Latar Belakang Peranan pendidikan Agama Katolik bagi penghayatan nilai-nilai ke Charitasan siswa kelas VIII tahun ajaran 2014/2015 SMP Charitas Lebak Bulus, Jakarta Selatan.

pendidikan yang lebih baik, khususnya pendidikan SMP Charitas Lebak Bulus Jakarta Selatan.

B. Identifikasi masalah

Identifikasi ini dimaksudkan sebagai penegasan batas-batas permasalahan, sehingga cakupan penelitian tidak keluar dari tujuannya. Azwar., 1997:28 Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan dalam penelitian ini dapat di identifikasikan sebagai berikut: PAK di sekolah dianggap kurang penting dan membosankan pada hal itu pembentukan pribadi peserta didik dalam menghayati nilai-nilai ke Charitasan. Kendala dalam penghayatan nilai-nilai ke Charitasan misalnya kegembiraan, sederhana, cintakasih dan persaudaraan. kurang disiplin, terjadinya kesalahpahaman melalui tutur kata yang kurang baik serta peserta didik tersebut berasal dari keluarga yang sangat sibuk, kurang perhatian dari orang tua sehingga peserta didik membuat masalah di sekolah. Selain itu beragam masalah, menjadi kendala dalam pelaksanaan PAK. Di SMP Charitas disajikan juga pengetahuan tentang ke Charitasan di harapkan PAK mendukung nilai-nilai ke Charitasan.

C. Batasan Masalah

Penulis menyadari bahwa topik tersebut sangat luas dan berbagai keterbatasan yang ada, maka penelitian ini akan dibatasi pada Peranan Pendidikan Agama Katolik bagi Penghayatan nilai-nilai ke Charitasan siswa Kelas VIII Tahun Ajaran 2014 2015 SMP Charitas Lebak Bulus, Jakarta Selatan

D. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah tersebut, maka rumusan permasalahan dalam penelitian ini, antara lain: 1. Apa arti Pendidikan Agama Katolik di Sekolah Menengah Pertama Charitas Lebak Bulus, Jakarta Selatan 2. Bagaimana peserta didik dalam menghayati nilai-nilai ke Charitasan ? 3. Apa peranan PAK dalam penghayatan nilai-nilai ke Charitasan bagi peserta didik kelas VIII SMP Charitas Lebak Bulus, Jakarta Selatan?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini, antara lain: 1. Mengetahui sejauh mana peserta didik kelas VIII menghayati nilai-nilai ke Charitasan yang ada di sekolah SMP Charitas Lebak Bulus Jakarta, Selatan 2. Apa peranan PAK dan nilai-nilai ke Charitasan bagi peserta didik kelas VIII SMP Charitas Lebak Bulus Jakarta, Selatan

F. Manfaat Penelitian

Penelitian tersebut diharapkan dapat bermanfaat untuk: 1. Menambah wawasan yang luas secara teoritis tentang peranan PAK di Sekolah bagi peserta didik kelas VIII SMP Charitas Lebak Bulus, Jakarta Selatan. 2. Menumbuhkan minat peserta didik SMP kelas VIII dalam mengikuti mata pelajaran PAK serta kegiatan-kegiatan rohani sehingga peserta didik semakin memiliki iman yang mendalam. 3. Para pendamping memperoleh sumbangan dalam mendampingi peserta didik dan mampu menghayati nilai-nilai ke Charitasan SMP Charitas Lebak Bulus. 4. Peserta didik SMP Charitas Lebak Bulus Jakarta semakin memahami dan menyadari pentingnya peranan Pendidikan Agama Katolik bagi penghayatan nilai-nilai hidup sehari-hari.

G. Sistematika Penulisan

BAB 1 : Pendahuluan, dalam hal ini penulis menguraikan tentang latar belakang, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, sistematika dan penulisan skripsi BAB II : Landasan teori , BAB III : Metodologi penelitian menguraikan objek penelitian, variabel penelitian, metode penelitian dan metode analisis data BAB IV : Hasil penelitian dan pembahasan BAB V : Kesimpulan dan Saran

