dan tujuan seperti yang dirumuskan dan disarankan UNESCO tersebut bersifat universal sehingga kita dapat menggunakan dalam memajukan pendidikan.

Selain itu, pendidikan juga dimaknai sebagai suatu proses belajar seumur hidup. Bahkan, hal ini dipandang sebagai suatu budaya yang harus dikembangkan, terutama yang berkaitan dengan pendidikan nilai dan sikap. Ki Hajar Dewantara menegaskan bahwa pendidikan merupakan daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak. Jadi, dalam kehidupan anak, pendidikan mempunyai tempat dan peranan


(21)

yang sangat strategis. Artinya, anak dibantu dan distimulasi agar dirinya berkembang menjadi pribadi yang dewasa secara utuh (Aqib, 2011: 8).

Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa realitas senantiasa menampilkan berbagai hal yang sangat bertentangan dengan harapan semua orang, seperti yang telah dipaparkan tentang pendidikan. Dengan kata lain, berbagai masalah yang berkaitan dengan dunia pendidikan, khususnya masalah yang berkaitan dengan kecerdasan spiritual dan kecerdasan emosional. Selain itu, proses modernisasi yang semakin cepat melanda negara dan bangsa kita, bahkan telah masuk dalam seluruh bidang kehidupan masyarakat. Modernisasi dapat menjadi peluang untuk membangun hidup yang lebih baik, tetapi juga dapat merusak karakter seseorang. Bahkan, modernisasi pun merebak dan mematikan perkembangan kaum muda dan peserta didik. Mereka menjadi santai, malas, bersikap instan, meniru kehidupan kebarat-baratan. Kehadiran berbagai alat teknologi memungkinkan setiap orang semakin tidak peduli terhadap sesama di sekitarnya. Berbagai permasalahan di atas, tentunya mengancam perkembangan hidup masyarakat pada umumnya dan anak-anak pada khususnya. Anak-anak menjadi putus sekolah dan mengalihkan hidupnya pada budaya hedonisme dan kriminalitas yang menyebabkan mereka semakin sulit dalam mencari makna hidup.

Berbagai permasalahan di atas, tentunya menimbulkan pertanyaan, bagaimana membentengi anak-anak terhadap bahaya-bahaya yang mungkin tidak dapat dihindarkan itu? Bagaimana nilai-nilai luhur dapat tetap berkembang dalam situasi demikian? Peneliti beranggapan bahwa berbagai permasalahan dan tantangan di atas dapat ditanggulangi dengan cara lebih memperdalam pendidikan


(22)

iman anak. Pendidikan nilai adalah pengenalan, penanaman, dan pengembangan nilai-nilai dalam diri seseorang. Pendidikan iman itu pertama-tama harus dimulai dan ditanamkan serta dilaksanakan dalam lingkungan keluarga, tempat dan lingkungan dimana anak mulai mengenal dan mengembangkan iman. Karena itu, orang tua memiliki kewajiban pertama dan utama dalam memberikan pendidikan dan penghayatan iman kepada anak-anaknya. Namun demikian, orang tua lebih mempercayakan anaknya kepada para katekis dan guru agama di sekolah, karena alasan kesibukan dengan pekerjaan yang banyak. Bahkan, negara juga mempunyai kewajiban untuk mendukung, membantu dan menjaga serta memfasilitasi agar pendidikan iman bisa terlaksana dengan baik sesuai dengan iman masing-masing (Mohamad Nuh, 2013: 1). Dengan kata lain, pendidikan iman yang hidup justru harus diberikan di rumah, dengan contoh perbuatan nyata. Orang tua sangat berperan dalam mendidik anak-anak dengan semangat religiusitas ini.

Dengan demikian, pendidikan iman mempunyai peran dan tempat yang utama. Meskipun perkembangan hidup beriman pertama-tama merupakan karya Allah yang menyapa dan membimbing anak menuju kesempurnaan hidup berimannya, manusia bisa membantu perkembangan hidup beriman anak dengan menciptakan situasi yang memudahkan semakin erat dan mesranya hubungan anak dengan Allah. Pendidikan iman tidak dimaksudkan untuk mencampuri secara langsung perkembangan hidup beriman anak yang merupakan suatu misteri, tetapi untuk menciptakan situasi dan iklim kehidupan yang membantu serta memudahkan perkembangan hidup anak.


(23)

Karena itu, bentuk pelaksanaan pendidikan iman sebagai kelanjutan dari pendidikan dan penghayatan iman yang diberikan oleh orang tua di rumah adalah pendidikan iman secara formal di sekolah yang sering disebut sebagai Pendidikan Agama Katolik (PAK). PAK merupakan salah satu realisasi tugas dan perutusan untuk menjadi pewarta dan saksi kabar Gembira Yesus Kristus. PAK di sekolah sering dirumuskan dengan perkembangan pengetahuan, sikap, dan tindakan berpegang pada nilai-nilai dan moral. PAK bukan merupakan kepentingan Gereja saja, tetapi juga kepentingan Negara, sehingga pemerintah mengaturnya dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan Gereja mempertimbangkan dalam rangka pewartaan. Lebih dari itu, peran PAK bukan soal mengetahui mana yang benar atau yang salah, tetapi mengetahui dan melakukannya, seperti dikatakan oleh Santo Yakobus: “Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati” (Yak. 2: 26). Hal ini dimaknai secara praktis bahwa PAK tidak hanya menambah wawasan keagamaan, tetapi mengasah “keterampilan beragama” dan mewujudkan sikap beragama bagi peserta didik. Sikap beragama yang utuh dan berimbang, mencakup hubungan manusia dengan penciptanya dan hubungan manusia dengan sesama serta lingkungan sekitarnya. Dengan demikian, peserta didik tidak hanya berkembang dalam satu sisi atau satu segi saja. Hal ini berarti belajar bukanlah sekedar untuk tahu, melainkan dengan belajar seseorang menjadi tumbuh dan berubah serta mengubah keadaan.

Sekolah Menengah Pertama Charitas Lebak Bulus Jakarta Selatan merupakan sebuah lembaga pendidikan yang menjadikan PAK sebagai salah satu


(24)

mata pelajaran yang lebih memprioritaskan penghayatan akan nilai-nilai ke Charitasan, SMP ini telah menambah jam pelajaran pada setiap mata pelajaran, tetapi hasil yang dicita-citakan belum maksimal atau kurang memuaskan. Hal ini disebabkan karena banyak peserta didik menganggap PAK membosankan dan kurang menarik sehingga peserta didik masih ada yang mencontek, terlambat sekolah, persaingan antar peserta didik, kurang disiplin, pergaulan bebas yang membahayakan siswa, dan terjadinya kesalahpahaman melalui tutur kata yang kurang baik. Selain itu, peserta didik berasal dari keluarga yang sangat sibuk, taraf ekonomi yang variatif, karakter orang tua yang beragam, waktu untuk anak sangat kurang, sehingga kecenderungan peserta didik membuat keonaran atau masalah yang merugikan diri peserta didik itu sendiri, juga pihak sekolah dan keluarga.

Oleh karena itu, penulis beranggapan bahwa PAK sangat berperanan dalam meningkatkan iman dan penghayatan nilai-nilai ke Charitasan peserta didik Sekolah Menengah Pertama Charitas Lebak Bulus Jakarta Selatan. Dengan demikian, tingkah laku, sikap, dan nilai-nilai ke Charitasan seperti kegembiraan, sederhana, cintakasih dan persaudaraan sesungguhnya mencerminkan hadirnya Kerajaan Allah di dunia. Karena itu, penulis mengambil judul: “PERANAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK BAGI PENGHAYATAN NILAI-NILAI KE CHARITASAN SISWA KELAS VIII TAHUN AJARAN 2014/ 2015 SMP CHARITAS LEBAK BULUS, JAKARTA SELATAN’’ sebagai skripsi, dengan besar harapan agar bisa bermanfaat bagi perkembangan dunia


(25)

pendidikan yang lebih baik, khususnya pendidikan SMP Charitas Lebak Bulus Jakarta Selatan.

B. Identifikasi masalah

Identifikasi ini dimaksudkan sebagai penegasan batas-batas permasalahan, sehingga cakupan penelitian tidak keluar dari tujuannya. (Azwar., 1997:28) Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan dalam penelitian ini dapat di identifikasikan sebagai berikut: PAK di sekolah dianggap kurang penting dan membosankan pada hal itu pembentukan pribadi peserta didik dalam menghayati nilai-nilai ke Charitasan. Kendala dalam penghayatan nilai-nilai ke Charitasan misalnya kegembiraan, sederhana, cintakasih dan persaudaraan. kurang disiplin, terjadinya kesalahpahaman melalui tutur kata yang kurang baik serta peserta didik tersebut berasal dari keluarga yang sangat sibuk, kurang perhatian dari orang tua sehingga peserta didik membuat masalah di sekolah. Selain itu beragam masalah, menjadi kendala dalam pelaksanaan PAK. Di SMP Charitas disajikan juga pengetahuan tentang ke Charitasan di harapkan PAK mendukung nilai-nilai ke Charitasan.

