Koentjoroningrat 1997 menyatakan pendidikan adalah kemahiran menyerap
pengetahuan akan meningkat sesuai dengan pendidikan seseorang dan kemampuan
ini berpengaruh erat dengan sikap seseorang terhadap pengetahuan yang diserapnya. Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin mudah untuk dapat menyerap
pengetahuan. Menurut penelitian Permata 2002 bahwa mereka yang mempunyai
pendidikan yang setingkat SLTA ke atas dan pengetahuan kategori baik cendrung memanfaatkan pelayanan kesehatan oleh tenaga profesional. Sejlan juga dengan
penelitian Amiruddin 2006, bahwa 85,1, responden dengan pendidikan SLTASeerajat memilih tenaga kesehatan sebagai tenaga penolong persalinn
sementara responden dengan pendidikan kurang hanya sebesar 23,9 yang memilih dukun bayi sebgai tenaga penolong Persalinan.
5.1.2. Pengaruh Pengetahuan Ibu terhadap Pemanfaatan Penolong Persalinan
Berdasarkan analisis bivariat menunjukkan hasil 51,6 menunjukan bahwa pengetahuan ibu baik memanfaatan tenaga profesional sebagai penolong persalinan.
Sedangkan 50,5 ibu dengan pengetahuan tidak baik memanfaatkan tenaga profesional sebagai penolong persalinan. Berdasarkan hasil uji chi-square antara
variabel pengetahuan terhadap pemanfaatan penolong persalinan diperoleh nilai p = 0,030
α 0,05, artinya ada pengaruh yang signifikan antara variabel pengetahuan terhadap pemanfaatan penolong persalinan. Menurut analisis peneliti bahwa
pengetahuan mencerminkan keeratan pengaruh secara parsial dengan penolong persalianan, artinya semakin baik pengetahuan ibu tentang memanfaatan penolong
Universitas Sumatera Utara
Persalinan maka kecendrungan ibu memilih penolong Persalinan pada bidan atau dokter spesialis kandungan semakin tinggi. Pengetahuan memegang peranan penting
dalam membawa seseorang berpikir dan berusaha untuk melakukan tindakan yang benar. Pengetahuan merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan dalam rangka
perubahan pola pikir dan perilaku dalam masyarakat. Pengetahuan ini terkait dengan lingkungan dimana responden menetap. Selain itu, keterpaparan dengan media
komunikasi akan Memengaruhi kadar pengetahuannya. Tidak mungkin mereka dapat terpapar dengan kondisi yang up to date sementara daerah tempat tinggalnya jauh
dari keramaian dan keterjangkauan sarana pelayanan publik. Kenyataan yang peneliti dapatkan dilapangan pengetahuan ibu tentang
pemanfaatan penolong Persalinan yang cukup ternyata tidak menjadi faktor yang mutlak, masih banyak faktor-faktor lain yang Memengaruhi seperti pemahaman,
kepercayaan dan penilaian seseorang terhadap suatu objek yang dimiliki masyarakat tentang tenaga penolong Persalinan, masyarakat berpendapat bahwa setiap tenaga
kesehatan wanita pasti bisa menolong Persalinan tidak perduli apakah tenaga kesehatan itu berlatar belakang pendidikan perawat, perawat gigi, kesehatan
lingkungan, dokter umum, analis atau bidan. Pendapat Anderson dalam Widawati 2008 mengemukakan bahwa
pengetahuan sangat memengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan untuk menggunakan pelayanan kesehatan, konsukuensi dari pelayanan yang memuaskan
adalah adanya keinginan kembali berobat dan bila tidak memuaskan akan beralih ke tempat lain. Selain itu juga sesuai dengan hasil penelitian Juliwanto 2009 yaitu ada
Universitas Sumatera Utara
pengaruh yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan pemilihan tenaga penolong Persalinan.
Menurut penelitian Kamil 2006, pemanfaatan pertolongan Persalinan oleh tenaga profesinal bidan atau dokter spesialis kandungan di masyarakat masih sangat
rendah dibandingkan dengan indikator yang diharapkan. Hal ini disebabkan oleh faktor ibu seperti pengetahuan, sikap terhadap keputusan untuk memanfaatkan tenaga
ahli dalam pertolongan Persalinan. Menurut Notoatmodjo 2005, pengetahuan merupakan indikator dari orang
melakukan tindakan terhadap sesuatu, jika seseorang didasari oleh pengetahuan yang baik terhadap kesehatan maka orang tersebut akan memahami bagaimana kesehatan
itu dan mendorong untuk mengaplikasikan apa yang dikethuinya.
5.1.3. Pengaruh Sikap Ibu terhadap Pemanfaatan Penolong Persalinan