BAB II LANDASAN TEORI

A. Pendidikan Agama Katolik

1. Pengertian Pendidikan

Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan potensi peserta didik yang meliputi potensi intelektual, sikap atau perilaku, dan keterampilan. Selain itu, pendidikan juga merupakan aktifitas terencana yang diselenggarakan melalui keluarga yang disebut pendidikan non formal dan melalui pendidikan formal di sekolah-sekolah. Tentunya, pendidikan berperan untuk membentuk manusia muda yang utuh dan integrasi Driyakara, 1980; 16. Sedangkan, Lawrence Cermin dalam Groome, 2010;29 mengartikan pendidikan sebagai usaha sengaja, sistematis, dan terus menerus untuk menyampaikan, menimbulkan atau memperoleh pengetahuan, sikap-sikap, nilai-nilai, keahlian- keahlian, atau kepekaan-kepekaan, juga setiap akibat dari usaha itu. Alfred North Whitehead dalam Groome,2010;30 mengartikan pendidikan adalah bimbingan bagi individu untuk memahami seni kehidupan; prestasi- prestasi yang paling lengkap dari pelbagai kegiatan yang mengekspresikan potensi-potensi makhluk hidup ketika berhadapan dengan lingkungannya yang sebenarnya. Karena itu, pendidikan mewajibkan pendekatan holistik terhadap manusia yang memperhatikan seluruh seni kehidupan, serta potensi-potensi peserta didik dalam konteks lingkungan sosial. Hal ini dipertegas oleh para teorikus pendidikan Yunani kuno bahwa pendidikan tidak hanya membatasi pada intelektualisme yang sempit, hanya urusan pikiran, akan tetapi pendidikan menekankan pikiran yang sehat, tubuh yang sehat, dan kebajikan-kebajikan yang berkembang. Pendidikan yang baik harus bersifat kognitif, afektif, dan tingkah laku. Hal senada pun ditegaskan dalam Kitab Hukum Kanonik KHK. 795, demikian: Pendidikan yang sejati adalah pendidikan yang meliputi pembentukan pribadi manusia seutuhnya, yang memperhatikan tujuan akhir manusia dan sekaligus pula kesejahteraan umum dari masyarakat, maka anak-anak dan kaum muda hendaknya dibina sedemikian sehingga dapat mengembangkan bakat-bakat fisik, moral, dan intelektual mereka secara harmonis, agar mereka memperoleh rasa tanggung jawab yang lebih sempurna dan dapat menggunakan kebebasan mereka dengan benar, dan terbina pula untuk berperan-serta secara aktif dalam kehidupan sosial KWI, 2011: 230. Pernyataan KHK di atas menunjukkan bahwa pendidikan adalah kata kunci dalam setiap usaha untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dengan demikian, pendidikan adalah proses pengangkatan manusia muda sampai sedemikian tingginya sebagai manusia dan membudayakan diri. Jadi, pendidikan adalah kegiatan yang fundamental bagi manusia. Dengan kata lain, pendidikan adalah suatu proses pendewasaan; dalam arti kemampuan untuk mengarahkan diri secara mandiri dan bertanggung jawab. Seluruh proses pendidikan tersebut merupakan bimbingan ke arah kemandirian diri sendiri dan kemandirian dalam masyarakat Djokopranoto, 2011: 90-91.

2. Pengertian Pendidikan Agama Katolik

Umat Kristen telah menjadi ciptaan baru dan disebut putra-putri Allah berkat kelahiran dari air dan Roh Kudus. Karena itu, semua orang Kristen berhak menerima Pendidikan Agama Katolik. PAK adalah usaha yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memperteguh iman dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan ajaran katolik. Tentunya, usaha tersebut juga tetap memperhatikan penghormatan terhadap agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama di tengah masyarakat. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan persatuan nasional Mohamad Nuh, 2013: 2. Mary Boys dalam Heryatno, 2008;22 mengartikan PAK merupakan suatu cara jalan membuka peluang selebar-lebarnya bagi para peserta didik agar sampai kepada kekayaan tradisi. Mangunwijaya dalam Heryatno, 2008; 16 memaparkan bahwa hakikat dasar PAK adalah sebagai komunikasi iman. PAK itu bukan pengajaran agama melainkan komunikasi pengalaman beriman. Sebagai komunikasi iman, PAK menekankan sifatnya yang praktis dan selalu mengarah pada perkembangan. Dengan kata lain, PAK menjadi mediasi perkembangan iman yang berlangsung secara terus menerus. Dengan demikian, PAK merupakan pendidikan yang bervisi spiritual Heryatno, 2008: 16. Pengertian PAK dapat dipahami sebagai proses pendidikan iman yang diselenggarakan oleh Gereja melalui lembaga-lembaga pendidikan untuk membantu peserta didik agar semakin beriman kepada Tuhan Yesus Kristus, sehingga nilai-nilai Kerajaan Allah sungguh terwujud di tengah-tengah hidup peserta didik. Pendidikan iman katolik di sekolah merupakan salah satu usaha untuk memampukan peserta didik berinteraksi berkomunikasi, memahami, menggumuli dan menghayati iman. Karena itu, dengan kemampuan berinteraksi antara pemahaman iman, pergumulan iman, dan penghayatan iman, iman peserta