C. Batasan Masalah

Penulis menyadari bahwa topik tersebut sangat luas dan berbagai keterbatasan yang ada, maka penelitian ini akan dibatasi pada Peranan Pendidikan Agama Katolik bagi Penghayatan nilai-nilai ke Charitasan siswa Kelas VIII Tahun Ajaran 2014/ 2015 SMP Charitas Lebak Bulus, Jakarta Selatan


(26)

D.Rumusan Permasalahan

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah tersebut, maka rumusan permasalahan dalam penelitian ini, antara lain: 1. Apa arti Pendidikan Agama Katolik di Sekolah Menengah Pertama

Charitas Lebak Bulus, Jakarta Selatan

2. Bagaimana peserta didik dalam menghayati nilai-nilai ke Charitasan ? 3. Apa peranan PAK dalam penghayatan nilai-nilai ke Charitasan bagi

peserta didik kelas VIII SMP Charitas Lebak Bulus, Jakarta Selatan?

E.Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini, antara lain:

1. Mengetahui sejauh mana peserta didik kelas VIII menghayati nilai-nilai ke Charitasan yang ada di sekolah SMP Charitas Lebak Bulus Jakarta, Selatan

2. Apa peranan PAK dan nilai-nilai ke Charitasan bagi peserta didik kelas VIII SMP Charitas Lebak Bulus Jakarta, Selatan

F. Manfaat Penelitian

Penelitian tersebut diharapkan dapat bermanfaat untuk:

1.Menambah wawasan yang luas secara teoritis tentang peranan PAK di Sekolah bagi peserta didik kelas VIII SMP Charitas Lebak Bulus, Jakarta Selatan.


(27)

2. Menumbuhkan minat peserta didik SMP kelas VIII dalam mengikuti mata pelajaran PAK serta kegiatan-kegiatan rohani sehingga peserta didik semakin memiliki iman yang mendalam.

3. Para pendamping memperoleh sumbangan dalam mendampingi peserta didik dan mampu menghayati nilai-nilai ke Charitasan SMP Charitas Lebak Bulus.

4. Peserta didik SMP Charitas Lebak Bulus Jakarta semakin memahami dan menyadari pentingnya peranan Pendidikan Agama Katolik bagi penghayatan nilai-nilai hidup sehari-hari.

G. Sistematika Penulisan

BAB 1 : Pendahuluan, dalam hal ini penulis menguraikan tentang latar belakang, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, sistematika dan penulisan skripsi BAB II : Landasan teori ,

BAB III : Metodologi penelitian menguraikan objek penelitian, variabel penelitian, metode penelitian dan metode analisis data

BAB IV : Hasil penelitian dan pembahasan BAB V : Kesimpulan dan Saran


(28)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pendidikan Agama Katolik 1. Pengertian Pendidikan

Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan potensi peserta didik yang meliputi potensi intelektual, sikap atau perilaku, dan keterampilan. Selain itu, pendidikan juga merupakan aktifitas terencana yang diselenggarakan melalui keluarga yang disebut pendidikan non formal dan melalui pendidikan formal di sekolah-sekolah. Tentunya, pendidikan berperan untuk membentuk manusia muda yang utuh dan integrasi (Driyakara, 1980; 16). Sedangkan, Lawrence Cermin dalam Groome, (2010;29) mengartikan pendidikan sebagai usaha sengaja, sistematis, dan terus menerus untuk menyampaikan, menimbulkan atau memperoleh pengetahuan, sikap-sikap, nilai-nilai, keahlian-keahlian, atau kepekaan-kepekaan, juga setiap akibat dari usaha itu.

Alfred North Whitehead dalam Groome,(2010;30) mengartikan pendidikan adalah bimbingan bagi individu untuk memahami seni kehidupan; prestasi-prestasi yang paling lengkap dari pelbagai kegiatan yang mengekspresikan potensi-potensi makhluk hidup ketika berhadapan dengan lingkungannya yang sebenarnya. Karena itu, pendidikan mewajibkan pendekatan holistik terhadap manusia yang memperhatikan seluruh seni kehidupan, serta potensi-potensi peserta didik dalam konteks lingkungan sosial. Hal ini dipertegas oleh para teorikus pendidikan Yunani kuno bahwa pendidikan tidak hanya membatasi


(29)

pada intelektualisme yang sempit, hanya urusan pikiran, akan tetapi pendidikan menekankan pikiran yang sehat, tubuh yang sehat, dan kebajikan-kebajikan yang berkembang. Pendidikan yang baik harus bersifat kognitif, afektif, dan tingkah laku. Hal senada pun ditegaskan dalam Kitab Hukum Kanonik (KHK. 795), demikian:

Pendidikan yang sejati adalah pendidikan yang meliputi pembentukan pribadi manusia seutuhnya, yang memperhatikan tujuan akhir manusia dan sekaligus pula kesejahteraan umum dari masyarakat, maka anak-anak dan kaum muda hendaknya dibina sedemikian sehingga dapat mengembangkan bakat-bakat fisik, moral, dan intelektual mereka secara harmonis, agar mereka memperoleh rasa tanggung jawab yang lebih sempurna dan dapat menggunakan kebebasan mereka dengan benar, dan terbina pula untuk berperan-serta secara aktif dalam kehidupan sosial (KWI, 2011: 230). Pernyataan KHK di atas menunjukkan bahwa pendidikan adalah kata kunci dalam setiap usaha untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dengan demikian, pendidikan adalah proses pengangkatan manusia muda sampai sedemikian tingginya sebagai manusia dan membudayakan diri. Jadi, pendidikan adalah kegiatan yang fundamental bagi manusia. Dengan kata lain, pendidikan adalah suatu proses pendewasaan; dalam arti kemampuan untuk mengarahkan diri secara mandiri dan bertanggung jawab. Seluruh proses pendidikan tersebut merupakan bimbingan ke arah kemandirian diri sendiri dan kemandirian dalam masyarakat (Djokopranoto, 2011: 90-91).

2. Pengertian Pendidikan Agama Katolik

Umat Kristen telah menjadi ciptaan baru dan disebut putra-putri Allah berkat kelahiran dari air dan Roh Kudus. Karena itu, semua orang Kristen berhak menerima Pendidikan Agama Katolik. PAK adalah usaha yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka mengembangkan kemampuan


(30)

peserta didik untuk memperteguh iman dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan ajaran katolik. Tentunya, usaha tersebut juga tetap memperhatikan penghormatan terhadap agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama di tengah masyarakat. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan persatuan nasional (Mohamad Nuh, 2013: 2). Mary Boys dalam Heryatno, (2008;22) mengartikan PAK merupakan suatu cara (jalan) membuka peluang selebar-lebarnya bagi para peserta didik agar sampai kepada kekayaan tradisi.

Mangunwijaya dalam Heryatno, (2008; 16) memaparkan bahwa hakikat dasar PAK adalah sebagai komunikasi iman. PAK itu bukan pengajaran agama melainkan komunikasi pengalaman beriman. Sebagai komunikasi iman, PAK menekankan sifatnya yang praktis dan selalu mengarah pada perkembangan. Dengan kata lain, PAK menjadi mediasi perkembangan iman yang berlangsung secara terus menerus. Dengan demikian, PAK merupakan pendidikan yang bervisi spiritual (Heryatno, (2008: 16).

Pengertian PAK dapat dipahami sebagai proses pendidikan iman yang diselenggarakan oleh Gereja melalui lembaga-lembaga pendidikan untuk membantu peserta didik agar semakin beriman kepada Tuhan Yesus Kristus, sehingga nilai-nilai Kerajaan Allah sungguh terwujud di tengah-tengah hidup peserta didik. Pendidikan iman katolik di sekolah merupakan salah satu usaha untuk memampukan peserta didik berinteraksi (berkomunikasi), memahami, menggumuli dan menghayati iman. Karena itu, dengan kemampuan berinteraksi antara pemahaman iman, pergumulan iman, dan penghayatan iman, iman peserta


(31)

didik semakin diperteguh. Dengan demikian, tujuan PAK dapat tercapai dengan baik.

3. Tujuan Pendidikan Agama Katolik

Setiap lembaga pendidikan tentunya berusaha dengan segala upaya untuk mengembangkan pendidikan ke arah yang lebih baik. Tujuan pembangunan dalam bidang pendidikan adalah mengembangkan kemampuan akal budi. Sedangkan, berdasarkan misinya, sekolah menumbuhkan kemampuan memberikan penilaian yang cermat, memperkenalkan harta warisan budaya yang telah dihimpun oleh generasi-generasi masa silam, meningkatkan kesadaran akan tata-nilai, menyiapkan peserta didik untuk mengelola sikap jujur, memupuk kerukunan, dan mengembangkan sikap saling memahami (Djokopranoto, 2011: 90-91). Tujuan PAK adalah membantu peserta didik mencapai kematangan hidup sebagai orang kristiani menurut pola Yesus Kristus Ef 4 :13. (Heryatno, 2008: 86).

Selain itu, tujuan PAK menurut Heryatno Wono Wulung (2008: 24), sebagai berikut:

a. Tujuan Pendidikan iman yang bersifat Holistik. Artinya, sesuai dengan kepentingan peserta didik. PAK bertujuan mengembangkan secara utuh dan serentak segi kognitif, afektif, dan psikomotorik hidup peserta didik. Dengan kata lain, perkembangan pengetahuan dan melaksanakannya sungguh menyatu. Peserta didik mengetahui secara benar, berarti melaksanakannya dengan berpegang pada nilai-nilai kebenaran dan moral. Dengan demikian, PAK juga mengarah kepada aktualisasi potensi diri dan perkembangan iman peserta didik. PAK membantu peserta didik menjadi lebih bijaksana.


