Latar Belakang Pendirian Tiga Organisasi Mahasiswa Islam

C. Latar Belakang Pendirian Tiga Organisasi Mahasiswa Islam

Sepanjang dua puluh dua tahun lamanya dari Kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945 hingga masa Demokrasi Terpimpin tahun 1966 pergerakan organisasi mahasiswa telah berdiri dan mengalami dinamika pergerakan tersendiri. Dalam mengawal Republik yang masih muda telah terjadi pertentangan antar strukturasi kekuasaan. Pergerakan mahasiswa masing-masing mengalami hambatan masing-masing dari sebuah penyelenggaraan demokrasi. Pada masa Demokrasi Terpimpin, Partai Politik ( Parpol ) merupakan proseduralisasi untuk merebut basis massa. Lalu secara otomatis telah tercipta organisasi-organisasi sayap ( onderbouw ) yang mempunyai landasan ideologi. Seperti : PNI dengan GMNI, PKI

25 Ibid.

26 Ibid.

dengan CGMI, PSI dengan Gemsos, dan HMI dengan Masjumi. 27 Konstruksi semacam ini sengaja diciptakan untuk mempertahankan basis massa pada segmentasi kemahasiswaan dan yang kedua untuk kaderisasi atau pendidikan politik akar rumput.

I. Berdirinya Himpunan Mahasiswa Islam

Pertemuan empat belas mahasiswa Sekolah Tinggi Islam ( STI ) di Yogyakarta seperti Lafran Pane, Kamoto Zarkasji, Dahlan Husein, Suwali, Jusdi Ghazali, Mansjur, M. Anwar, Hasan Basri, Marwan, Zulkarnaen, Tajeb Razak, Toha Mashudi, dan dua mahasiswi yakni Bidron Hadi dan Maisaroh Hilal. Diantara mereka yang paling menonjol adalah Lafran Pane yang mempunyai gagasan untuk mendirikan HMI. Lalu Lafran Pane juga bertemu dengan pengajar- pengajar STI mereka yang merupakan cendekiawan Islam modernis seperti Kahar Muzakkir, Mohammad Rasjidi, Fathurrahman Kafrawi, Kasman Singodimedjo, dan Prawoto Mangkusasmito.

27 Dijelaskan bahwa masing-masing gerakan mahasiswa mempunyai afiliasi organisasi politik ( orpol ) nasional atau underbow

seperti : GMNI dibawah PNI, CGMI dibawah PKI, dan GEMSOS dibawah PSI. Purnomo Sidi, “Gerakan Mahasiswa 66 dan Perubahan Politik Indonesia“. Skripsi. Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada. 1996. hlm. 218.

Para tokoh-tokoh muslim tadi menurut tipologi Deliar Noer merupakan corak kaum muda yang modernis lebih mengutamakan pembaharuan dalam paradigmatika Islam daripada mempertahankan

tradisi. 28 Maka tentu saja lebih rasional dan material dalam proses pembangunan agama Islam dengan diktum “ Merujuk kembali ke Al- Quran dan As-Sunnah“. 29 Dalam contoh tipologinya telah disebutkan berbagai perkumpulan ulama Minangkabau dan organisasi masyarakat Islam seperti Muhammadiyah dan Persatuan Islam.

Maka ini menurun kepada HMI, dari semua orang-orang yang berkecimpung dalam pendirian HMI. Mereka mempunyai hubungan kultural secara pemikiran Islam dengan Muhammadiyah entah mereka dapat dari organisasi maupun pendidikan Muhammadiyah. Bahkan seperti Maisaroh Hilal merupakan aktivis Aisyiyah yang

28 Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia ( Jakarta: LP3ES,1996), hlm. 7.

29 Islam Modernis secara aliran pemikiran bersumber orisinalitas wahyu yang diturunkan dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Prinsip modernisme dalam Islam adalah orisinalitas akidah dan integrasi ilmu dan agama dalam bidang pendidikan masyarakat Islam. Para pelopornya di Arab, Mesir, dan India antara lain : Moh. Abdul Wahhab, Jamaludin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Sir Mohammad Iqbal. Lihat dalam Gibb, H.A.R. Aliran-Aliran Modern Dalam Islam Terj. Machnun Husein ( Jakarta: Rajawali Pers,1991) Prinsip modernisme dalam Islam adalah orisinalitas akidah dan integrasi ilmu dan agama dalam bidang pendidikan masyarakat Islam. Para pelopornya di Arab, Mesir, dan India antara lain : Moh. Abdul Wahhab, Jamaludin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Sir Mohammad Iqbal. Lihat dalam Gibb, H.A.R. Aliran-Aliran Modern Dalam Islam Terj. Machnun Husein ( Jakarta: Rajawali Pers,1991)

secara pemikiran Islam, HMI sama dengan Muhammadiyah. 30 Dalam bidang politik Islam, HMI juga juga mempunyai hubungan kultural dengan Masjumi seperti Mohammad Natsir, Wachid Hasjim, Anwar Tjokroaminoto, Wondoamiseno, dan Mas Mansur. Akan tetapi dalam pernyataan organisasi HMI sama sekali tidak ada perjanjian formal dengan Masyumi. Meskipun alumni- alumninya telah banyak yang meneruskan di Masyumi seperti Mintaredja yang merupakan mantan aktivis HMI Fakultas Hukum UGM.

30 Wawancara Said Tuhuleley, 2 Oktober 2012, Pkl 19:15 WIB. Di kediamannya Komplek Pesantren Mahasiswa Budi Mulia, Perumahan Banteng 3, Sleman Yogyakarta.

Para alumni-alumni HMI setuju dengan cita-cita Masyumi maka HMI telah dianggap oleh publik sebagai underbow dari Masyumi dan memang kala itu Masyumi menjadi satu-satunya partai umat Islam Indonesia. Hal itu tertera pada Kongres Umat Islam perdana di Madrasah Mu’allimin Yogyakarta pada tahun 1945. Maka HMI secara otomatis terdapat keterikatan politik Islam bersama Masyumi meskipun secara formal tidak diakui oleh Pengurus Besar

HMI terutama Dahlan Ranuwihardjo yang dekat dengan Soekarno. 31 Hal ini menyangkut posisional HMI yang selalu dijaga relatif-netral pada elit kekuasaan nasional maupun tingkat masyarakat sehingga mampu merekrut anggota mahasiswa muslim baik dari kalangan

modernis maupun tradisionalis. 32 Dan dalam Majalah Media 1955, HMI mempunyai komitmen selalu memelihara hubungan dengan partai-partai Islam dimanapun juga, meskipun dengan syarat tidak terikat dan tidak dipengaruhi dan tentu saja mempunyai hak

31 Yudi Latif, Inteligensia Muslim : Genealogi Inteligensia Muslim Indonesia Abad Ke-20 (Bandung: Mizan,2005), hlm. 426.

32 Ibid. Hlm 427.

pandangan sendiri. 33 Bahkan menurut pengakuan Ahmad Muhsin,

HMI sebagai intervensor Partai-Partai Islam. 34

Pasca menerima saran dalam beberapa diskusinya, Lafran Pane bersama tokoh-tokoh muslim pada bulan Nopember tahun 1946 mengumpulkan dan mengundang para mahasiswa muslim di tiga kampus Yogyakarta. Yakni Sekolah Tinggi Islam, Balai Perguruan Tinggi Indonesia Gadjah Mada, dan Sekolah Tinggi Teknik. Konsolidasi tersebut untuk menyampaikan gagasan dan prakarsa berdirinya HMI. Kemudian disusul pada tanggal 5 Februari 1947, Pane mengambil jam kuliah Tafsir yang diisi almarhum ulama Husein Yahya untuk mendirikan HMI. Sebagian yang dikumpulkan berasal dari kalangan aktivis Persyarikatan Mahasiswa Yogyakarta ( PMY ) dan Gerakan Pemuda Islam Indonesia ( GPII ). Akan tetapi pada penyampaian gagasan awal Pane yang disuarakan GPII telah ditolak Masyumi karena Pane dianggap asing dan belum dikenal oleh khalayak publik Islam.

