BAB 5 PEMBAHASAN
5.1. Pengaruh Faktor Predisposisi terhadap Pemanfaatan Penolong Persalinan
Faktor prediposisi dalam penelitian ini meliputi pendidikan, pengetahuan, sikap dan sosial budaya
5.1.1. Pengaruh Pendidikan terhadap Pemanfaatan Penolong Persalinan
Berdasarkan hasil analisis uji chi-square pada variabel pendidikan, diperoleh nilai p
= 0,845 α 0,05, artinya tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel pendidikan terhadap pemanfaatan penolong Persalinan. Berdasarkan uji bivariat
menunjukan 58,0 ibu yang berpendidikan SMASederajat memanfaatkan tenaga profesional sebagai penolong persalinan. Sedangkan ibu yang berpendidikan
SDSMPSederajat sebanyak 54,8 memanfaatkan tenaga profesional sebagai penolong persalinan. Hasil analisis menunjukan bahwa tidak ada pengaruh antara
pendidikan dengan pemanfaatan penolong Persalinan. kenyataan di lapangan menunjukan bahwa faktor pendidikan bukan
merupakan variabel mutlak yang mempengaruhi ibu untuk memanfaatkan penolong Persalinan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang bukan berarti semakin baik
pula pengetahuannya terutama pengetahuan tentang tenaga penolong persalinan yang profesional, tenaga kesehatan apa yang berhak dan berwenang menolong proses
persalinan seorang ibu. Tingginya pendidikan seseorang belum tentu merubah perilaku orang tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Pendidikan memang penting karena merupakan dasar dari mengertinya seseorang dalam hal menerima informasi. Informasi dapat lebih muda diterima dan
diadopsi pada orang yang mempunyai pendidikan lebih tinggi daripada pendidikan rendah. Umumnya masyarakat sadar akan pentingnya pendidikan untuk bekal
kehidupan di masa depan, dengan pendidikan mereka bisa baca, tulis dan berhitung sehingga tidak dibodohin orang lain. Hal ini bertolak belakang dengan penelitian
Amirudin 2006 yang menyatakan bahwa pendidikan ibu berpengaruh dengan pemilihan tenaga penolong Persalinan. Pendidikan dapat Memengaruhi daya
intelektual seseorang dalam memutuskan suatu hal, termasuk penolong Persalinan. Pendidikan yang kurang menyebabkan daya intelektualnya masih terbatas sehingga
perilakunya masih dipengaruhi oleh keadaan sekitarnya sedangkan seseorang dengan tingkat pendidikan lebih tinggi memiliki pandangan lebih tentang suatu hal dan lebih
mudah untuk menerima ide atau cara kehidupan baru. Menurut Notoatmodjo 2003
Pendidikan dapat mendukung pengetahuan bagi responden . pendidikan kesehatan atau penyuluhan kesehatan memegang peranan
penting untuk menunjang program-program kesehatan yang lain. Pendidikan kesehatan tidak dapat terlihat segerah dan tidak dapat diukur dengan mudah, karena
pendidikan merupakan Behavioral Investment jangka panjang dilihat beberapa tahun
kemudian. Konsep dasar dari pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti di dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, perubahan kearah
yang lebih baik, lebih dewasa dan lebih matang sehingga dapat menghasilkan perubahan perilaku pada diri individu, kelompok atau masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Koentjoroningrat 1997 menyatakan pendidikan adalah kemahiran menyerap
pengetahuan akan meningkat sesuai dengan pendidikan seseorang dan kemampuan
ini berpengaruh erat dengan sikap seseorang terhadap pengetahuan yang diserapnya. Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin mudah untuk dapat menyerap
pengetahuan. Menurut penelitian Permata 2002 bahwa mereka yang mempunyai
pendidikan yang setingkat SLTA ke atas dan pengetahuan kategori baik cendrung memanfaatkan pelayanan kesehatan oleh tenaga profesional. Sejlan juga dengan
penelitian Amiruddin 2006, bahwa 85,1, responden dengan pendidikan SLTASeerajat memilih tenaga kesehatan sebagai tenaga penolong persalinn
sementara responden dengan pendidikan kurang hanya sebesar 23,9 yang memilih dukun bayi sebgai tenaga penolong Persalinan.
5.1.2. Pengaruh Pengetahuan Ibu terhadap Pemanfaatan Penolong Persalinan