(32)

b. Demi terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah. Tujuan ini merupakan visi dasar, arah utama, dan pusat acuan untuk mengukur tercapai tidaknya PAK. Hal ini berdasar pada pemahaman bahwa Kerajaan Allah merupakan tindakan Allah sendiri. Dengan kata lain, Allah yang setia dan penuh belaskasih, menyelamatkan manusia melalui Yesus Kristus. Seluruh Sabda dan karya Yesus merupakan perwujudan hadirnya Kerajaan Allah, sehingga dapat dikatakan Kerajaan Allah itu Kerajaan Kristus. Kristus menjadi ahli waris dan menuntut dari kita sebuah sikap yang positif kepada siapa pun seperti yang di kehendaki-Nya sendiri bahwa kita harus saling mengasihi (Yoh. 15: 13). Tujuannya, agar semua orang mengalami damai dan sejahtera. Karena itu, tujuan PAK menjadi sakramen kehadiran Allah terus diperjuangkan dan diwujudkan melalui kesaksian hidup.

c. Tujuan PAK demi perkembangan dan kedewasaan iman. Fowler dalam Heryatno, (2008: 80) mengatakan bahwa perkembangan iman di dalam dunia pendidikan sangat penting. Sedangkan, Groome (2008: 31) menjelaskan bahwa iman merupakan poros kehidupan, yang menyangkut visi dan nilai hidup yang menggerakan seseorang untuk menanggapi realitas yang transenden. Iman dapat dipahami sebagai keterampilan seseorang untuk memaknai realitas hidup. Iman menekankan kesatuan tiga elemen, yaitu pemahaman, emosi, dan moral. Iman itu inti hidup manusia, lebih personal dan mendalam. James Fowler dalam Heryatno, (2008: 31) mengatakan bahwa “pendidikan agama katolik harus betul-betul memperhatikan tahap-tahap perkembangan iman”. Iman mencakup tindakan


(33)

meyakini, mempercayai dan melaksanakan kehendak Allah. Iman bersentuhan dengan inti hidup manusia. Maka dengan adanya PAK di sekolah diharapkan agar peserta didik dapat semakin peka pada rahmat Allah yang dilimpahkan kepadanya dan tekun menanggapi rahmat itu sehingga peserta didik semakin beriman. Sebagai mahluk rasional, manusia menggunakan akal budi untuk makin beriman, maka itu iman memiliki aspek kognitif yang membuat masuk akal.

Dengan demikian, arah PAK membantu peserta didik untuk semakin meyakini nilai-nilai kekayaan Gereja. Peranan PAK membantu peserta didik untuk mengenali dan meyakini belaskasih dan kesetiaan Allah yang menyatu dalam hidup Yesus Kristus dan terus berkarya melalui Roh Kudus. Tugas PAK untuk meningkatkan kepercayaan total peserta didik kepada Allah, dengan cara memupuk relasi dari hati ke hati antara hidup peserta didik dengan kepedulian terhadap sesama; semakin peserta didik percaya kepada Tuhan, maka peserta didik juga semakin beriman.

4. Sifat dan Arah Pendidikan Agama Katolik

Pendidikan harus memiliki sifat dan arah pendidikan yang jelas, agar semua komponen pendidikan, khususnya para peserta didik dapat mengetahui tujuan proses pendidikan yang mereka pelajari. Vanlith dan Driyakara dalam Heryatno, ( 2008: 13-14) menyatakan bahwa arah PAK adalah memperkembangkan humanisme Kristiani supaya peserta didik dapat menjadi pelaku-pelaku perubahan sosial. Sedangkan, Mgr. Suharyo dalam Heryatno, (2008: 14) menyatakan bahwa


(34)

arah PAK adalah untuk memperjuangkan humanisme sosial. Artinya, pendidikan dipahami sebagai mediasi atau jalan ke arah transformasi sosial.

Sisi lain, PAK yang bervisi spiritual secara konsisten berusaha memperkembangkan jati diri atau inti hidup seseorang ke dalam diri anak didik. PAK pun memperkembangkan rasa, kepekaan hati, imaginasi, serta dimensi sosial hidup manusia. PAK tidak hanya bersifat kognitif, tetapi memberi ilham untuk menghadapi kenyataan hidup masa sekarang dan masa depan. PAK menekankan kebijaksanaan dan keutamaan, scholae non scholae sed vitae.artinya dalam kegiatan belajar mengajar yang terpenting bukan sekolahnya tetapi kualitas hidupnya. Hal ini perlu disadari bahwa dalam perkembangan hidup peserta didik tidak sekali jadi tetapi seumur hidup. PAK mengusahakan perkembangan diri secara terus menerus, from the womb to the tomb (perkembangan iman yang berlangsung sepanjang hayat) dalam Heryatno, (2008: 15)

Sisi lain, Groome (1991: 11-14) membedakan sifat dasar PAK atas tiga jenis, antara lain:

1. Ontologis: Dasar pendidikan yang bersifat ontologis, maksudnya dalam kegiatannya, manusia itu sebagai subjek bukan objek. Memperlakukan peserta didik sebagai subjek bukan objek dalam PAK. Hal ini berarti PAK secara serentak memperkembangkan nilai-nilai kemanusiaan dan secara seimbang memperkembangkan kognitif (head) rasa dan simpati, hati (heart), tangan yang bergerak dan berbuat (hands) rumah: rasa aman, percaya diri dan saling memperhatikan (home).


(35)

2. Transenden: Dasar kegiatan yang bersifat Transenden, bertolak dari keadaan konkret dan mengarah pada perkembangan secara hakiki demi hidup peserta didik. Perkembangan peserta didik melampaui perkembangan sebelumnya. 3. Politis: Dasar kegiatan yang bersifat politis berarti pendidikan mendorong

peserta didik untuk peduli dan aktif terlibat di dalam masalah sosial di sekitarnya demi transformasi sosial.

Selain itu, Groome Thomas (1991: 11-14) memaparkan fungsi-fungsi pendidikan, yakni (a) membentuk (to form), (b) informasi (to inform) untuk mengkomunikasikan kekayaan ilmu dan kebijaksanaan hidup peserta didik, dan (c) memperjelas artinya untuk memberdayakan peserta didik bagi perkembangan diri sendiri (to transform). Artinya, suasana yang ada dalam PAK harus dijiwai oleh Roh cinta kasih dan kebebasan Injili. Berarti, suasananya baik, karena suasana yang baik dapat menjadi guru yang baik pula. Maksudnya, dari suasana baik itu suasana yang dijiwai oleh roh cinta kasih dan kebebasan Injili terwujud di dalam suasana kelas yang memperkembangkan keterkaitan, perhatian, dan kebersamaan. Suasana yang membuat peserta didik merasa diterima, diteguhkan, dan diberdayakan untuk semakin berkembang. Akibatnya, suasana kelas sungguh menggembirakan dan perlu diusahakan. PAK dipahami sebagai seni yang membutuhkan persiapan, keheningan, dan kontemplasi untuk membiarkan Roh bekerja sendiri dalam diri guru PAK juga peserta didik itu sendiri.

B.Guru Agama Katolik.

Guru PAK sangat berperan dalam proses belajar mengajar, juga bisa menjadi teladan bagi peserta didik di sekolah. Seorang Guru PAK harus mampu


(36)

mewujudkan figur yang sungguh memiliki jiwa sebagai yang berasal dari Allah, karena jiwa yang beriman menunjukkan kesejatian hidup seorang guru (Moore, 1992). Jiwa merupakan segi yang menghidupkan, mengembangkan, dan mendorong manusia untuk memiliki kerinduan kepada Allah, serta penuh perhatian kepada saudara-saudaranya. Karena itu, sesuai dengan hakikat PAK yang bervisi spiritual maka semua pendidik perlu memelihara atau memberi makan jiwanya. Jiwa juga diberi makan supaya manusia tidak menjadi zombie (mayat hidup). kalau lalai, jiwa manusia dapat “hilang” atau bahkan mati, akibatnya muncul berbagai tindakan kekerasan, anarki, ketergantungan, dan penyembahan berhala. Pemeliharaan (memberi makan jiwa) bukan hanya tugas religius tetapi termasuk panggilan dan tugas para pendidik.(Moore, 1992) Dengan demikian, para guru khususnya guru agama katolik tidak dapat meremehkan, sebaliknya harus menghormati dan memperhatikan jiwa peserta didik.

Beberapa kemampuan / ketrampilan yang harus dimiliki oleh seorang Pembina katekese umat atau guru agama katolik, Yosef Lalu,( 2007 : 96) sebagai berikut:

1. Kemampuan / ketrampilan berkomunikasi dan berelasi

a. Seorang guru agama katolik memiliki kemampuan berkomunikasi dan berelasi sehingga mampu mengumpulkan, menyatukan, mengarahkan peserta didik sampai kepada tindakan nyata.

b. Kemampuan / keterampilan mengungkapkan diri, berbicara dan mendengarkan


(37)

c. Kemampuan / keterampilan menciptakan suasana yang memudahkan peserta didik untuk mengungkapkan diri dan mendengarkan pengalaman peserta didik yang lain

2. Kemampuan / keterampilan berefleksi

Dalam PAK, komunikasi yang dikembangkan komunikasi iman. Komunikasi iman bukan hanya sekedar informasi, melainkan suatu kesaksian iman. Maka seorang guru agama katolik adalah seorang yang menyadari dan mampu memberi kesaksian tentang pengalaman imannya. seorang guru agama katolik harus dilatih untuk ; 1) mampu / terampil menemukan nilai-nilai manusiawi dalam pengalaman hidup sehari-hari, 2) mampu / terampil menemukan nilai-nilai kristiani dalam Kitab Suci, ajaran gereja dan tradisi kristiani lainnya, 3) mampu / terampil memadukan nilai-nilai kristiani dengan nilai-nilai manusiawi dalam pengalaman hidup sehari-hari.