33 Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam. “ Sedjarah Ringkas H.M.I “ Media edisi Djakarta, Pebruari 1955. hlm. 43.

34 Wawancara Ahmad Muhsin Kamaludiningrat, 24 Oktober 2012, Pkl 16:35 WIB. Di Kauman Gondomanan, Kompleks Masjid Besar, Alun-Alun Utara, Yogyakarta.

Maka pada tanggal 5 Februari 1947 HMI didirikan dan pada bulan November segera melaksanakan Kongres pertamanya dengan kesimpulan bahwa Islam dan Nasionalisme adalah tidak berlawanan tetapi beriringan sehingga dibutuhkan orientasi perjuangan Islam dan nasionalisme yang inklusif. Apalagi sebelumnya umat Islam telah terjajah oleh politik Hindia Belanda maka tidak boleh ada alternatif lain kecuali melawan dan mempertahankan dalam kerangka

nasionalisme dengan tujuan Keislaman. 35 Pada tanggal 30 November 1947 telah dilaksanakan Kongres Pertama HMI Yogyakarta. Dengan formatur kepengurusan dan anggota pertama sebagai berikut :

1. H.S. Mintaredja Sebagai Ketua langsung ditugaskan di Jakarta berasal dari mahasiswa UGM

2. Ahmad Tirtosudiro Sebagai Wakil Ketua langsung ditugaskan di Jakarta berasal dari mahasiswa UGM

3. Usuludin Hutagalung ( Jakarta ) sebagai Anggota

4. M. Sanusi ( Jakarta ) Sebagai Bendahara

5. Amin Syahri ( Yogyakarta ) Sebagai Anggota

6. Anton Timur Jailani ( Jakarta ) Sebagai Anggota

35 Wawancara Agussalim Sitompul, 12 September 2012, Pkl 14:56 WIB. Di kediamannya jalan. Pangajabsih Sanggrahan, Condong Catur Sleman Yogyakarta.

7. Tejaningsih ( Jakarta ) Sebagai Anggota

8. Siti Baroroh Baried ( Yogyakarta ) Sebagai Anggota

9. Usep Ranuwihardja ( Jakarta ) Sebagai Anggota Pada seminar sejarah HMI pada tanggal 27 hingga 30

Nopember 1975 yang dirapatkan oleh mantan pimpinan senior HMI seperti Dahlan Ranuwihardjo, Agussalim Sitompul, Malik Fadjar,

Husein Anuz, dan Malik Mubin. 36 Mereka mampu membawa beberapa kesimpulan bahwasanya latar-belakang pendirian HMI disebabkan beberapa peristiwa.

Pertama, Persyarikatan Mahasiswa Yogyakarta ( PMY ) tidak memperhatikan kepentingan mahasiswa yang beragama Islam. Yakni tidak pernah menyelenggarakan ceramah-ceramah keagamaan. Kemudian tidak memikirkan kebutuhan beribadah sholat maghrib dari pukul 16.30 hingga 20.30 di Balai Perguruan Tinggi Gadjah

Mada. 37 Akan tetapi, PMY tetap menjadi embrio pendirian HMI karena berhasil mengumpulkan mahasiswa Islam. Dan PMY telah diketahui oleh para mahasiswa muslim merupakan sayap organisasi dari Partai Sosialis Islam ( PSI ), dibentuknya PMY hanya sekadar

36 Agussalim Sitompul, Pemikiran HMI dan Relevansinya Dengan Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia ( Jakarta: Intergrita

Press,1986), hlm. 11.

37 Ibid. hlm. 12-17.

merupakan strategi kepentingan politik PSI untuk menguasai mahasiswa muslim. 38 Kedua, menurut pernyataan Agussalim Sitompul adalah penjajahan ekonomi-politik Belanda terhadap kaum muslimin sehingga terdapat antithesis dakwah Islam bagi pembawa misionaris dan zending. Kemudian pengaruh sekularistik yang tumbuh di tengah-tengah perguruan tinggi Indonesia. Lalu tertutupnya proses ijtihad keislaman di tengah kaum muslimin. Dan yang terakhir Sarekat Dagang Islam, Muhammadijah, dan Persatoean

Oemat Islam secara politis tergabung dalam kepartaian unitaristik. 39 Pada Kongres HMI selanjutnya di Bogor. Telah menetapkan beberapa kelompok pemegang penting berdirinya HMI yakni :

1. Lafran Pane sebagai Pemrakarsa

2. Para pendiri dan penyebar HMI di wilayah Indonesia Barat : Lafran Pane ( Yogyakarta ), Karnoto Zarkasyi ( Desa Jambu,

Ambarawa ), Dahlan Husein ( Palembang ), Maisaroh Hilal ( cucu Ahmad Dahlan dari putrinya Aisyah Hilal kemudian ikut suaminya di Singapura ). Suwali ( Jember ), Yusdi Ghozali ( Semarang ), Mansyur Siti Zainab ( Adik Dahlan Husein ), M. Anwar ( Malang ), Hasan Basri ( Surakarta ),

38 Ibid. hlm. 12.

39 Ibid. hlm. 18.

Zulkarnaen ( Semarang ), Tajeb Razak ( Jakarta ), Toha Mashudi ( Malang ), Bidron Hadi ( Kauman, Yogyakarta ), dan pencatat sejarah HMI Anton Timur ( Jakarta ).

Konsep dan gerakan himpunisasi sebagai HMI mendapatkan respon yang bagus dalam militansi Keislaman. Dengan tujuan islamisasi para mahasiswa dibingkai Kemodernan ide-ide Islam

beserta institusi-institusinya. 40 Dengan konsepsi himpunisasi Islam tersebut menurut Dahlan Ranuwihardjo dengan mudah HMI dapat membina para mahasiswa yang berlatar-belakang modernis maupun tradisionalis seperti warga Muhammadiyah, Persis ( modernis ) dan NU ( tradisionalis ). Namun orientasi modernisitas dalam Islam tetap menjadi orientasi utama dalam paradigma gerakan HMI. Kemudian konsep himpunisasi Islam diturunkan melalui lembaga-lembaga pengembangan mahasiswa Islam. Beberapa lembaga turunan HMI yang tersohor dan berpengaruh seperti : Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam ( LDMI ), Lembaga Pers Mahasiswa Islam ( LAPMI ), dan Lembaga Seni Budaya Mahasiswa Islam ( LSBMI ).

Berdasarkan terbitan Majalah Media yang dicetak oleh HMI pada tahun 1955. Beralamat di Jalan Tidar Yogyakarta. Pada awal

40 Yudi Latif, Inteligensia Muslim : Genealogi Inteligensia Muslim Indonesia Abad Ke-20 (Bandung: Mizan,2005), hlm. 426.

pendiriannya, aktivis HMI selalu melakukan usaha-usaha penyebaran HMI. Dengan menyelenggarakan ceramah-ceramah HMI dengan pembicara-pembicara yang tersohor sehingga menjadi populer dengan pertimbangan subjek materinya. Disamping itu mengadakan malam kesenian yang membuat khalayak ramai kalangan mahasiswa.

Dari proses agenda-agenda tersebut telah terbentuk Pengurus Besar pertama HMI yang berkedudukan di Yogyakarta. Dibentuk berdasarkan Kongres Pertama pada bulan Desember tahun 1947. 41 Dari peletakan dasar tersebut, pada tahap itu HMI langsung mampu membuat Cabang di Klaten dan Solo. Maka semakin semaraklah nama HMI di kalangan mahasiswa Yogyakarta, Klaten dan Solo. Dan tentu saja mempunyai kantor sekretariat yang mentereng dan mempunyai bibliotik yang menerbitkan majalah dengan nama “Kriterium”.

