memilih dukun bayi 5 kali mempunyai sikap kurang setuju dibandingkan ibu bersalin dengan sikap setuju. Namun hasil regresi logistic tidak menunjukkan pengaruh
signifikan dengan pemilihan pertolongan Persalinan. Menurut Indrawati 2003 tentang pemanfaatan pelayanan penolong
Persalinan oleh tenaga kesehatan responden responden 73 mempunyai sikap negatif dan hanya 27 yang memiliki sikap positif terhadap pemanfaatan layanan
penolong Persalinan oleh tenaga kesehatan.
5.1.4. Pengaruh Sosial Budaya Ibu terhadap Pemanfaatan Penolong Persalinan
Hasil analisis bivariat menunjukkan ibu dengan sosial budaya baik 78,5 memanfaatkan tenaga profesional sebagai penolong persalinan, sedangkan ibu
dengan sosial budaya tidak baik hanya 43,5 memanfaatkan tenaga profesional sebagai penolong persalinan. Berdasarkan hasil uji chi-square antara variabel sosial
budaya terhadap pemanfaatan penolong persalinan diperoleh nilai p = 0,000 α
0,05, artinya ada pengaruh yang signifikan antara variabel sosial budaya terhadap pemanfaatan penolong persalinan. Menurut pendapat peneliti faktor budaya
mempunyai pengaruh terhadap pemamfaatan penolong persalinan di wilayah kerja Puskesmas Binjai Serbangan mengingat masih ada beberapa daerah yang relatif sulit
dijangkau oleh fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan. Budaya yang masih melekat di masyarakat bawah perempuan masih dipandang sebagai makhluk inferior,
sementara laki-laki mahluk superior dan menentukan segala-galanya, dan mengharuskan suami ikut tinggal dirumah istrimertua setelah menikah,
menyebabkan segala keputusan terkait dengan kesehatan reproduksi perempuan tidak
Universitas Sumatera Utara
dapat didukung oleh suami secara maksimal karena adanya campur tangan mertuaorang tua pada kehamilan dan Persalinan istri, kemudian keyakinan dan sikap
pasrah dari masyarakat bahwa segala sesuatu yang terjadi merupakan takdir yang tak dapat dihindarkan. Sejumlah faktor juga memberikan peranan dalam proses ini, mulai
dari ada tidaknya faktor resiko kesehatan ibu, pemilihan penolong persalinan, keterjangkauan dan ketersediaan pelayanan kesehatan, kemampuan penolong
persalinan sampai sikap keluarga dalam menghadapi keadaan gawat. Responden yang memiliki sosial budaya yang baik tapi tidak memanfaatkan
penolong persalinan
Menurt Azwar 2004 Kebudayaan dimana kita hidup mempunyai pengaruh yang besar terhadap pembentukan sikap. Dalam kehidupan di masyarakat, sikap
masyarakat diwarnai dengan kebudayaan yang ada di daerahnya yang profesional pada umumnya dikarenakan keputusan
terhadap perawatan medis apa yang akan dipilih harus dengan persetujuan kerabat yang lebih tua atau keputusan berada di tangan suami yang seringkali menjadi panik
melihat keadaan krisis yang terjadi. Kepanikan dan ketidaktahuan akan gejala-gejala tertentu saat persalinan dapat menghambat tindakan yang seharusnya dilakukan
dengan cepat. Tidak jarang pula nasehat-nasehat yang diberikan oleh teman atau tetangga Memengaruhi keputusan yang diambil. Keadaan ini seringkali pula
diperberat oleh faktor geografis, dimana jarak rumah si ibu dengan tempat pelayanan kesehatan cukup jauh, tidak tersedianya transportasi, atau oleh faktor kendala
ekonomi dimana ada anggapan bahwa membawa si ibu ke rumah sakit akan memakan biaya yang mahal.
Universitas Sumatera Utara
Sejalan dengan penelitian Bagus 2001 bahwa lingkungan sosial dan adat istiadat merupakan variabel paling berpengaruh dengan pemilihan penolong
Persalinan, secara proporsi menunjukan 83,91 ibu yang mempunyai lingkungan sosial yang kurang mendukung memilih bayi untuk pertolongan Persalinan
dibandingkan penolong Persalinan oleh bidan 16,09. Menurut Sumaryoto 2003 faktor nan medis terbukti merupakan faktor
dominan yang memberikan kontribusi terhadap kematian ibu karena hamil, melahirkan dan nifas. Apalagi saat ini belum semua masyarakat siap melaksanakan
perubahan perilaku, pengaruh sosial budaya yng bias gender dan masih kurangnya informasi serta kemampuan menerima dan menyerap informasi.
5.2. Pengaruh Faktor Pendukung terhadap Pemanfaatan Penolong Persalinan