C. Kongregasi suster Santo Fransiskus Charitas

1. Sejarah Kongregasi Suster Santo Fransiskus Charitas

Pada tanggal 1 Desember 1834 dari rumah sakit Breda, Moeder Theresia Saelmaekers mendirikan rumah cabang di Oosterhout. Dengan tindakan tersebut Moeder Theresia Saelmaekers meletakan dasar untuk kongregasi baru yang

bernama “Charitas”. Moeder Theresia Saelmaekers menjadi Pemimpin Umum

yang pertama. Moeder Theresia Saelmaekers bersama dua suster yang telah berprofesi dan seorang Novis, secara diam-diam berangkat ke Steenbergen pada tanggal 19 dan 20 April 1853 pada malam hari.


(38)

Moeder Theresia Saelmaekers mendirikan pusat baru Charitas Kristiani dan Steenbergen menjadi pusat kongregasi. Semangatnya yang kuat dan mendalam telah menjiwai Moeder Theresia Saelmaekers, sehingga semangat itu terungkap dalam cita-cita hidupnya dan para susternya.

“ Dalam kegembiraan, kesederhanaan, dan terutama dalam cintakasih menolong orang lain seraya berdoa dan mengurbankan diri, menampakan kegembiraan hidup diantara orang sakit dan yang berkekurangan”

Moeder Theresia Saelmaekers memilih Anggaran Dasar Ordo Ketiga Reguler Santo Fransiskus Asisi untuk kongregasi Charitas karena kegembiraan, kesederhanaan, dan penghayatan kemiskinan merupakan ciri khas Anggaran Dasar itu. Doa dan meditasi beserta mati raga sebagai unsur-unsur dasar hidup Fransiskan. Kepercayaan kepada Tuhan kokoh tak tergoyahkan berdasarkan iman yang mendalam dan sederhana, iman itu jugalah yang mendorong Maria Yang Terkandung Tanpa Noda untuk menjawab dengan “Fiat”. Maka kongregasi ini diletakkan dibawah perlindungan Maria Yang Terkandung Tanpa Noda dikenal dengan nama “ Suster-suster Charitas”.

Berdoa dan berkarya adalah semboyan Ibu Pendiri. Kongregasi Suster Charitas semakin berkembang hingga memerlukan tempat yang lebih luas dan lebih leluasa untuk perkembangan tersebut. Pada tanggal 17 Juli 1905 pusat Kongregasi dipindahkan ke Roosendal, sedang Steenbergen sebagai cabang. Pada tanggal 9 Juli 1926, atas permintaan Pimpinan Imam-imam Hati Kudus Yesus (SCJ) di Palembang, para suster Charitas Roosendaal, mulai berkarya di Palembang. Selain berkarya demi pelayanan orang sakit dan yang membutuhkan


(39)

pertolongan, para suster Charitas juga mengembangkan Kongregasi dengan menerima calon dari Indonesia.

Dalam waktu lebih kurang 65 Tahun, cabang Kongregasi di Indonesia semakin berkembang baik dalam karya maupun jumlah anggota. Sedang di Nederland sendiri panggilan hidup membiara sendiri semakin berkurang dan sebagian besar anggotanya telah menjadi tua, oleh karena itu suster-suster Kongregasi Charitas regio Indonesia mengajukan permohonan ke Roma untuk menjadi Kongregasi Mandiri di bawah reksa Uskup Palembang. Permohonan tersebut mendapat tanggapan baik dari Roma dan mendapat jawaban melalui Dekret yang dikeluarkan di Roma tanggal 18 Mei 1991

Berdasarkan Dekret tersebut maka Kongregasi Regio Indonesia mengambil nama “Suster Santo Fransiskus Charitas” yang berpusat di Palembang. Setelah melalui proses pembicaraan maka kemandirian diresmikan pada tanggal 1 Desember 1991 bertepatan dengan peristiwa berdirinya rumah cabang pertama di Oosterhout oleh moeder Theresia Saelmaekers yang menjadi dasar untuk Kongregasi baru yang bernama “Charitas”.

2. Sejarah SMP Charitas Lebak Bulus, Jakarta Selatan

Pada tahun 1979, Bapak Uskup Agung Jakarta, Mgr. Leo Soekoto, SJ mempersilahkan Kongregasi Fransiskanes Charitas membantu Keuskupan Agung Jakarta ( KAJ ) wilayah selatan untuk mengelola sekolah katolik khususnya di Paroki baru St. Stefanus, Cilandak, Jakarta Selatan.


(40)

Tanggal 16 Juli 1979 merupakan awal tahun ajaran baru sejarah sekolah Charitas di Jakarta dengan 2 ( dua ) grup yaitu TKK bertempat di Jalan Cerme, Cipete Selatan dan 2 ( dua ) kelas untuk kelas 1 SD meminjam tempat di SD Pangudi Luhur Jln. H. Nawi,

Pada awal mulanya dengan jumlah peserta didik sebanyak 73 peserta didik, menempati kelas / lokal gedung SD Charitas siang hari, mulailah langkah awal pendidikan SMP Charitas dengan jumlah tenaga pendidik sebanyak 9 (sembilan) orang dan 1 (satu) orang tata usaha. pendidikan lanjutan tingkat pertama di bawah asuhan Yayasan Pendidikan Charitas.

Memasuki tahun kedua unsur pemerintahan mulai memberikan sumbangan dan perhatian besar, khususnya instansi terkait yaitu Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan ( Depdikbud ) DKI Jakarta pada tanggal 1 Agustus 1986 mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Ijin Operasional Sekolah No. SP.592/I01.1A/I.86 sebagai landasan hukum hadirnya SMP Charitas. Tahun ajaran 1987/1988 merupakan awal sejarah baru siswa kelas 3 mengikuti ujian EBTA/EBTANAS menggabung di SMP Negeri 85 Pondok Labu sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan ( Depdikbud ) DKI Jakarta No. Kep. 40/I01.A1/I/88 tanggal 20 Februari 1988, dan untuk pertama kalinya lulus 100 % dengan NEM ( Nilai EBTANAS Murni ) yang pantas disyukuri, karena tidak mengecewakan orang tua/wali peserta didik.

Pada tanggal 24 September 1988 gedung SMP Charitas yang berlokasi di Kampung Kapuk tepatnya di Jln. Mawar Indah No. 75 Lebak Bulus, Cilandak,


(41)

Jakarta Selatan diresmikan oleh Bapak Drs. Soegijo selaku Kepala Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan propinsi DKI Jakarta atas nama Gubernur DKI Jakarta. Sejak saat itu seluruh Staf Dewan Guru dan Karyawan serta seluruh peserta didik SMP Charitas berpindah tempat proses belajar mengajarnya, dari gedung SD Charitas di Pondok Labu ke gedung berlantai 3 ( tiga ) di Lebak Bulus sampai dengan sekarang.

Perkembangan peserta didik memasuki tahun ke-4 semakin besar jumlahnya dan hal tersebut dikarenakan tambahnya kepercayaan masyarakat terhadap pendidikan di Sekolah Katolik. Sejalan dengan perkembangannya, pihak instansi terkait, dalam hal ini Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan DKI Jakarta, kembali melakukan pemeriksaan dan pengamatan langsung terhadap jalannya KBM ( Kegiatan Belajar Mengajar) dan kewenangan tenaga pengajar serta sarana prasarana pendukung proses KBM ternyata memenuhi syarat, maka dengan SK Kepala Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan propinsi DKI Jakarta No. 515/I01/I01.G/U/1989 pada EBTANAS tahun 1988/1989 diberikan kewenangan dapat menyelenggarakan EBTA/EBTANAS mandiri. Tahun 1989/1990 mengajukan permohonan akreditasi sekolah kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan DKI Jakarta, dan setelah dilakukan pemeriksaan / penelitian oleh suatu tim akreditasi pada tanggal 6 Nopember 1989, SMP Charitas jenjang status akreditasinya adalah “ DISAMAKAN “ sebagaimana tertuang dalam SK Kepala Kanwil Depdikbud DKI Jakarta No. 72A/I01/U/1990 tanggal 19 Januari 1990. berdasarkan Surat Keputusan Badan Akreditasi Nasional


(42)

Sekolah Nomor Dp. 020823 tanggal 08 November 2011 SMP Charitas terakreditasi “A” dengan nilai 93. (Charitas Christi Urget Nos 1996:145)

Sejak berdirinya SMP Charitas tanggal 16 Juli 1985 sampai dengan tahun ajaran 2013/2014 jumlah siswa yang mengenyam pendidikan sebanyak 2.958 peserta didik dan telah meluluskan sebanyak 3.469 peserta didik . Visi dan Misi sekolah SMP Charitas Lebak Bulus, Jakarta Selatan sebagai berikut a) VISI: Menjadi pribadi yang cerdas, disiplin, dan peduli dalam kasih persaudaraan. b) MISI: (1) Mengembangkan kecerdasan spiritual, emosional, intelektual, dan sosial secara harmonis. (2) mengembangkan pribadi yang memiliki daya juang, dan semangat kompetitif. (3) membudayakan sikap hidup disiplin. (4) mewujudkan kepedulian terhadap sesama dan lingkungan sekitar dalam kasih persaudaraan. ( Panduan dan Program Pemelajaran SMP Charitas 2015 : 7).