Didalam Majalah Media HMI tahun 1955 terdapat catatan sejarah ringkas HMI yang menyatakan bahwa pandangan aktivis HMI sangat tidak setuju dengan ajaran Komunis. Karena menurut anggapan mereka adalah menafikan Tuhan maka dari itu

41 Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam. “ Sedjarah Ringkas H.M.I “ Media edisi Djakarta, Pebruari 1955. hlm. 41.

bertentangan dengan prinsip Islam yang bertuhan secara tunggal. Oleh karena itu, dalam misi perpolitikan nasional awal HMI adalah memecah kekuatan Front Demokrasi Rakjat ( FDR ) dan menjatuhkan kabinet Amir Sjafrudin yang mempunyai latar belakang

komunis. 42 Lalu HMI juga mendesak Hatta untuk membentuk kabinet presidensial. Maka dalam Kongres Pemuda, HMI menjadi rival politik Pemuda Sosialis Indonesia ( Pesindo ) yang merupakan

organisasi sayap Sosialis-Komunis. 43

Ulasan majalah ini begitu bangga dengan seniornya yakni saudara Ahmad W.K. yang menjadi Ketua HMI . Dan turut memimpin penumpasan pemberontakan Komunis pada bulan September tahun 1947 melalui Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia ( PPMI )

42 Pada saat itu Partai Komunis Indonesia ( PKI ) telah dipimpin oleh kalangan tua yang berorientasi internasional ortodoks. Yang berlatar belakang aktivis Komunis tahun 1920an yang bebas tahanan. Salah satunya adalah Amir Syarifuddin yang menjabat sebagai menteri pertahanan dan para pengikutnya membentuk gerakan pemuda bawah tanah yang diberi nama Pemuda Sosialis Indonesia ( Pesindo ). Amir juga membentuk polisi militer sebagai kekuatan militer yang selalu setia kepadanya. Lihat dalam Ricklefs, M.C. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 ( Jakarta: Serambi,2004), hlm. 445.

43 Ibid. hlm. 42.

disokong oleh pemerintah dalam bidang penerangan dan bantuan

pamong-pamong praja. 44

Menurut keterangan majalah ini, HMI terus memegang strategi militeristik dan membentuk sub-organisasi paramiliter. Yakni pergantian ketua HMI dari Ahmad menuju Mintaredja pada bulan Oktober 1948. Dalam keterangan tersebut, Mintaredja juga menjadi pimpinan Komandan Corps Mahasiswa di Yogyakarta. Para tenaga aktivis HMI ditugaskan menjaga di gunung-gunung untuk memperkuat aparat militer Republik Indonesia dalam tugas kemiliteran, logistik, kesehatan, dan pengajaran. Kemudian sisanya memperkuat organisasi-organisasi mahasiswa.

Pasca penugasan di gunung-gunung, para aktivis HMI kembali melanjutkan studi ke bangku-bangku kuliah masing-masing fakultas. Karena terlalu mencurahkan pada tugas kemiliteran maka sisi internal organisasi HMI kurang kuat sehingga terdapat vakum dalam kepengurusan HMI. Hingga HMI Cabang Klaten dan Solo telah bubar kemudian dipindahkan ke Yogyakarta kembali. Tetapi rumor tentang kegiatan HMI telah tersebar pada saat yang sama terutama di

44 Ibid.

wilayah perkotaan hingga kemudian berdiri Cabang di dua kota besar

yakni Jakarta dan Bandung. 45

Pada bulan Desember tanggal 20-25 Desember 1949 turut berpartisipasi dalam Kongres Muslimin seluruh Indonesia di Gedung Seni Sono ( sebelah selatan Gedung Agung ) Yogyakarta. HMI turut

menjadi anggota Badan Kongres Muslimin Indonesia. 46 Ketua umum dan sekretaris kepanitian kongres adalah Wali Al- Fattach dan Saleh Su’aidy. Kemudian ketua pimpinan sidang Pemuda Massa adalah Achid Masduki yang berlangsung pada tanggal 20

Desember 1949 pukul 15.00. 47 Pada sidang tersebut telah menghasilkan beberapa usulan atau rekomendasi tentang kesatuan perjuangan pemuda Islam. Beberapa usulan tersebut adalah sebagai

berikut : 48

1. Penguatan Gerakan Pemuda Islam Indonesia ( GPII )

45 Ibid. hlm. 42.

46 Ibid. hlm. 43.

47 Panitia Pusat Kongres Muslimin Indonesia. “ Buah Konggres Muslimin Indonesia Di Jogjakarta “ Kongres Muslimin Indonesia 20-25 Desember 1949, Badan Usaha & Penerbitan Muslimin Indonesia. hlm.

48 Ibid. hlm. 43.

2. Tujuan dan organisasi GPII disempurnakan setelah Konfrensi Meja Bundar ( KMB )

3. GPII perlu memperhatikan kebutuhan para pemuda seperti : ilmu pengetahuan, olahraga, karakter, kesenian, dsb

4. Pengakuan perlunya organisasi-organisasi Pemuda Islam terutama pada kekhususan lapangan yaitu :

a. Pelajar Islam Indonesia ( PII ) untuk para Pelajar

b. Himpunan Mahasiswa Islam ( HMI ) untuk Mahasiswa

c. Pandu Islam untuk para pandu

5. GPII merupakan “ opvang-organisasi” tersebut

6. Organisasi Pemuda Islam yang mempunyai corak tersendiri dan menjadi bagian dari perkumpulan Islam yang bersifat

sosial diakui untuk bergerak dalam lingkungan masing- masing dan menjadi lini kedua

Kongres tersebut telah dihadiri para pimpinan organisasi Islam sebanyak 129 organisasi seluruh Indonesia. Mulai dari Al-Irsyad, Al- Kathiriyah, Ar-Raudatul Muta’alimin, Arabitah Alawiyah, Masyumi, Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama, PERSIS, PERTI, Nahdhatul Muslimin, Aunul Amwat ( Ambon ), Al-Hilal, Al-Islah dan lain

sebagainya. Pada agenda ini, HMI diwakili secara langsung oleh Lafran Pane. 49 Pertengahan tahun 1951 HMI bersama organisasi-organisasi pemuda Islam lainnya telah menyelenggarakan konferensi di Jakarta dengan tujuan pembentukan Front Pemuda Islam Indonesia ( FPII ). Tetapi karena mendapat partisipasi minim dari organisasi pemuda Islam lainnya maka HMI mengambil inisiatif untuk mengundang kedua kalinya dengan jangkauan yang lebih luas yakni seluruh kepulauan Nusantara. Namun agenda kongresnya diselenggarakan pada tahun-tahun selanjutnya.

