dan meninggalkan labu alas bulat. Uap tersebut akan memasuki pendingin dan akan berubah menjadi cair kembali dan ditampung pada labu penampung.
Setelah larutan pada labu alas bulat hampir teruapkan semua, suhu air diturunkan dan alat dimatikan. Akan diperoleh hasil dispersi padat berupa
campuran semipadat dengan viskositas tinggi. Campuran tersebut dimasukkan oven dengan suhu 30
o
-50
o
C selama beberapa hari hingga bobot konstan dan diperoleh padatan yang adalah hasil dispersi padat ekstrak temulawak.
Padatan digerus hingga halus dan diayak dengan ayakan no. mesh 50, kemudian didapatkan serbuk dan disimpan dalam desikator dan tertutup
aluminium foil karena dalam serbuk terbuat dari PVP K30 yang bersifat sangat higroskopis serta kurkumin yang fotosensitif. Serbuk dalam jumlah 500 mg
dimasukkan dalam kapsul no. 00 untuk dilakukan uji disolusi.
B. Pembuatan Campuran Fisik
Campuran fisik dibuat dengan mencampurkan ekstrak temulawak dengan PVP K30 secara homogen menggunakan mortar dan pengaduk kaca. Tidak
digunakan stemper untuk mengurangi resiko adanya tekanan saat pengadukan yang dapat mengubah bentuk partikel ekstrak temulawak.
Campuran fisik dibuat sama pada proporsi yang sama dengan formula dispersi padat, yaitu 1:1, 1:2, dan 1:4 ekstrak temulawak : PVP K30. Campuran
fisik kemudian dimasukkan ke dalam kapsul no. 00 dan diuji disolusinya untuk dibandingkan dengan dispersi padat.
C. Pembuatan Fase Gerak
Fase gerak pada penelitian ini menggunakan komposisi fase gerak dari penelitian Sudibyo Martono pada tahun 1996, yaitu dengan kloroform : etanol :
aquadest 25 : 0,96 : 0,004. Pemilihan fase gerak mempengaruhi waktu retensi pemisahan komponen-komponen di dalam formula dispersi padat yang dibuat.
Sistem kromatografi KLT-Densitometri pada penelitian ini merupakan kromatografi dengan fase normal, karena fase gerak bersifat non polar, sedangkan
fase diamnya, yaitu silika gel 60 GF254 bersifat lebih polar dari fase geraknya.
D. Penetapan Panjang Gelombang Maksimum
Tujuan dari penetapan panjang gelombang maksimum adalah mendapatkan panjang gelombang yang paling baik untuk pengukuran kurkumin
secara KLT-densitometri dalam artian panjang gelombang yang mampu menunjukkan sensitifitas yang baik saat dilakukan pengukuran berulang dengan
panjang gelombang tersebut. Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan dengan melakukan
pengukuran menggunakan seri baku kurkumin 50 gml, 200 gml, dan 350 gml dan direplikasi sebanyak 3 kali. Dari hasil pengukuran diamati absorbansi
maksimum yang diberikan, dan akan digunakan sebagai panjang gelombang untuk pengukuran selanjutnya. Tujuan dari penggunaan 3 seri konsentrasi ini untuk
melihat apakah pada konsentrasi yang dianggap mewakili seluruh konsentrasi pada seri baku ini dihasilkan spektrum serapan maksimum yang sama. Scanning
panjang gelombang maksimum kurkumin dilakukan pada panjang gelombang 400-500 nm, karena panjang gelombang maksimum teoretis kurkumin adalah 425