Visi dan Misi ini akan di implementasikan dan di kembangkan kepada peserta didik yang terwujud dalam kegiatan konkrit pada bab IV.

3. Situasi Umum SMP Charitas Lebak Bulus, Jakarta Selatan

SMP Charitas, sekolah ini terakreditasi A, yang beralamatkan di Jalan Mawar Indah 75, Lebak Bulus Cilandak, Jakarta Selatan. Ada pun nama Yayasan sekolah ini adalah Yayasan Pendidikan Charitas. Yayasan Pendidikan Charitas- Jakarta menaungi sekolah mulai dari jenjang KB- TK- SD-SMP- hingga SMA. SMP Charitas Jakarta berdiri sejak tahun 1985 dan didirikan oleh Kongregasi suster-suster Santo Fransiskus Charitas. SMP Charitas merupakan rumah berkualitas untuk bermain, belajar dan berkarya bagi peserta didik dengan


(43)

landasan cinta kasih dan keteladanan sebagaimana motto Charitas:“In Omnibus Charitas”(Kasih dalam segalanya).

Para pendidik mendidik peserta didik dengan berlandaskan cintakasih dan kegembiraan.

Dalam menjalankan tugasnya sebagai lembaga pendidikan, SMP Charitas memiliki tenaga pendidik yang sah, berpengalaman dan pada setiap kesempatan mengikuti pelatihan maupun peningkatan keterampilan dan pengetahuan tentang pertumbuhan dan perkembangan peserta didik.

Yayasan pendidikan Charitas menyelenggarakan pendidikan dengan berpegang teguh pada Azas Pancasila dan UUD 1945 serta prinsip iman katolik (Panduan dan Program Pemelajaran SMP Charitas 2014:3) dalam mendampingi peserta didik untuk tumbuh dan berkembang menjadi manusia dewasa yang utuh menyeluruh dengan berlandaskan semangat pengabdian yang tulus ikhlas, cinta kasih, berani, tegas dan berwibawa untuk menghadapi tantangan masa depan dengan hati yang damai menuju cita-cita mulia yang mampu memberi keharuman di bumi persada Indonesia.

Program pendidikan Charitas diberikan secara menyeluruh Holistic Education dengan cara yang kreatif, menyenangkan dan berbasis pada pengembangan kecerdasan ganda Multiple Intellegences. Kegiatan belajar mengajar dikembangkan dalam lingkungan yang menyenangkan dan nyaman serta lebih ditekankan pada proses (active learning) dan bukan pada penjejalan materi.

Lima pilar pendidikan sekarang dan masa depan yang dicanangkan oleh sekolah Charitas dalam rangka pelaksanaan kurikulum nasional yaitu:


(44)

1. Belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. 2. Belajar untuk memahami dan menghayati (learning to know).

3. Belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif (learning to do), 4. Belajar untuk menjadi seseorang (learning to be), membangun dan menemukan jati diri melalui proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan,

5. Belajar untuk menjalani kehidupan bersama (learning to live together) dan berguna bagi orang lain.

Sekolah Charitas melaksanakan kurikulum holistik karakter berbasis Fransiskus Charitas.

Peserta didik yang lulus dari SMP Charitas memiliki kompetensi sebagai berikut: Mampu menunjukkan sikap gembira, sederhana, dan cinta kasih dalam kehidupan sehari-hari, mampu menunjukkan kecakapan yang tinggi dalam berbahasa Indonesia dan bahasa inggris secara aktif maupun pasif, mempunyai kecakapan yang tinggi dalam mengakses dan mengolah informasi dari buku bacaan, media massa, internet dan masyarakat, menunjukkan bersikap disiplin, jujur, bertanggung jawab, kerja sama, bersaudara dan memiliki rasa kepedulian sosial, menunjukkan kemampuannya untuk mengekspresikan diri melalui berbagai cara, media dan bentuk kesenian.

Menunjukkan kepedulian terhadap lingkungan dan terlibat dalam upaya pelestarian lingkungan, mematuhi semua aturan sosial yang berlaku di lingkungan dimana ia berada atas dasar pemahaman untuk kepentingan bersama, menunjukkan pemahaman atas potensi dirinya dalam perkembangan sebagai


(45)

remaja, menghayati imannya sendiri dan tetap menghormati perbedaan pemeluk iman yang berbeda (pluralisme), menunjukkan kemampuan belajar akademis yang kuat, bernalar dan berbudaya.

Strategi pengembangan pembentukan jati diri (character building) meliputi; semangat kegembiraan, semangat kesederhanaan, dan kerendahan hati, semangat cinta kasih, kepedulian sosial, dan persaudaraan, etika komunikasi, sopan, tanggung jawab, komitmen, sikap yang visioner, kerja keras, daya juang, kreatif, inovatif,dan interpreneur (kewirausahaan). Dalam Pendidikan Kurikulum Charitas (PKC) syarat dengan nilai-nilai karakter ke-charitasan, bahkan 18 nilai karakter yang dicanangkan oleh pemerintah sudah ditanamkan jauh sebelum pendidikan karakter lebih ditekan kan di sekolah-sekolah. Pendidikan Kurikulum Charitas (PKC) juga mempunyai jam khusus tersendiri. Sesungguhnya pendidikan karakter juga sudah masuk dalam PKN (Pendidikan Kewarganegaraan). Bentuk kegiatan yang ada untuk membantu perkembangan karakter peserta didik, yaitu Charitas Friendly Match (CFM) kegiatan ini sudah menjadi program tahunan sekolah SMP Charitas dan dilakukan selama satu minggu, dan setiap bulan oktober yang diselenggarakan disekolah SMP Charitas dengan mengundang semua sekolah yang ada di Jakarta selatan baik sekolah katolik maupun sekolah negeri. Yang menjadi panitia adalah peserta didik sendiri dari pencarian dana sampai pada semua kegiatan terlaksana. Dalam setiap bagian ada pendamping untuk mengarahkan peserta didik. Selain itu ada kegiatan lain yaitu adanya Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK) yang diadakan setiap satu tahun sekali, kegiatan ini dilaksanakan oleh kelas 7 dan kelas 8.


(46)

SMP Charitas hanya menyelenggarakan pelajaran Agama Katolik, yang harus diikuti oleh seluruh peserta didik SMP Charitas, sebagaimana telah disetujui oleh para orangtua peserta didik dalam surat pernyataan dan ditanda tangani diatas meterai 6000. Kegiatan belajar mengajar diawali dan diakhiri dengan doa secara Katolik dan dipimpin oleh salah satu peserta didik Katolik, semua peserta didik wajib mengikuti kegiatan yang dilaksanakan oleh sekolah; rekoleksi, retret, seminar dll. Bentuk kegiatan peserta didik yang berkaitan dengan pembinaan iman di sekolah antara lain retret, rekoleksi, pendalaman iman, doa dan renungan singkat setiap hari sebelum pelajaran dimulai, mendoakan doa St.Fransiskus Assisi yaitu doa damai setiap hari selasa setelah renungan, jalan salib setiap hari Jumaat selama masa Prapaskah, pengakuan dosa masa Adven dan Prapaskah, misa sekolah setiap jumaat pertama satu bulan sekali, meditasi 15 menit sebelum memulai pelajaran agama, jam perwalian dua minggu sekali selama 45 menit, serta perayaan hari-hari besar agama di rayakan dan di beri perhatian, contohnya kalau hari raya Idul Fitri di sekolah dipasang ketupat, kalau hari raya Shincia membagi angpao, bila hari raya Natal membuat gua bersama dan lain-lain. Berdasarkan data yang ada hasil pelajaran agama katolik umumnya mencapai KKM (kriteria ketuntasan minimal) yang ditetapkan dalam tahun pelajaran berlangsung KKM 75. Berdasarkan data yang diperoleh, agama yang dianut peserta didik sangat plural, berdasarkan data yang ada jika diprosentasikan 49,49 % beragama Katolik, 44,44% beragama Kristen, 1,01 % beragama Islam, 3,03% beragama Hindu, dan 2,02 % beragama Budha.


(47)

4. Keadaan peserta didik di SMP Charitas Lebak Bulus, Jakarta Selatan Peserta didik SMP Charitas dari latar belakang yang berbeda-beda, agamanya pun beragam, namun situasi soial baik. Secara umum orang tua peserta didik SMP Charitas berasal dari suku Jawa, namun peserta didik sebagian besar lahir dan di besarkan di Wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (JABODETABEK).

Adapun tata tertib bagi peserta didik SMP Charitas, selama kegiatan belajar mengajar (KBM) berlangsung, peserta didik wajib menggunakan seragam yang ditentukan oleh sekolah, pakaian seragam diatur sesuai hari yang telah ditentukan. Bel masuk kelas pukul 06.55 WIB untuk persiapan doa bersama. Pelajaran dimulai pukul 07.00 s.d 13.45WIB kecuali hari Sabtu libur.