Pada bulan Desember 1951 terjadi perpindahan sekretariat Pengurus Besar HMI dari Yogyakarta menuju Jakarta. Pada awalnya diketuai oleh Lukman kemudian diteruskan oleh Dahlan Ranuwihardjo. Sebulan sesudahnya PB HMI telah mengadakan Kongres yang kedua dihadiri para pengurus Cabang utama yakni Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta. Kongres tersebut telah memutuskan pembagian tugas organisasi setiap Cabang. Yakni Cabang Jakarta diserahi untuk membentuk suatu studie-commisie untuk memperbaikan Anggaran Dasar ( AD ) dan Anggaran Rumah Tangga ( ART ) HMI yang lama. Dan Cabang Bandung diserahi untuk

49 Ibid. hlm. 112-115.

membuat atribut HMI. 50 Dan akhirnya lambang HMI telah didesain

oleh Ahmad Sadali. 51

Pada akhir tahun 1952 rumor HMI telah terdengar keras hingga mampu memperluas Cabang-Cabang perkotaan yakni Bogor, Solo, Surabaya, dan Medan. Menimbang perluasan Cabang-Cabang tersebut, maka telah diadakan Konferensi Cabang ( Konfercab ) pada tanggal 26 hingga 28 Desember 1952 yang telah berkumpul di

Jakarta. 52 Dalam majalah ini, HMI dikatakan terus tumbuh dan terdengar kabarnya hingga di kalangan masyarakat pada umumnya dan khususnya pada kalangan mahasiswa. Disamping itu usaha-usaha PPMI pun melakukan penyerahan kedaulatannya kepada Republik Indonesia ( RI ). Dahlan selain sebagai ketua HMI juga menjadi ketua PPMI. Pada hari ulang tahun HMI yang ke-VI telah disahkan Cabang HMI Padang. Dan pada bulan Agustus 1953 Cabang HMI di Makassar telah berdiri pula. Hingga pada Kongres HMI yang ketiga pada tanggal

30 Agustus sampai tanggal 4 september 1953 di Jakarta telah

50 Ibid. hlm. 42.

51 Agussalim Sitompul, Pemikiran HMI dan Relevansinya Dengan Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia ( Jakarta: Intergrita Press,1986), hlm. 2.

52 Ibid.

terkumpul delapan Cabang seluruh Kepulauan Nusantara. Pada kongres ini telah disahkan AD/ART dan atribut yang baru hasil dari pembuatan Cabang Bandung. Kemudian Dahlan Ranuwihardjo mengundurkan diri sebagai ketua PB HMI dan tongkat estafet Pengurus Besar diserahkan calon ketua terpilih yakni Deliar Noer

yang memiliki periode kepengurusan dari tahun 1953-1955. 53 Pada tindak lanjut FPII ( 1951 ) yang mendapat partisipasi minim dari organisasi-organisasi Pemuda Islam. Maka inisiatif HMI menyelenggarakan kongres susulan pada tanggal 4 hingga 7 Desember 1953 di Jakarta. Telah menghasilkan keputusan bersama yakni membentuk Perserikatan Organisasi-Organisasi Pemuda Islam Indonesia ( Porpisi ). Dalam kongres tersebut HMI telah mendapat kepercayaan sebagai Dewan Pimpinan Kongres yang diwakili Mashud dari Cabang HMI Yogyakarta dan turut menjadi anggota delegasi. Pada kegiatan berikutnya, HMI ikut berpartisipasi dalam panitia Hadji dan para Jama’ah Haji yang baru. Sebagai penanggungjawab diamanatkan kepada Tarnuzi anggota HMI Cabang Yogyakarta yang ditugaskan dalam struktur panitia Haji.

Pada bulan Januari 1955 telah terdengar sosialisasi dari saran mahasiswa Pakistan yakni telah didirikannya World Moslem Student

53 Ibid. hlm. 43.

Association ( WMSA ). Maka HMI pun turut mengirimkan delegasinya bernama O.K. Rachmat yang menjabat sekretaris II dan berpartisipasi dalam Kongres Pemuda Islam Se-Dunia yang berada di Karachi. Kongres tersebut dikenal International Assembly of Moeslim Youth ( IAMY ). Pada tahun yang sama, HMI telah mengadakan ceramah dengan pembicara dari utusan Al-Jazair yakni Huzein Ait Ahmad. Ceramah tersebut diadakan oleh awak Majalah Media HMI yang berada di ruangan kuliah Masjid Syuhada, Yogyakarta. Huzein Ait Ahmad menyampaikan dalam ceramahnya tentang perjuangan kemerdekaan Al-Jazair.

Pada akhir era 1956 hingga 1959 HMI mengadakan berbagai kegiatan kemahasiswaan yang cukup populer dibawah pimpinan Ismail Hasan Metareum. Kegiatan tersebut meliputi : mengadakan work camp, mengadakan latihan musik dan tari-tarian, mengadakan pertandingan olahraga, membentuk yayasan penelitian ( research ) Islam, dan membentuk yayasan kesejahteraan untuk mahasiswa

Islam. 54

54 Ismail Hasan Metareum, “ Pidato Dies Ried PB HMI 5 Februari 1959, Peringatan Dies Natalis Ke-14 “ Agussalim Sitompul ( ed). Pemikiran HMI dan Relevansinya Bagi Sejarah Perjuangan Bangsa ( Jakarta: Intergrita Press, 1986 ) hlm.130.

II. Inisiatif Baru dan Penggalangan Kekuatan Mahasiswa Nahdhiyin

Pada tahun 1955 telah terdapat upaya-upaya gerakan aspiratif untuk melahirkan PMII. Pertama, upaya berdirinya Ikatan Mahasiswa Nahdhatul Ulama ( IMANU ) pada bulan Desember 1955 di Jakarta. Namun kehadirannya belum mendapat perhatian serius dari kalangan sesepuh NU. Karena kelahiran IPNU masih dirasakan sangat muda ( 24 Februari 1954 ) yang pengurusnya telah berstatus dari kalangan mahasiswa sehingga diragukan akan memperlambat

kinerja organisasi IPNU. 55

Kedua, beberapa kelompok mahasiswa Nahdhiyin yang menetap di Surakarta dan dipimpin oleh Mustahal Ahmad. Mereka telah mempunyai inisiatif untuk mendirikan Keluarga Mahasiswa Nahdhatul Ulama ( KMNU ) pada tahun 1955.

Ketiga, sekelompok mahasiswa Nahdhiyin Bandung juga berusaha mendirikan wadah organisasi mahasiswa Nahdhiyin yang diberi nama Persatuan Mahasiswa Nahdhatul Ulama ( PMNU ). Namun para pimpinan IPNU lebih mempertimbangkan usaha-usaha

55 Fauzan Alfas, PMII Dalam Simpul-Simpul Sejarah Perjuangan ( Jakarta: PB-PMII,2004), hlm.3.

tersebut dengan mengamati seberapa besar potensi mahasiswa NU. Dan seberapa jauh kemampuannya untuk mendirikan sebuah organisasi.

Pimpinan IPNU pun segera membentuk Departemen Perguruan Tinggi yang harus fokus pada pada basis mahasiswa. Kemudian departemen ini melakukan aspirasi dengan hasil bahwasanya artikulasi pelajar NU sangat berbeda dengan mahasiswa NU. Karena disisi lain, pada masanya PPMI yakni konfederasi Perhimpunan Pergerakan Mahasiswa Indonesia hanya menghendaki organisasi massa mahasiswa bukan pada tingkat pelajar. Hingga mahasiswa Nahdhiyin tidak dapat melakukan partisipasi dan aktualisasi pada tingkat federasi senat mahasiswa yang diwakili Majelis Mahasiswa Indonesia ( MMI ).

Kemudian disusul dengan pengaruh politik nasional pada tahun 1952 bahwa NU telah memisahkan diri dari Masyumi lantaran perbedaan pandangan Keislaman dan aspirasi dengan pimpinan Masyumi, disusul dengan beberapa oknum Masyumi terlibat PRRI

dan Permesta. 56 Dan HMI pada saat itu dianggap terlalu condong

56 Robert Lucius, “ A House Divided : The Decline and Fall of Masyumi ( 1950-1956 ) “. Thesis Naval Postgraduate School Monterey California. 2003. Hlm.161.

kepada pimpinan Masyumi oleh mahasiswa NU. Di lain pihak kalangan internal NU mengaku bahwa merasa kekurangan intelektual terutama lulusan sarjana yang menduduki tingkat birokrat, hingga untuk mengisi jabatan menteri dan anggota DPR saja, para pimpinan NU terpaksa melakukan meng-NU-kan para sarjana dari luar lingkungan Nahdhiyin. Padahal Partai Nahdhatul Ulama ( PNU ) adalah partai yang banyak massanya sehingga menjadi

juara ketiga dalam Pemilu 1955. 57 Itulah keresahan dan aspirasi mahasiswa Nahdhiyin untuk mengingatkan pimpinan NU ( LP Ma’arif NU ) bahwasanya telah muncul banyak generasi muda NU yang berpendidikan tinggi.