Sikap dan perilaku peserta didik harus bersikap hormat, sopan dan bertutur kata yang baik terhadap guru, suster, pegawai sekolah, serta sesama peserta didik, menciptakan suasana damai dan tenteram, menjauhkan diri dari pertengkaran dan permusuhan, wajib mengikuti upacara bendera pada hari yang sudah ditentukan dan hari besar lainnya yang sudah ditentukan sekolah, wajib melaksanakan 5 S (Senyum, Sapa,Salam, Salaman, Sopan).

a. Isi ke Charitasan SMP Charitas Lebak Bulus, Jakarta Selatan

Peserta didik mendapatkan pelajaran khusus tentang ke Charitasan yang dikemas dalam mata pelajaran pendidikan karakter ke Charitasan (PKC) dalam satu minggu ada 6 (enam ) jam pertemuan, untuk kelas 8 (delapan) dilaksanakan setiap hari senin, selasa, rabu dan jumaat yaitu pada jam 1, 2, 3, 4, dan 7,8, dengan


(48)

guru khusus yang mengampu mata pelajaran pendidikan ke Charitasan. Pendidikan ke Charitasan ini diberikan pada 2 (dua) semester yaitu semester ganjil dan semester genap, untuk semester ganjil peserta diajak untuk memahami dan meneladani spiritualitas Santo Fransiskus Asisi pelindung Kongregasi Suster Fransiskus Charitas serta pelindung sekolah Charitas ( Pendidikan Holistik berbasis Karakter Fransiskus Charitas : 2008 ) Sementara untuk semester genap, peserta diajak untuk memahami dan meneladani Moeder Theresia Saelmaekers pendiri Kongregasi Suster Santo Fransiskus Charitas. Charitas berasal dari bahasa latin yang berarti kasih. Kasih itu sabar, sabar menanggung segala sesuatu, kasih itu murah hati, tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Sebagaimana semboyan sekolah SMP Charitas “ In Omnibus Charitas” (Kasih Allah dalam segalanya).

Hal demikian ada dalam Konstitusi dan Statuta Umum Kongregasi Suster Santo Fransiskus Charitas. (Konstitusi dan Statuta Umum 2004)

Charitas berarti berbuat baik kepada orang lain demi kebaikan yang dilayani tanpa membuat orang lain merasa berhutang budi.(Konstitusi 2004 :102). Pernyataan Konstitusi ini bahwa dalam melakukan perbuatan baik kepada orang lain semata-mata demi kebaikan orang yang dilayani tanpa mengharapkan imbalan. Melakukan perbuatan baik didasari oleh kasih, hal inilah yang dihayati oleh para suster Santo Fransiskus Charitas dan ditawarkan oleh peserta didik untuk dipahami dan dihayati dalam kehidupan sehari-hari serta dilaksanakan


(49)

dalam kurikulum pendidikan yakni kurikulum holistik karakter berbasis Fransiskus Charitas.

Adapun isi ke Charitasan yaitu; semangat pertobatan Santo Fransiskus Asisi , hidup dalam kegembiraan sebagaimana Santo Fransiskus selalu gembira, rendah hati, sederhana, cinta kasih, pengampunan. Inilah yang juga menjadi semangat Moeder Theresia Saelmaekers dalam hidup dan pelayanannya serta para suster Santo Fransiskus Charitas. Isi dari ke Charitasan tersebut yang menjadi ke khasan sekolah SMP Charitas yaitu mendidik peserta didik dengan cinta kasih.

b. Penghayatan nilai-nilai ke Charitasan di SMP Charitas Lebak Bulus, Jakarta Selatan

Sering terdengar bahwa pendidikan dan proses pemilikan nilai ternyata tak diperhitungkan di dalam kurikulum sekolah. Meskipun demikian kenyataannya pembatinan nilai tetap terjadi lewat sekolah, asrama, masyarakat. Seperti halnya dengan sekolah SMP Charitas yang menganggap pembatinan nilai-nilai hidup cukup penting dan mengajak peserta didik untuk menghayati nilai-nilai tersebut dalam hidup sehari-sehari. Dalam pendidikan Agama Katolik di sekolah peserta didik diajak untuk membatinkan nilai- nilai hidup Yesus Kristus melalui refleksi dan dalam hidup sehari-hari, pembatinan nilai terjadi dalam pergumulan, penghayatan, pengalaman hidup nyata dalam sikap dan perbuatan sehari-hari. Nilai adalah sesuatu yang dipandang dalam kehidupan manusia, yang mempengaruhi sikap hidupnya (Nasir., 2013; 64) pandangan hidup merupakan hal yang penting dan hakiki bagi manusia, dengan pandangan hidupnya manusia memiliki kompas atau pegangan hidup yang jelas dalam dunia. Artinya bahwa


(50)

setiap manusia memiliki pandangan hidup yang membuat manusia tahu akan arah hidup dan ada hal yang harus dihayati dalam hidupnya sehari-hari sehingga dapat mempengaruhi perilakunya maupun sikap hidupnya.

Nilai berarti sesuatu yang penting yang berharga, di mana orang rela menderita, mengorbankan yang lain, membela, dan bahkan rela mati demi nilai tersebut. (Darminta, 2006 : 24).

Pernyataan tentang nilai ini memberi arti atau tujuan dan arah hidup menjadi sesuatu yang berharga sampai orang rela mengurbankan yang lain, membela, memperjuangkan bahkan rela mati demi sebuah nilai maupun sesuatu yang berharga dalam hidup. Nilai menyediakan motivasi-motivasi, kita memperjuangkan nilai karena ada motivasi-motivasi tertentu.

Nilai- nilai bergerak berlandaskan tiga tempat pijakan; kepala, hati, dan tangan. (Darminta., 2006 : 25 ) pertama nilai-nilai bergerak di kepala (head) dalam kepala orang menangkap bahwa sesuatu layak dan dengan demikian, secara intelektual orang yakin atas layak dan pentingnya sesuatu itu. Kedua , nilai-nilai perlu mendarat di hati (heart ) orang sendiri tidak hanya menangkap bahwa sesuatu layak dan penting untuk dimiliki, tetapi hati perlu juga dikenai dan dipengaruhi oleh nilai-nilai. Nilai-nilai tersebut dibatinkan. Dan ketiga, nilai harus mendarat ditangan (hand ). Apabila seluruh pribadi kita terlibat pada nilai yang diyakini, otak, hati, maka nilai akan mengantar kita kepada keputusan dan tindakan. Dengan demikian, nilai-nilai adalah penggerak utama dalam hidup kita karena nilai memberi kepastian arah yang jelas untuk bertindak. Nilai itu tidak


(51)

hanya sesuatu yang kita percayai, tetapi juga kenyataan yang kita pilih dan kemudian kita laksanakan.

Darminta (2006: 25) membagi dua tingkatan nilai dalam hidup manusia yaitu pertama nilai instrumental atau sarana, yang memungkinkan kita untuk mencapai berbagai tujuan dalam hidup. Nilai instrumental dapat berubah dari waktu ke waktu,seperti; barang yang menjadi sarana, penampilan fisik, dan lainnya yang sifatnya bisa berubah. Yang kedua nilai hakiki, yang bernilai pada dirinya dalam kondisi apa pun. Nilai hakiki adalah nilai yang harus kita abdi, bukan mengabdi kita. Nilai hakiki itu sifatnya tahan lama dan bercirikan kultural (cara bertindak) dan rohani, seperti kebenaran, keadilan, persaudaraan, cintakasih, dan lain sebagainya serta bercirikan suci, yang melahirkan rasa hormat dan misteri dalam hidup. Yesus Kristus dalam hidup-Nya telah memperjuangkan nilai hakiki, demi sebuah nilai hidup Yesus rela mengorbankan diri-Nya bahkan rela mati bahkan mati di Salib.

1) Penghayatan nilai-nilai ke Charitasan seturut semangat dan teladan Santo Fransiskus Asisi.

Semangat pertobatan Santo Fransiskus dalam pengalaman perjumpaannya dengan orang kusta dapat mengubah hidupnya bahwa dulu melihat orang kusta itu menjijikan bahkan menolak. Namun kini apa yang dahulu pahit, sekarang menjadi manis, berkat kasih karunia Allah Fransiskus menjadi begitu akrab dan bersahabat dengan orang kusta, tinggal bersama dan dengan rendah hati melayani mereka. Hidup dalam persaudaraan dan Semangat kegembiraan Fransiskus, Fransiskus yang selalu gembira, Fransiskus senantiasa menguatkan


(52)

teman-temannya yang lemah. Suatu saat ketika seorang teman-temannya patah semangat, Fransiskus datang menghiburnya. Ia mengambil biola dan menyanyikan lagu, bernyanyi dan berdansa sehingga semua yang melihatnya terhibur, tertawa dan senang. Fransiskus menyebut semua ciptaan Tuhan sebagai saudara. Manusia, hewan, tumbuhan, matahari, bulan bintang di sapannya dengan “ saudara”

Rela berkurban berarti memberikan dengan tulus apa yang ada dalam dirinya demi kebaikan yang lain di luar dirinya, tanpa mengharapkan imbalan apa pun. Fransiskus memiliki sifat dasar rela berkurban bagi orang lain. Sejak masa mudanya Fransiskus terkenal sebagai anak yang murah hati dan suka memberi. Ia tidak pernah membiarkan pengemis pulang dari toko ayahnya dengan tangan kosong. Selain materi, Fransiskus juga memberikan banyak waktu untuk menghibur kota Asisi, baik pada pertunjukan resmi mau pun di jalanan. Ia menghibur penduduk kota Asisi dengan nyanyian merdu, tarian mempesona dan hanya dibayar dengan tepuk tangan yang meriah, (Groenen 2007: 18)

2) Penghayatan nilai-nilai ke Charitasan seturut semangat dan teladan Moeder Theresia Saelmaekers.

Moeder Theresia Saelmaekers dalam hidupnya di jiwai oleh semangat hidup Santo Fransiskus Asisi dalam kegembiraan, kesederhanaan, dan penghayatan kemiskinan merupakan ciri khas Anggaran dasar yang di pilihnya. Ia memiliki cita-cita hidup dalam kegembiraan, kesederhanaan, dan terutama dalam cinta kasih menolong orang lain seraya berdoa dan mengurbankan diri menampakan kegembiraan hidup diantara orang sakit dan yang berkekurangan. Melayani sesama dengan gembira, dengan semboyan In Omnibus Charitas yang berarti


(53)

Cinta kasih dalam segala-Nya menjadi dasar pelayanannya, yakni melayani dengan kasih. Cinta kasih Kristus yang mendorong Moeder Theresia dalam melayani sesama yang membutuhkan, wujud kasih yang besar adalah pngampunan.

3) Penghayatan nilai-nilai ke Charitasan Suster Santo Fransiskus Charitas Semangat hidup Santo Fransiskus Asisi dan semangat hidup Moeder Theresia Saelmaekers yang menjadi penghayatan Suster-suster Fransiskus Charitas atau Suster Fransiskan sebagai pengikut Santo Fransiskus Asisi. Untuk dapat menghayati sebagai suster Charitas para suster di harapkan memahami arti lambang Kongregasi dari kalung yang dikenakan oleh para suster, lambang tersebut terdiri dari huruf T singkatan dari TAU lambang Santo Fransiskus, tanda tobat dengan menyangkal diri dan melayani sesama (Yeh 9: 4). Ch singkatan Charitas, Charitas berasal dari bahasa latin berarti kasih. Allah adalah Kasih (1 Yoh 4: 18) Kasih itu sabar, sabar menanggung segala sesuatu, murah hati, tidak memegahkan diri dan tidak sombong.sementara gambar hati dibentuk dari huruf C dan h adalah lambang Cinta kasih. Cinta kasih yang sejati timbul dari hati yang terdalam yang bersumber dari Allah. cinta kasih yang sejati memberi kedamaian dan kegembiraan baik bagi diri sendiri mau pun bagi orang lain (Charitas Christi Urget Nos 1996: iv). Lambang ini mengungkapkan semangat dan cita-cita Ibu Pendiri Moeder Maria Theresia Saelmaekers dan suster-suster pengikutnya, yang menjadi dasar tujuan Kongregasi Suster St. Fransiskus Charitas Indonesia. “ dalam kegembiraan, kesederhanaan, dan terutama dalam cinta kasih menolong orang lain, seraya berdoa dan mengurbankan diri


(54)

menampakan kegembiraan hidup diantara orang sakit dan yang berkekurangan” (Konstitusi 202). dalam kesaksian hidupnya para suster Charitas di jiwai oleh semangat peniten yang artinya merendahkan diri di hadapan Allah sambil bertobat terus menerus, menjalankan laku tapa (Mrk1: 29-39) dalam penghayatannya para suster menerima sakramen pengakuan dosa wajib satu bulan sekali, mewartakan kabar suka cita Injili atas nama Gereja (Konstitusi 103) dengan cita-cita bahwa melalui kehadiran para suster Charitas , ,cara hidup yang membawa terang agar manusia hidup dalam kuasa ilahi sebagai buah karya yang di ciptakan dalam firman-Nya. Di sini bahwa Allah adalah terang ( Yoh 1: 4-5) dalam penghayatan hidupnya para suster di jiwai semangat Santo Fransiskus Asisi yaitu gembira, sederhana, cinta kasih, persaudaraan. barangsiapa mempunyai cintakasih yang sebenarnya dan yang sempurna, maka dalam segala hal ia tidak akan mencari dirinya sendiri (Kempis 2004 : 26 )

Dalam perjumpaan dengan sesama mau pun dalam pelayanan kepada sesama, para suster memberi kesaksian hidup selalu gembira, tampil apa adanya, hidup dalam kasih dan persaudaraan dalam hidup bersama di komunitas dan di tempat karya. Dalam pelayanan lebih mengutamakan orang kecil dan yang berkekurangan, Inilah ciri khas suster Charitas.

4) Penghayatan nilai-nilai ke Charitasan bagi peserta didik di sekolah SMP Charitas lebak bulus, Jakarta selatan.

Peserta didik setelah memahami dan mengenal semangat hidup Santo Fransiskus Asisi dan Moeder Theresia Saelmaekers, ada pun nilai-nilai ke Charitasan tersebut seperti pertobatan, kegembiraan, kesederhanaan, rendah hati, persaudaraan, cinta


(55)

kasih serta pengampunan telah dihayati oleh peserta didik SMP Charitas lebak bulus, Jakarta khususnya kelas 8 ( delapan ). Nili-nilai ke Charitasan di tanamkan di sekolah SMP, nilai tidak cukup untuk dipahami, diketahui, melainkan untuk dilaksanakan dan dihayati dalam hidup sehari- hari (Darminta, 2006 : 25).

Nilai memberi arti atau tujuan dan arah hidup, menjadi penggerak utama dalam hidup. Sebagaimana nilai-nilai ke Charitasan yang dianggap penting sehingga menjadi kurikulum pendidikan ke Charitasan khusus di sekolah SMP Charitas Jakarta. Peserta didik menunjukkan sikap hidup gembira, dan bersaudara dengan siapa pun juga dalam relasi dengan sesama, wajah yang gembira bukan marah, menampakkan hidup yang apa adanya tidak dibuat-buat, rendah hati tidak membanggakan diri sendiri, cinta kasih; dalam tindak dan perbuatannya didasari oleh kasih dan ketulusan.

Melakukan kasih dengan memberi salam, menyapa, tersenyum, salaman serta sopan kepada siapa pun yang di jumpai dalam suasana kasih dan persaudaraan telah di lakukan setiap hari sebelum peserta didik masuk ruang kelas. Nilai-nilai ke Charitasan ini merupakan nilai- nilai yang ditawarkan serta di wartakan oleh Yesus Kristus dan di hayati oleh Santo Fransiskus Asisi dan Moeder Theresia Saelmaekers melalui kesaksian hidup para suster Charitas.

D. Hubungan antara PAK dan penghayatan nilai-nilai ke Charitasan di SMP Charitas Lebak Bulus, Jakarta Selatan

Berdasarkan uraian dalam teori PAK dan nilai-nilai ke Charitasan, PAK merupakan suatu usaha yang dilakukan secara terencana dan kesinambungan dalam rangka mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memperteguh


(56)

iman dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan ajaran Katolik. Dengan tetap memperhatikan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.

PAK untuk mengembangkan secara utuh dan serentak segi kognitif, sikap dan perilaku peserta didik, begitu juga dalam penghayatan nilai-nilai ke Charitasan seperti pertobatan, kegembiraan, rendah hati, cinta kasih dan pengampunan ditangkap atau diterima oleh peserta didik secara intelektual (head), nilai-nilai tersebut mendarat di hati (heart), untuk dibatinkan, penting untuk dimiliki menjadi milik peserta didik sehingga mendarat ditangan (hand) untuk berbuat dalam tindakan kasih, yang menjadi tolok ukurnya adalah cinta kasih untuk mewujudkan Kerajaan Allah di sekolah, masyarakat serta dunia karena itu dalam pembelajaran PAK diperlukan suasana yang dijiwai oleh roh cinta kasih dan kebebasan injili artinya suasana yang membuat peserta didik merasa diterima, diteguhkan, diberdayakan untuk semakin berkembang.

Dengan demikian, iman peserta didik semakin berkembang dan dewasa dalam iman, sehingga dengan iman yang dalam peserta didik mampu menghayati nilai-nilai ke Charitasan yang ditanamkan di sekolah, yang ditawarkan oleh Yesus Kristus sendiri yang rela mati untuk memperjuangkan nilai hidup. Baik di dalam PAK mau pun penghayatan nilai-nilai ke Charitasan yang di laksanakan 6 jam pertemuan yakni hari senin, selasa dan kamis di harapkan peserta didik menjadi manusia injili yang menghayati nilai hakiki seperti Yesus Kristus. Untuk itu peranan guru PAK sangat penting untuk mengenalkan kasih Kristus .