Menyadari keresahan dan aspirasi tersebut ketua Dewan Perguruan Tinggi Ikatan Pelajar Nahdhatul Ulama ( IPNU ) Ismail Makky segera mengadakan Konferensi Besar pada tanggal 14 sampai

17 Maret 1960 di Kaliurang Yogyakarta. 58 Dengan wejangan dan arahan dari Hartono BA yakni mantan pimpinan Harian Umum Pelita Jakarta. Maka hasil keputusan dari Konferensi tersebut yakni meyakini urgensi didirikan suatu organisasi mahasiswa secara

57 Ibid. hlm. 4.

58 Ibid. hlm. 5.

khusus bagi mahasiswa Nahdhiyin yang secara struktural lepas dari fungsi administratif organisasi IPNU.

Untuk menjalankan komitmen tersebut, dibentuklah tim panitia sponsor yang terdiri dari 13 orang. Salah satu tokoh 13 orang tersebut yakni Said Budairy dan Maksum Syukri pada tanggal 19 Maret 1960 berangkat ke Jakarta untuk menghadap ketua umum Partai NU yaitu K.H. Idham Chalid. Pengajuan ke Idham Chalid tersebut mempunyai keinginan untuk menyampaikan rencana agenda musyawarah mahasiswa Nahdhiyin se-Indonesia yang bertempat di Surabaya dengan batas waktu selama satu bulan. Pada tanggal 24 Maret 1960, Idham Chalid pun merestui dengan memberikan nasehat dan pegangan pokok lalu dia berpesan hendaknya organisasi ini benar-benar dapat diandalkan sebagai kader partai NU. Adapun 13 orang sebagai sponsor pendirian PMII

adalah : 59

1. Chalid Mawardi ( Jakarta )

2. Said Budairy ( Jakarta )

3. M.Sobich Ubaid ( Jakarta )

4. Makmun Syukri BA ( Bandung )

59 Ibid. hlm. 6.

5. Hilman ( Bandung )

6. H. Ismail Makky ( Yogyakarta )

7. Munsif Nahrawi ( Yogyakarta )

8. Nuril Huda Suaidy HA ( Surakarta )

9. Laily Mansur ( Surakarta )

10. Abdul Wahab Jailani ( Semarang )

11. Hisbullah Huda ( Surabaya )

12. Cholid Narbuko ( Malang )

13. Ahmad Husain ( Makassar )

Dan memang menurut Fauzan Alfas, bahwasanya cikal bakal ( embrio ) pendirian Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia secara formal, berawal dari usaha-usaha Departemen Perguruan Tinggi Ikatan Pelajar Nahdhatul Ulama ( IPNU ) yang merasa bahwa para anggota IPNU cukup banyak yang telah berstatus mahasiswa. Mereka membutuhkan wadah kemahasiswaan yang berbeda dari konsepsi IPNU. Pada basis mahasiswa Nahdhiyin juga membutuhkan penjagaan ideologis yang Ahlusunnah Wal-jama’ah ( Aswaja ) dalam tradisi keulamaan Indonesia. Maka diadakanlah Konferensi Besar IPNU di Kaliurang Yogyakarta yang telah diselenggarakan pada tanggal 14-16 Maret 1960. Dalam konferensi ini telah memutuskan perlu dibentuknya suatu wadah atau organisasi mahasiswa Nahdliyin Dan memang menurut Fauzan Alfas, bahwasanya cikal bakal ( embrio ) pendirian Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia secara formal, berawal dari usaha-usaha Departemen Perguruan Tinggi Ikatan Pelajar Nahdhatul Ulama ( IPNU ) yang merasa bahwa para anggota IPNU cukup banyak yang telah berstatus mahasiswa. Mereka membutuhkan wadah kemahasiswaan yang berbeda dari konsepsi IPNU. Pada basis mahasiswa Nahdhiyin juga membutuhkan penjagaan ideologis yang Ahlusunnah Wal-jama’ah ( Aswaja ) dalam tradisi keulamaan Indonesia. Maka diadakanlah Konferensi Besar IPNU di Kaliurang Yogyakarta yang telah diselenggarakan pada tanggal 14-16 Maret 1960. Dalam konferensi ini telah memutuskan perlu dibentuknya suatu wadah atau organisasi mahasiswa Nahdliyin

Pada tanggal 14-16 April 1960 telah dilaksanakan agenda musyawarah Nahdhiyin di Surabaya. Para peserta musyawarah telah banyak memberi saran dan masukan untuk pembentukan organisasi mahasiswa Nahdhiyin.

Beberapa delegasi telah mengusulkan nama-nama untuk pembentukan organisasi ini. Pertama, dari delegasi Yogyakarta telah mengusulkan dengan nama “Perhimpunan Persatuan Mahasiswa Ahlusunnah Wal Jama’ah” disusul nama “Perhimpunan Mahasiswa Sunny”. Kedua, dari delegasi Jakarta telah mengusulkan nama Ikatan Mahasiswa Nahdhatul Ulama ( IMANU ). Ketiga, koalisi delegasi Bandung, Surabaya, dan Surakarta telah mengusulkan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia ( PMII ). Kemudian akhirnya telah setuju dengan usulan dari koalisi delegasi yakni dengan nama PMII. Hal ini menurut dokumentasi Fauzan Alfas telah mempunyai

beberapa alasan dan argumen ideologis. 60 Alasan-alasan itu adalah sebagai berikut :

60 Untuk argumen ideologis berdirinya PMII lihat selengkapnya dalam Fauzan Alfas, PMII Dalam Simpul-Simpul Sejarah Perjuangan ( Jakarta: PB-PMII,2004), hlm. 10-11.

1. Bahwa kalangan mahasiswa pada umumnya telah mempunyai pemikiran bebas

2. Organisasi yang dibentuk mempunyai misi taktis dan strategis, maka dalam merekrut anggota harus memakai

pendekatan ideologi Islam dengan pemahaman Ahlu Sunnah Wal Jama’ah ( Aswaja )

3. Inisial NU tidak perlu dicantumkan dalam nama organisasi ini. Karena manifestasi nasionalitas lebih perlu dicantumkan sebagai semangat kebangsaan

Pada agenda tersebut telah ditetapkan beberapa keputusan sebagai berikut :

1. Berdirinya organisasi mahasiswa Nahdhiyin telah menetapkan memakai nama Pergerakan Mahasiswa Islam

Indonesia ( PMII )

2. Dalam Mukaddimah Dasar PMII telah dinyatakan bahwasanya PMII merupakan kelanjutan atau matarantai

dari Departemen Perguruan Tinggi IPNU-IPPNU

3. Agenda musyawarah tersebut diselenggarakan di Gedung Madrasah Mu’alimin NU Wonokromo Surabaya. Lalu 17

April 1960 telah disahkan sebagai hari lahir Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia ( Harlah PMII ).

Pada awal kepengurusan PMII periode 1960 hingga 1961 telah tersusun struktur kepengurusan perdana sebagai berikut :

Ketua umum

: Mahbub Junaidi

Ketua Satu

: Chalid Mawardi

Sekretaris Umum

: Said Budairy

Keuangan Satu

: M. Sobich Ubaid

Pendidikan & Pengajaran

: Hartono

Penerangan & Publikasi

: Aziz Marzuki

Kesejahteraan Mahasiswa

: Fahrurrozi

Kesenian dan Kebudayaan

: Said Budairy

Keputrian : Mahmudah Nahrowi

Luar Negeri

: Nukman

Pembantu Umum : H. Ismail Makky

Pada bulan Mei 1960 telah tersusun lengkap pengurus yang perlu disandarkan pada NU. Maka pada tanggal 8 Juni 1960 Pengurus Pusat PMII telah mengirim surat permohonan kepada Pengurus Besar Nahdhatul Ulama ( PBNU ) untuk mengesahkan kepengurusan awal PP PMII. Maka pada tanggal 14 Juni 1960, PBNU telah menyatakan bahwa PMII adalah organisasi yang dapat diterima dengan sah sebagai keluarga partai NU dan diberi mandat untuk membentuk cabang-cabang seluruh Indonesia. Pengesahan dan penandatangan Surat Keputusan ( SK ) telah dilakukan ketua umum PBNU yakni KH. Idham Chalid dan wakil sekretarisnya yakni H.

Aminuddin Aziz. 61

Dalam dokumentasi Fauzan Alfas, musyawarah mahasiswa Nahdhiyin di Surabaya hanya menghasilkan peraturan dasar organisasi PMII. Maka tindak lanjutnya telah dibentuk panitia kecil yang diketuai Said Budairy dibantu oleh anggota-anggotanya yakni Chalid Mawardi dan Fahrurrazi AH. Ketiga orang ini telah merumuskan peraturan rumah tangga PMII dalam agenda sidang pleno PP. PMII yang diselenggarakan tanggal 8 hingga 9 September 1960. Pada tahap sidang berikutnya telah mengesahkan atribut PMII

61 Ibid. hlm. 12.

berupa topi dan selempang. Kemudian penyerahan konsep lambang organisasi diserahkan kepada Pengurus Harian. Dan tahap terakhir dalam sidang ini juga membahas mekanisme aturan penerimaan

anggota baru atau Masa Penerimaan Mahasiswa Baru ( MAPABA ). 62

Pada awal kelahiran PMII telah mendapat respon bagus dari warga NU hingga terdengar kepada LP. Ma’arif NU. Maka Ma’arif NU segera menyerukan kepada pesantren-pesantren NU, hingga telah keluar peraturan bahwasanya para santri yang telah lulus Madrasah Aliyah dan sedang mengaji Kitab yang tingkatannya sesuai dengan pelajaran yang diberikan Perguruan Tinggi Agama langsung dapat membentuk PMII dalam lingkup pesantren-pesantren yang bersangkutan. Dengan adanya kebijakan ini diakui oleh Alfas, dapat mempercepat proses konsolidasi pengembangan PMII terutama

penjagaan ideologis pada basis-basis pesantren NU. 63

Semenjak berdirinya PMII di Surabaya belum sampai satu tahun hingga kongres perdana PMII di Tawangmangu, Surakarta, Jawa Tengah. PMII telah mempunyai 13 Cabang di wilayah perkotaan yakni : Yogyakarta, Surakarta, Semarang, Bandung, Jakarta, Ciputat,

62 Ibid.

63 Ibid.

Malang, Ujungpandang, Surabaya, Banjarmasin, Padang, Banda Aceh, dan Cirebon. Akselerasi dan partisipasi dalam pentas nasional pun segera dilakukan sebagai berikut. Pertama, ikut aktif dalam wadah Persatuan Organisasi Pemuda Islam ( PORPISI ). Dalam wadah yang bersifat konfederatif tersebut diwakili oleh Said Budairy. Kedua, pada tanggal 22 Maret 1962 PP PMII telah menerima bergabung dengan Front Nasional. Ketiga, PMII telah berhasil masuk dalam jajaran presidium dalam Perhimpunan Pergerakan Mahasiswa Indonesia ( PPMI ). Kemudian disusul dengan menanggapi kebijakan nasional.

Pada tanggal 25 hingga 29 Desember 1963 di Kaliurang Yogyakarta telah diadakan Kongres PMII kedua yang dihadiri 31 Cabang dan 18 Cabang baru. Kongres II telah menghasilkan penegasan Yogyakarta yang berisi tekad PMII untuk selalu berpihak kepada amanat penderitaan rakyat serta melakukan ukhuwah Islamiyah dengan penyelenggaraan kerjasama Internasional seperti Konferensi Asia Afrika. Dalam Kongres II, Mahbub Junaidi telah terpilih kembali sebagai ketua umum dengan sekretaris umum yakni Harun Al-Rasyid. PP PMII juga telah mendirikan yayasan kesejahteraan mahasiswa Indonesia yang bergerak pada pengembangan sosial. Dengan beberapa agenda antara lain : Pada tanggal 25 hingga 29 Desember 1963 di Kaliurang Yogyakarta telah diadakan Kongres PMII kedua yang dihadiri 31 Cabang dan 18 Cabang baru. Kongres II telah menghasilkan penegasan Yogyakarta yang berisi tekad PMII untuk selalu berpihak kepada amanat penderitaan rakyat serta melakukan ukhuwah Islamiyah dengan penyelenggaraan kerjasama Internasional seperti Konferensi Asia Afrika. Dalam Kongres II, Mahbub Junaidi telah terpilih kembali sebagai ketua umum dengan sekretaris umum yakni Harun Al-Rasyid. PP PMII juga telah mendirikan yayasan kesejahteraan mahasiswa Indonesia yang bergerak pada pengembangan sosial. Dengan beberapa agenda antara lain :

Majid Toyib. 64

Pada dekade PMII tahun 1960 hingga 1972 tampaknya aktivitasnya lebih teramati sebagai penunjang partai NU. Hal ini menurut Fauzan Alfas bahwasanya dekade ini adalah PMII yang belum independen. Dan ini menyangkut zaman yang melatar- belakangi bahwasanya organisasi mahasiswa harus mempunyai sikap afiliasi politik yang jelas bahkan perlu sama dengan orientasi partai ( party-minded ). Hingga memang diakui dalam anggapan publik bahwasanya PMII dilahirkan untuk tunas kader muda partai NU. Begitu juga dengan suasana politik dekade 1960-1972 yang turut mempengaruhi para aktivis PMII bahwasanya harus bersikap politik yang jelas. Tentu saja kelahiran PMII merupakan rivalitas dan mitra HMI juga yang identik dengan penguatan basis mahasiswa di kota-kota Indonesia. Menurut Fauzan Alfas, kota-kota penting yang merupakan cikal bakal lahirnya adalah PMII adalah delapan kota

64 Ibid. hlm.15.

yakni : Jakarta, Bandung, Semarang, Surakarta, Yogyakarta, Surabaya, Malang, dan Makassar ( Ujung Pandang ).

III. Reorganisasi Kekuatan Mahasiswa Muhammadiyah

Pada tahun 1956 telah terdapat Khittah keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-33 yang berisi tentang pembentukan kader melalui Badan Pendidikan Kader ( BPK ). BPK ini kemudian menunjuk Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah untuk mengadakan pengajian bagi para mahasiswa yang bertempat di Gedung Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Jalan Ahmad Dahlan No.

99 Yogyakarta. Kegiatan pengajian tersebut diadakan pada bulan Juli 1958. Respon pengajian tersebut telah mendapatkan animo yang begitu besar terhadap kalangan mahasiswa maupun pelajar. Hingga Gedung PP Muhammadiyah tidak mampu menampung jumlah para

peserta pengajian yang terpaksa telah banyak duduk di jalan-jalan. 65

Pada tahun 1961 telah diselenggarakan Kongres Mahasiswa Universitas Muhammadiyah yang pada saat yang sama Dewan Pimpinan Mahasiswa Muhammadiyah telah mempunyai sebelas

65 Farid Fathoni, Kelahiran Yang Dipersoalkan : Dua Puluh Enam Tahun Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah 1964-1990 ( Surabaya: Bina Ilmu,1990), hlm. 97.

perguruan tinggi dengan berbagai fakultas yang menyebar di penjuru Indonesia. Maka menjelang Muktamar setengah abad Muhammadiyah di Jakarta telah keluar wacana dan aspirasi untuk mendirikan organisasi mahasiswa Muhammadiyah. Wacana dan aspirasi ini diperhatikan serius oleh Departemen Kemahasiswaan Pemuda Muhammadiyah. Pada saat itu dalam aturan organisasi Muhammadiyah tidak ada nomenklatur organisasi otonom ( ortom ) yang ada hanya Majelis Pemuda sehingga komunitas mahasiswa

Muhammadiyah dibawah departemen ini. 66 Lalu departemen ini telah memutuskan untuk membentuk Lembaga Dakwah Muhammadiyah yang dikoordinir Margono. Ia seorang insinyur lulusan Universitas Gadjah Mada ( UGM ). Margono bertindak sebagai tutor dalam pengembangan wacana ini, dibantu dengan Sudibyo Markoes ( mahasiswa Kedokteran UGM ) dan Rosyad Sholeh mahasiswa dari

Institut Agama Islam Negeri ( IAIN Yogyakarta ). 67 Kemudian konsep dan pembentukan ide diserahkan kepada Djasman Al-Kindi yakni

66 Wawancara Rosyad Sholeh, 9 Oktober 2012, Pkl 10:00 WIB. Di Kantor Pembina Harian ( BPH ), Rektorat Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta, Jalan Lingkar Barat Ringroad Tamantirto Kasihan Bantul.

67 Wawancara Sudibyo Markoes, 4 Desember 2012, Pkl 14:03 WIB. Di Hotel Grand Kemang, Jakarta.

mahasiswa dari Fakultas Geografi UGM yang aktif juga dalam Pemuda Muhammadiyah.

Seorang Djasman Al-Kindi tampaknya melakukan pengembangan wacana ini dengan serius. Yakni langsung memberikan sponsor kepada Lembaga Dakwah Muhammadiyah dan melakukan penjajagan selama tiga bulan. Menurut Farid Fathoni, para personil Lembaga Dakwah ini kelak menjadi penggerak Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah lokal Yogyakarta. Maka pada tanggal 14 Maret 1964 atau 29 Syawwal 1384 Hijriyah telah diresmikan berdirinya IMM di PP Muhammadiyah Yogyakarta. Dan disahkan oleh KH. Ahmad Badawi dan disaksikan Haji Tantawi selaku Badan Pembantu Harian Pemerintah DIY.

Adapun agenda peresmian dan resepsinya telah diselenggarakan di Gedung Dinoto Yogyakarta dengan menyatakan enam penegasan ideologis yang kesimpulannya adalah bahwa IMM adalah gerakan mahasiswa Islam, IMM berfungsi sebagai eksponen mahasiswa Muhammadiyah, IMM harus mentaati segala hukum, Adapun agenda peresmian dan resepsinya telah diselenggarakan di Gedung Dinoto Yogyakarta dengan menyatakan enam penegasan ideologis yang kesimpulannya adalah bahwa IMM adalah gerakan mahasiswa Islam, IMM berfungsi sebagai eksponen mahasiswa Muhammadiyah, IMM harus mentaati segala hukum,

Menurut dokumentasi Farid Fathoni, bahwa berdirinya IMM mempunyai beberapa faktor, maksud, dan tujuan ideologis tersendiri

yakni sebagai berikut : 69

1. Situasi pemerintahan nasional yang otoriter dan umat Islam mendapat ancaman dari pihak Komunis

2. Perselisihan dalam internal umat Islam

3. Tersekat-sekatnya kehidupan kampus yang hanya berorientasi pada politik praktis semata

4. Melemahnya kehidupan beragama

5. Kuatnya pengaruh sekuler dalam kehidupan kampus hingga minimnya pembinaan agama

68 Farid Fathoni, Kelahiran Yang Dipersoalkan : Dua Puluh Enam Tahun Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah 1964-1990 ( Surabaya: Bina Ilmu,1990), hlm.101-102.

69 Untuk maksud dan tujuan ideologis berdirinya IMM lihat selengkapnya dalam Farid Fathoni, Kelahiran Yang Dipersoalkan : Dua Puluh Enam Tahun IMM 1964-1990 ( Surabaya: Bina Ilmu,1990), hlm.102-103.

6. Membekasnya imperialisme penjajahan hingga selalu terjadi kemiskinan dan kebodohan

7. Praktek kesyirikan dan Kristenisasi menjamur

8. Kehidupan perekonomian masyarakat makin memburuk Dengan resminya IMM lokal Yogyakarta maka segera

menyusul berdirinya IMM di wilayah perkotaan lain seperti Bandung, Jember, Surakarta, Jakarta, Medan, dan Padang. Dengan penyelenggaraan Musyawarah IMM se-daerah Yogyakarta pada tanggal 11 hingga 13 Desember 1964. Disertai dengan pendirian IMM di kota-kota kecil beserta pendirinya seperti Tuban ( Saifullah ), Sukabumi ( Abdurrahman ), dan Banjarmasin ( Badaruzzaman Jasin ). Pada tahun 1965 IMM Yogyakarta ditetapkan sebagai Dewan Pimpinan Pusat Sementara ( DPPS ). Lalu tugasnya mengadakan Musyawarah Nasional ( Munas ) perdana di Surakarta untuk merumuskan anggaran dasar organisasi. DPPS IMM segera membentuk tim khusus untuk melaksanakan Munas tersebut. Tim itu terdiri dari beberapa mahasiswa Muhammadiyah yakni : Djasman Al-Kindi ( UGM ), Sudibyo Markoes ( UGM ), Rosyad Sholeh ( IAIN ), Zuhdy ( UGM ), dan Moesa Arif ( UGM ).

Sepanjang tahun 1965 hingga 1966 telah beredar isu yang tumpang tindih antara IMM dengan HMI. Isu itu berisi tentang kelahiran IMM yang dipersoalkan oleh kalangan elit pimpinan Muhammadiyah. Karena sudah sejak lamanya para tokoh Muhammadiyah telah menganggap HMI sebagai anak didik dengan hubungan pemikiran keislaman yang begitu dekat. Kemudian jajaran pendiri IMM mempunyai argumen tersendiri bagi pendirian IMM

yakni : 70

1. IMM merupakan pelopor, pelangsung dan penyempurna amal usaha Muhammadiyah sebagaimana maksud

berdirinya IMM

2. Muhammadiyah mulai sadar bahwa HMI sebelumnya merupakan wadah alternatif kaderisasi secara tidak langsung namun mempunyai arah tersendiri

3. Proses kaderisasi tidak dapat begitu saja dititipkan kepada pihak lain

4. Menurut Slamet Sukirnanto, kelahiran IMM justru membantu keberadaan HMI yang akan dibubarkan oleh Subandrio dan Aidit dari PKI yang ketika itu mempunyai

70 Ibid., hlm. 103-105.

hubungan dekat dengan Soekarno. Jika tidak, semestinya IMM tidak ikut terlibat dalam reaksi menentang kebijakan PKI. Artinya masih bersama memperkokoh kekuatan Islam

dalam rangka melawan kekuatan Komunis. 71

Akan tetapi, menurut Sudibyo Markoes, bahwasanya didalam internal Muhammadiyah telah terjadi monoloyalitas antara elit Muhammadiyah dengan alumni kader HMI yang berkecimpung dalam Muhammadiyah yang kebetulan berprofesi sebagai pegawai atau birokrat yang cenderung dalam organisasi selalu hanya memikirkan

hak milik pribadi. 72 Dan struktur birokrat seperti ini membutuhkan loyalitas yang sistemik. Karena sebelumnya terjadi perubahan profesi dalam aktivis Muhammadiyah. Muhammadiyah yang sebelumnya basisnya adalah pengusaha-pengusaha andal di kampung-kampung Yogyakarta seperti Kotagedhe, Karangkajen, Kauman dan Prawirotaman berubah menjadi status kepegawaian baik pemerintah

maupun swasta. 73

71 Ibid., hlm.111.

72 Wawancara Sudibyo Markoes, 4 Desember 2012, Pkl 14:03 WIB. Di Hotel Grand Kemang, Jakarta.

73 Farid Fathoni, Kelahiran Yang Dipersoalkan : Dua Puluh Enam Tahun IMM 1964-1990 ( Surabaya: Bina Ilmu,1990), hlm.44.

Dasawarsa tahun 1956 hingga 1965, generasi mahasiswa Islam memang membutuhkan aktualisasi kelembagaan yang sesuai dengan pemahaman mereka selain keberadaan HMI seperti : 74

- Berdirinya Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia ( SEMI ) pada tahun 1956 dibawah Partai Syarikat Islam Indonesia (

PSII ) - PMII dibawah restu PBNU dan PNU tahun 1960 - Berdirinya Himpunan Mahasiswa Al-Jami’atul Al-Wasliyah

pada tanggal 8 Mei 1961 - Berdirinya Kesatuan Mahasiswa Islam ( KMI ) pada tanggal

20 Januari 1964

Pada tanggal 1 hingga 5 Mei 1965 IMM telah berhasil menyelenggarakan Munas I meskipun terengah-engah oleh kondisi gesekan masyarakat muslim dengan komunis. Munas tersebut telah diadakan di Gedung Mawar Surakarta yang menghasilkan Mukaddimah, AD/ART, lambang dan bendera organisasi, kemudian busana aktivis perempuan IMM ( Immawati adalah akronim

74 Agussalim Sitompul, Sejarah Perjuangan HMI ( 1947-1975 ) (Surabaya: Bina Ilmu,1976), hlm.39.

panggilan untuk aktivis IMM putri ) berupa kerudung dengan warna kuning gading, resolusi kepada Presiden Soekarno, dan pembacaan enam penegasan dalam deklarasi IMM di Kota Barat Solo. Lalu ketetapan formatur tunggal dengan kepemimpinan perdana yaitu Mohammad Djasman Al-Kindi beserta komposisi Dewan Pimpinan Pusat ( DPP ) IMM periode 1965-1975 adalah :

Ketua Umum : Mohammad Djasman Al-Kindi

Ketua I

: M. Bahrowi

Ketua II

: Hasan Zairi

Ketua III

: Djaelani Ichsan

Sekjen

: Rosyad Sholeh

Wasekjen

: Soedibyo Markoes

Bendahara

: Zuhdi Djunaidi

Wakil Bendahara : Musa Arif Tirtohusodo

Anggota : Slamet Sukirnanto, Ellyda Busthami, Haryanti Adisumarto, Zainuddin Sialla, Affandi Djalal, Amin Sunarto, dan Zahir Khan.

Pada awal-awal berdirinya kepengurusan IMM telah mempunyai beberapa kegiatan yakni berpartisipasi dalam kursus kader yang diselenggarakan Pimpinan Muhammadiyah dalam forum Angkatan Muda Muhammadiyah seluruh Jakarta Raya. Agenda tersebut telah dilaksanakan pada tanggal 1 Oktober 1965 yang diasuh oleh H.S. Prodjokusumo, H. Ibrahim Nazar, Noor Widjojo,

Sardjono, Lukman Harun, Sutrisno Muhdam, dan Suwardi. 75 Pada pertengahan kursus tersebut sempat terjadi penundaan. Rupanya penundaan tersebut dikarenakan pembentukan Komando Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan Muhammadiyah yang diputuskan melalui sidang darurat di rektorat Universitas Muhammadiyah jalan Limau Kebayoran. Pendirian KOKAM yang dipimpin oleh Prodjokusumo tersebut dimaksudkan untuk menjaga keamanan warga Muhammadiyah dari agitasi PKI.

Pada tanggal 13 September 1965, IMM bergabung dengan Gerakan Muda Islam ( Gemuis ) yang dipimpin oleh Lukman Harun. Koalisi gerakan tersebut dalam rangka membela HMI dari sosialisasi

pembubarannya yang dicanangkan oleh PKI. 76 Gemuis mengadakan

75 Farid Fathoni, op.cit., hlm. 121-122.

76 Ibid. hlm. 122.

demonstrasi di jalan Merdeka Timur depan Stasiun Gambir Jakarta. Hadir pula pada saat itu, Dahlan Ranuwihardjo dan Jusuf Hasyim. Massa demonstrasi selalu meneriakkan kumandang takbir “ Allahu Akbar”.

Lalu yang terjadi di Yogyakarta, IMM bergabung dengan Komando Siaga Umat Islam ( KOGALAM ). Dalam Kogalam ini, semua elemen pergerakan Islam telah bergabung yakni HMI, PII, Pemuda Muhammadiyah, Nasyiatul Aisyiyah ( NA ), dan Gerakan Pemuda Anshor ( GP Anshor ). Pada tanggal 4 Oktober 1965 waktu sore hari. IMM bergabung lagi dengan semua elemen pergerakan Islam seperti SEMMI, GERMAHI, Pemuda Muhammadiyah, GP Anshor, PII, HMI, dan PMII dalam acara pawai. Pawai tersebut sebagai balasan pawai yang diadakan PKI. Pada tanggal 24 Oktober 1965 IMM ikut membantu KOKAM dalam acara Front Pancasila DIY di GKBI Medari

Sleman. 77

Pada tanggal 25 Oktober 1965, Slamet Sukirnanto mewakili IMM dalam perkumpulan organisasi mahasiswa non-komunis yang diprakarsai oleh Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan yakni Mayor Jenderal Sjarif Thajeb. Perkumpulan tersebut diadakan

77 Ibid. hlm. 125.

dirumahnya di jalan Imam Bonjol 24 Jakarta. Dalam perkumpulan tersebut, ia mengusulkan pembentukan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia ( KAMI ). Telah hadir seluruh perwakilan elemen pergerakan mahasiswa non-komunis seperti HMI, PMII, Pergerakan Mahasiswa Katolik Indonesia ( PMKRI ), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia ( GMKI ), Sekretariat Bersama Organisasi Mahasiswa Lokal ( SOMAL ), Pelopor Mahasiswa Sosialis Indonesia ( PELMASI ), Gerakan Mahasiswa Sosialis ( GEMSOS ), dan Ikatan Pers Mahasiswa

Indonesia ( IPMI ). 78

Konsentrasi gerakan IMM pada tahun 1965-1966 mengadakan training-training pengkaderan seperti di desa Panggeran Sleman. 79 Lalu diikuti di berbagai daerah. Pada periode ini, IMM telah mempunyai komunitas kesenian yang bernama “ Kalima Syada”. Nama ini terinspirasi dari kalimat syahadat Islam lalu Serat Jamus

Kalima Sada yang diidentikkan Pancasila, dan Kalimah Qasidah. 80 Kegiatan dari komunitas kesenian ini berupa teater, band, gending sari, dagelan ( humor ), sastra, ketoprak, dan paduan suara. Penggiat

78 Ibid. hlm. 126-127.

79 Ibid. hlm. 132.

80 Ibid. hlm. 133.

dari komunitas ini adalah Agus Puji Prawoto dan Abdul Hadi dengan arahan Mohammad Diponegoro.

Pada pertengahan tahun 1966 terdapat perubahan formatur pimpinan IMM untuk penyegaran kepengurusan. Yakni Djasman Al- Kindi tetap menjadi ketua umum. Dengan struktur kepengurusan

yang baru : 81

Ketua I

: Rosyad Sholeh

Ketua II

: Syamsu Udaya Nurdin

Ketua III

: Amien Rais

Ketua IV

: Djaelani Ichsan

Sekjen

: Sudibyo Markoes

Wasekjen : Aspon Rambo

Anggota : Zainuddin Sialla, Abu Sari Dimyati, Haryanti, Maziyah Said, Yahya Muhaimin, Zahir Khan, Afandi Djalal, Ellya Bustami, dan Bachrowi.

81 Ibid.

BAB III