(57)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Untuk mengetahui tentang Peranan Pendidikan Agama Katolik bagi Penghayatan nilai-nilai ke Charitasan kelas VIII Tahun Ajaran 2014/2015 SMP Charitas Lebak Bulus, Jakarta Selatan diadakan penelitian. Adapun metodologi penelitian sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini menggunakan jenis penelitian Ex Post Facto. Penelitian Ex Post Facto merupakan suatu penelitian yang dilakukan untuk meneliti suatu peristiwa yang terjadi dan kemudian melihat kembali ke belakang untuk mengetahui faktor- faktor yang dapat menimbulkan kejadian tersebut. (Riduwan, 2010: 50). Pengertian tersebut hampir sama dengan pendapat Sugiyono (1999: 7) yang menyatakan bahwa Penelitian Ex Post Facto adalah suatu penelitian yang dilakukan untuk meneliti suatu kejadian atau peristiwa yang telah ada dengan melihat ke belakang faktor- faktor yang relevan yang mempengaruhi atau menimbulkan kejadian atau peristiwa tersebut (Sugiyono, 1999: 7).

2. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode survai, yaitu metode penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data sampel yang diambil dari populasi tersebut (Riduwan, 2010: 49).


(58)

3. Tempat dan Waktu Penelitian a. Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah SMP Charitas Jakarta, yang beralamat di Jl. Mawar Indah no. 75 Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan. Sekolah ini dipilih karena pada mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik, siswa semua mengikuti Pelajaran Pendidikan Agama Katolik murni tanpa terkecuali dan bukan religiusitas serta banyak kegiatan PAK yang dilaksanakan di sekolah tersebut.

b. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 28 Agustus- 6 September 2014. Waktu yang digunakan untuk meneliti menggunakan waktu yang telah disediakan oleh pihak sekolah bagi peneliti untuk melaksanakan penelitian tersebut.

4. Responden Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri objek/ subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010: 117). Keseluruhan jumlah peserta didik SMP Charitas kelas VIII , Lebak Bulus, Jakarta Selatan 96 orang peserta didik dengan jumlah peserta didik laki-laki ada 47 orang, dan jumlah peserta didik perempuan 49 orang. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Purposive Sampling. Teknik Purposive Sampling adalah


(59)

teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2014: 124).

Pertimbangan tertentu ini misalnya orang tersebut dianggap paling tahu tentang apa yang diharapkan peneliti. Teknik Purposive Sampling ini ditujukan kepada semua peserta didik kelas VIII B, VIII C SMP Charitas, Lebak Bulus Jakarta Selatan , semua tanpa terkecuali , yaitu peserta didik kelas VIII B berjumlah 32 dan kelas VIII C berjumlah 32 orang. Jumlah keseluruhannya adalah 64 peserta didik . Namun dalam pengambilan sampel menggunakan Teknik purposive Sampling. dalam penelitian ini peneliti mengambil sampel 60 orang. Sampel ini ditentukan berdasarkan pertimbangan bahwa peserta didik telah mendapatkan mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik murni serta kegiatan-kegiatan yang ada di sekolah.

5. Definisi Operasional.

a. PAK adalah pendidikan iman yang diselenggarakan oleh Gereja melalui lembaga-lembaga sekolah. PAK dilaksanakan oleh sekolah SMP Charitas 6 jam pertemuan dalam satu minggu untuk membantu peserta didik semakin beriman kepada Yesus Kristus sehingga nilai-nilai Kerajaan Allah terwujud ditengah-tengah hidup peserta didik yang wajib di ikuti oleh semua peserta didik SMP Charitas sesuai perjanjian dengan orang tua peserta didik.

b. Nilai-nilai ke Charitasan merupakan sesuatu yang berharga dan memberi arah hidup bagi peserta didik dalam penghayatannya. pembelajaran yang di berikan secara khusus kepada peserta didik, dilaksanakan 6 jam pertemuan dalam


(1)

[1]

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN

KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK (IPPAK) Jl. Ahmad Jazuli 2, Tromolpos 75 Yogyakarta 55002

Telp. (0274) 589035, 541642 – Fax (0274) 541641 Nomor : 01/Pnlt/IPPAK/V/2014

Lampiran :

Hal :Permohonan izin penelitian

Kepada Yth

Kepala Sekolah

SMP Charitas Lebak Bulus, Jakarta Selatan

Di tempat

Dengan Hormat.

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Kristina Suparti

NIM : 101124018

Prodi : Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Jurusan : Ilmu Pendidikan

Semester : IX

Menyatakan permohonan izin untuk melaksanakan penelitian untuk menyelesaikan skripsi dengan ketentuan sebagai berikut:

Tempat : SMP Charitas, Jakarta Selatan

Kelas : VIII

Waktu : Bulan Agustus 2014

Topik/Judul : PERANAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK BAGI PERKEMBANGAN KARAKTER SISWA KELAS VIII TAHUN AJARAN 2014/2015 SMP CHARITAS LEBAK BULUS, JAKARTA SELATAN


(2)

[2]

Yogyakarta, 26 Agustus 2014

Dosen Pembimbing Penelitian Pemohon

Dra. Yulia Supriyati, M.Pd Kristina Suparti

Mengetahui

Kaprodi


(3)

[3]

SKALA PENGUKURAN PERANAN PAK BAGI PENGHAYATAN NILAI-NILAI KE CHARITASAN KELAS VIII SMP CHARITAS LEBAK BULUS, JAKARTA SELATAN

Anak-anak yang terkasih Suster mohon anak-anak mengisi formulir angket dengan sejujur-jujurnya dengan memberi tanda silang (X) pada kolom yang sesuai dengan keadaan anda!

Nama :

Usia :

Kelas :

Keterangan :

SS : Sangat Setuju (5)

S :Setuju (4)

RR : Ragu-ragu (3)

TS : Tidak Setuju (2)

STS : Sangat tidak Setuju (1)

NO Pernyataan SS S RR TS STS 1 Pendidikan agama katolik banyak membantu saya

menjadi bijaksana.

2 Tujuan agama katolik dalam pendidikan iman yang holistik untuk mengembangkan pengetahuan, sikap dan perilaku saya.

3 Saya mengikuti jalan salib setiap hari jumaat selama masa prapaskah dapat mengembangkan


(4)

[4]

iman saya.

No Pernyataan SS S RR TS STS 4 Rekoleksi yang di adakan oleh sekolah membantu

saya semakin mengenal Tuhan Yesus

5 Renungan pagi sebelum pelajaran mengganggu konsentrasi saya

6 Saya dapat merasakan kehadiran Tuhan dalam hidup

7 Guru PAK memiliki hati yang tulus dalam mengajar saya.

8 Metode yang di gunakan guru PAK dalam mengajar membantu saya

9 Suasana yang di jiwai kebebasan injili dalam kelas sangat menggembirakan saya

10 Materi PAK yang diberikan guru PAK kepada saya mudah dipahami

11 Saya menolong orang lain tanpa membeda-bedakan dengan dasar kasih

12 Saya sudah terbiasa hidup sederhana

13 Saya mampu mengampuni teman yang telah menyakiti hati saya

14 Siswa yang tidak mengerjakan PR diberikan sanksi yang sesuai bukan dengan hukuman fisik

15 Saya tidak iri hati jika teman saya mendapat nilai yang bagus


(5)

[5]

SURAT PERNYATAAN ORANG TUA DAN CALON PESERTA DIDIK SMP CHARITAS JAKARTA

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya

Nama lengkap :_______________________________________________________

Agama : _______________________________________________________

Alamat rumah : _______________________________________________________

Telephon/HP/Fax. _________________________________________

Adalah orang tua calon peserta didik SMP Charitas Jakarta

Nama lengkap : _______________________________________________________

Nomor pendaftaran :_________________________________________________________

Menyatakan bahwa,

1. Akan memperhatikan kepentingan belajar anak kami di SMP Charitas ini.

2. Akan mendukung, membantu dan siap terlibat dalam semua kegiatan yang diprogramkan oleh pihak sekolah.

3. Akan bekerjasama dengan pihak sekolah untuk kemajuan pendidikan dan pembinaan anak kami.

4. Akan selalu dating memenuhi undangan / panggilan dari pihak sekolah.

5. Tidak berkeberatan anak kami menerima pelajaran Pendidikan Agama Katolik di sekolah dan Pendidikan Agama yang dianut anak menjadi tanggung jawab kami selaku orang tua.

6. Bila anak kami sudah diterima tetapi mengundurkan diri, maka segala jenis keuangan yang sudah masuk tidak dapat ditarik kembali.

7. Tidak melakukan wawancara ulang, bila sudah ada kesepakatan yang sudah ditandatangani mengenai besaran biaya-biaya sekolah

8. Bila anak kami keluar /pindah sekolah, sanggup melunasi uang IPS,SPP dan uang yang sudah yang sudah dibayarkan tidak akan kami tarik kembali.

9. Sanggup melunasi uang IPS, DPP selambat-lambatnya pada awal masuk/ sesuai perjanjian dan membayar SPP selambat-lambatnya tanggal 15 setiap bulannya.

10.Jika anak kami terbukti membawa/ memakai narkoba, merokok, berkelahi dan mencuri, siap dikeluarkan dari sekolah.


(6)

[6]

11.Sanggup menerima putusan lain dari kepala seklah, bila pernyataan kami tidak sesuai dengan kenyataan

12.Sanggup/ wajib mengikuti tata tertib sekolah sesuai yang berlaku.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan penuh kesadaran.

Jakarta, _______________________

Yang menyatakan

Calon Peserta Didik Orang tua/Wali,

______________________ _________________________

Nama Jelas Nama Jelas

Catatan: