Relasi Jakarta Dengan Yogyakarta : Dari Konsensus Hingga Konflik
B. Relasi Jakarta Dengan Yogyakarta : Dari Konsensus Hingga Konflik
I ) Relasi IMM Cabang Jakarta Dengan DPP IMM Yogyakarta
Pada era akhir tahun 1966 antara Pengurus Besar HMI ( PB ) dengan Dewan Pimpinan Pusat IMM ( DPP ) terjadi konsensus sasaran lokasi basis massa. PB HMI dengan ketua Sulastomo menawarkan Djasman Al-Kindi sebagai ketua DPP IMM supaya basis massa IMM di wilayah masyarakat sedangkan HMI berada di wilayah
kampus. 22 Kedua ketua tersebut bersepakat bahwa basis massa HMI berada di wilayah kampus sedangkan basis massa IMM berada di wilayah perkampungan dengan tingkat kecamatan atau asrama
21 Ibid. hlm. 411.
22 Farid Fathoni, Kelahiran Yang Dipersoalkan : Dua Puluh Enam Tahun IMM 1964-1990 ( Surabaya: Bina Ilmu,1990), hlm. 138.
mahasiswa dengan membentuk kelompok atau komisariat. 23 DPP IMM menyetujui tawaran PB HMI tersebut karena orientasi IMM berada di sektor masyarakat dengan kegiatan sosial seperti dakwah dengan bakti sosial maupun pengajian walaupun akhirnya IMM tidak dikenal dalam kampus hingga akhirnya hanya mengadakan
kelompok-kelompok diskusi. 24
Dengan adanya konsensus tersebut Slamet Sukirnanto yang berniat ingin mendirikan komisariat IMM di UI Rawamangun dan UI Salemba dilarang oleh DPP IMM yang saat itu berpusat di
Yogyakarta. 25 Kebijakan ini membuat Slamet kecewa dengan IMM pusat padahal aspirasi anggota IMM di UI sangat banyak dan ingin mendirikan IMM Cabang UI tetapi itu hanya diakui oleh IMM pusat
secara de jure bukan secara de facto. 26 Keputusan IMM Pusat ini disebabkan sesama IMM Jakarta sering mengalami perselisihan walaupun IMM Jakarta mempunyai maksud supaya dinamis sehingga setiap Cabang IMM mempunyai masing-masing strategi
23 Ibid.
24 Ibid.
25 Ibid. hlm 139.
26 Wawancara Sudibyo Markus, 4 Desember 2012, Pkl 14:03 WIB. Di Hotel Grand Kemang, Jakarta.
pengembangan organisasi. Perihal konflik antar Cabang IMM Jakarta ini dialami oleh Ciputat, Limau, dan Kramat. 27 Maka dari itu, IMM pusat yang berada di Yogyakarta tidak begitu senang dengan IMM gaya Jakarta yang terlalu mudah untuk berselisih apalagi dengan alasan politis. Foto IMM Jakarta ini dapat dilihat dalam dokumentasi Farid Fathoni. Dalam koleksi foto ini nampak jajaran pengurus IMM Jakarta telah menghadiri agenda Mukernas III IMM di Yogyakarta. Mereka terlihat mengenakan jaket kepengurusan IMM yang berwarna merah lengkap dengan atributnya. Mereka adalah pengurus cabang seperti Sabuki dari IMM Ciputat dan Nizamuddin dari IMM Cabang
UI kemudian Isa Anwari dan Husni Tamrin dari DPD IMM Jakarta. 28 Dengan arah orientasi seperti ini, aktivis IMM sering mengadakan kegiatan peringatan hari besar nasional atau hari besar Islam seperti ketika peringatan Maulid Nabi bahkan didukung oleh warga muslim dengan menyediakan konsumsi, akomodasi, dan
penerangan secara cuma-cuma. 29 Akan tetapi, usia konsensus tersebut tidak berumur panjang dengan HMI mendirikan rayon di
27 Wawancara Sudibyo Markus, 4 Desember 2012, Pkl 14:03 WIB. Di Hotel Grand Kemang, Jakarta.
28 Data deskripsi foto didapat dari koleksi dokumentasi pembukuan. Farid Fathoni, op.cit., hlm. 154.
29 Ibid. hlm 139.
sektor kecamatan. 30 Maka akhirnya IMM juga kembali ke wilayah kampus dengan keputusan Munas kedua dengan pembentukan komisariat. 31 Sepanjang tahun 1969 dalam organisasi IMM mengalami faksionalisasi pembagian kewenangan pusat antara poros Jakarta dan poros Yogyakarta. Perihal ini disebabkan pimpinan pusat IMM selalu berada di Yogyakarta sehingga koordinasi tentang penyebaran jaringan bekas KAMI Pusat selalu ketinggalan informasi aktual diikuti
dengan beberapa keputusan Konfernas IV IMM yang tidak aspiratif. 32 Sedangkan fungsi DPP IMM di Jakarta hanya menjadi perwakilan keputusan pimpinan pusat yang berada di Yogyakarta. Perihal ini membuat Slamet Sukirnanto kecewa dengan menyatakan IMM telah kehilangan momentumnya. Alasan Slamet ini disebabkan permasalahan nasional sering ditanggapi terlambat oleh pengurus pusat IMM yang berada di Yogyakarta atau sering ketinggalan
beberapa langkah dengan kejadian di Jakarta. 33
30 Wawancara Agussalim Sitompul, 12 September 2012, Pkl 14:56 WIB. Di kediamannya jalan. Pangajabsih Sanggrahan, Condong Catur Sleman Yogyakarta.
31 Farid Fathoni, op.cit., hlm. 139.
32 Ibid. hlm 149.
Menurut Slamet, sikap para pimpinan pusat IMM yang berada di Yogyakarta yang hanya berada dibalik meja, tidak mengerti situasi lapangan di Jakarta. Apalagi kondisi sosial-politik di Jakarta dituntut untuk praktis dan strategis dalam berbagai negosiasi pergerakan seperti momentum perintisan berdirinya Komite Nasional Pemuda Indonesia ( KNPI ). Dengan demikian dalam tubuh IMM telah muncul antara poros Jakarta sebagai poros politik dan Yogyakarta sebagai
poros ideologi. 34
II ) Relasi PB HMI Jakarta Dengan HMI Cabang Yogyakarta
Pada lingkup PB HMI pasca periode kepengurusan Sulastomo telah terpilih Nurcholish Madjid. Ia seorang aktivis HMI Ciputat yang kuliah di Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam Fakultas Adab IAIN Ciputat. Karena didukung kemahiran bahasa Arab dan bahasa Inggris beserta ilmu-ilmu agama yang ia peroleh setamat Pondok Gontor. Ia mampu memahami dan menafsirkan teks-teks literatur agama Islam secara klasik maupun modern.
Sebagai ketua PB HMI Nurcholish memberikan atensi terhadap lima orang anggotanya yang berada di Bandung dan Yogyakarta. Di
34 Ibid.
Bandung terdapat Endang Saifuddin dan Imaddudin Abdulrahim yang loyal kepada Nurcholish karena kedalaman ilmu agamanya sehingga menjadi basis koalisi politik Nurcholish. Sedangkan di Yogyakarta terdapat Djohan Effendi, Manshur Hamid, dan Ahmad Wahib yang mengkaji wacana Keislaman, kelembagaan umat, modernisasi, sekularisasi, dan westernisasi melalui hasil-hasil kesimpulan diskusi terbatas ( limited group ). Lalu terjadi perdebatan antara Nurcholish dengan Djohan perihal westernisasi. Nurcholish mengkritik Djohan dan Wahib tentang westernisasi yang memiliki dampak negatif sebaliknya Djohan berpendapat bahwa westernisasi
untuk pengembangan mentalitas. 35
Madzhab HMI Yogyakarta dengan kelompok Wahib, Djohan, dan Dawam hingga dianggap sekuler oleh kalangan aktivis HMI lain. 36 Nurcholish sebagai ketua PB HMI berusaha moderat diantara kategorial tersebut lalu ia menyebut poros “Jakarta-Jogja” sebagai jalur ide dan poros “Jakarta-Bandung” sebagai jalur politik. 37
35 Ahmad Gaus, Sang Pelintas Batas : Biografi Djohan Effendi ( Jakarta: Kompas-ICRP, 2009 ) hlm 72.
36 Ibid. hlm. 73.
37 Ahmad Wahib, Catatan Harian Ahmad Wahib: Pergolakan Pemikiran Islam, Djohan Effendi & Ismed Natsir (eds.). (Jakarta: LP3ES, 1981 ), hlm. 160.
Kemudian Ridwan Saidi seorang pengurus HMI UI Jakarta telah berkata kepada Hendrik ketua pusat GMKI bahwa pembaharuan HMI dimotori oleh HMI Yogyakarta.
Nurcholish selalu memantau perkembangan diskusi di Yogyakarta melalui laporan Sularso dan Djoko Prasodjo yaitu staf PB HMI yang sebelumnya menjadi pengurus HMI Yogyakarta dan Badan Koordinasi Jawa Tengah HMI ( Badko HMI Jateng ). Keduanya masih kuliah di kota yang sama sehingga sering mondar-mandir Jakarta- Yogyakarta dan selalu membawa hasil makalah-makalah diskusi limited group. Oleh karena itu, Nurcholish sangat menghormati Mukti Ali yang menjadi pembimbing diskusi limited group. Sedangkan Sularso, Djoko, dan Dawam Rahardjo menjadi komunikator wacana
baru pemikiran Islam antara Jakarta dan Yogyakarta. 38 Ditambah pula seorang sekjen Nurcholish juga berasal dari HMI Cabang Yogyakarta. Ialah Ahmad Muhsin dan Nurcholish sering mengadakan kegiatan pengkaderan berjenjang HMI.
Penulis dipinjami foto dari koleksi Ahmad Muhsin ketika ia sedang menjadi moderator dalam sebuah agenda pengkaderan HMI di Jakarta sedang pengisinya adalah Nurcholish dan Ridwan Saidi ditengah mejanya terdapat plakat kertas dengan identitas PB HMI.
38 Ibid, hlm. 156.
Tampak Nurcholish dan Ridwan mengenakan baju hem putih ala mahasiswa beralaskan sandal sedang Muhsin mengenakan piyama dengan sepatu boot. Mereka bertiga dihidangkan kopi hitam dan kue
oleh panitia acara. 39
Nurcholish tampaknya mempertimbangkan makalah-makalah diskusi dari Yogyakarta dengan membandingkan telaah referensi yang ia baca. Kemudian ia menghubungkan dengan nilai-nilai Kemodernan dan Kebangsaan dengan pengenjawantahan modul pengkaderan HMI yang bernama Nilai Dasar Perjuangan ( NDP ). Pada era 1968 Nurcholish telah menulis artikel di Majalah Panji Masyarakat edisi kelima dan Mimbar Demokrasi dengan judul “
Modernisasi Ialah Rasionalisasi Bukan Westernisasi”. 40 Lalu tahun 1970 Nurcholish berpidato dengan menyatakan “ Keharusan Pembaharuan Pemikiran Islam Dan Masalah Integrasi Ummat”. 41 Makalah ceramah Nurcholish pun dikirim melalui pos oleh Dawam ke Yogyakarta untuk Djohan, Wahib, dan Manshur meski
39 Foto diperoleh dari koleksi Ahmad Muhsin Kamaludingrat.
40 B.J. Boland, The Struggle Of Islam in Modern Indonesia, ( The Hague: Martinus Nijhoff-KITLV, 1971 ), hlm 221. Artikel Nurcholish
juga diliput oleh redaksi Mimbar Demokrasi berdasar catatan Harian Ahmad Wahib, op.cit, hlm. 166.
41 Ibid.
secara formal mereka telah keluar dari HMI. Walaupun Djohan, Wahib, dan Manshur telah keluar dari keanggotaan HMI namun
mereka tetap diminta untuk mengisi penataran kader HMI. 42 Dengan pidato tersebut Nurcholish dijuluki “Natsir Muda” karena kemahirannya dalam berpidato sehingga wawasan Islamnya dikenal luas. Pidatonya pun banyak mengundang reaksi terutama Mochtar Lubis yang memimpin Koran Indonesia Raya. Kemudian Nono Makarim menjuluki Nurcholish sebagai “ the speech of the year
“ dalam Harian KAMI. 43
Dengan modal penguasaan ilmu agama, sejarah dan filsafat, Nurcholish sebagai PB HMI membawa wacana “ berfikir kembali tentang Islam “ ( Rethinking of Islam ) dalam kewenangan dan popularitas PB HMI, di samping itu Nurcholish membangun citra HMI madzhab Ciputat dengan menyiapkan kader-kader HMI Ciputat meskipun tidak secara instruktif-formal seperti Azyumardi Azra, Komaruddin Hidayat, Atho Mudzhar, Abudin Nata, Bachtiar Effendi, Saiful Mujani, Mulyadhi Kartanegara, Hadimulyo, Sudirman Tebba
42 Ahmad Gaus, op.cit, hlm. 75.
43 Budhy Munawar Rachman, “ Nurcholish Madjid dan Perdebatan Islam di Indonesia “ Abdul Halim (ed). Menembus Batas Tradisi : Refleksi Atas Pemikiran Nurcholish Madjid ( Jakarta: Kompas & Universitas Paramadina, 2006 ) hlm.117.
hingga Zacky Siradj. 44 Meskipun begitu ketetapan Nurcholish sebagai pengurus PB HMI selama dua periode menuai protes dari HMI Jawa Tengah dan HMI Yogyakarta termasuk Wahib dan kawan-kawan sehingga menjadi motivasi Wahib dan Djohan untuk keluar dari keanggotaan HMI. Karena menurut Wahib dan kawan-kawan perihal
tersebut dapat memupus kaderisasi Jawa Tengah dan Yogyakarta. 45
III ) Relasi PB PMII Jakarta Dengan Aspirasi PMII Cabang Yogyakarta
Di pihak PMII masa ini dipimpin oleh Zamroni yang menjabat sebagai ketua Pimpinan Pusat, ia telah membawa PMII sebagai lapisan kedua bagi PNU. Terutama wacana rederessing DPR Gotong Royong menuju Golongan Karya ( Golkar ) beserta munculnya wadah gabungan fungsional seperti MKGR, KOSGORO, dan PGRI. Efek sebagai lapisan kedua bagi PNU membuat PMII mengalami degradasi
pada basis perguruan tinggi umum pada awal tahun 1970. 46 Didalam
44 Wahyuni Nafis, “ Selayang Pandang HMI Cabang Ciputat Dalam Sejarah ” dalam http://hmiciputat.tripod.com/id1.html , 23- Feb-2013, 23 : 09 PM.
45 Wawancara Chumaidi Syarif Romas, 24 Oktober 2012, Pkl 19:20 WIB. Di kediamannya jalan. Bedukan RT 5 Desa Plered, Kecamatan Plered Bantul Yogyakarta.
46 Fauzan Alfas, PMII Dalam Simpul-Simpul Sejarah Perjuangan 46 Fauzan Alfas, PMII Dalam Simpul-Simpul Sejarah Perjuangan
Pada bulan Maret tahun 1970 pengurus PMII Jakarta Raya mengadakan perkenalan calon-calon mahasiswa untuk bergabung dalam PMII di Kantor IAIN Ciputat jalan Thamrin 42 Jakarta. 49 Lalu diadakan pertemuan antar pimpinan PMII Jakarta Raya di rumah almarhum Zainal Arifin yang beralamat di kawasan Cikini. Dalam pertemuan ini telah dipimpin Marhum yang menjabat sebagai Sekretaris Umum Pengurus Pusat PMII. Ia menyatakan bahwa urgensi membantu pelaksanaan Pemilihan Umum ( Pemilu ) yang akan diselenggarakan tahun 1971, lalu menganjurkan kepada jajaran
47 Ibid.
48 Ibid. hlm. 53.
49 Fauzan Alfas, op.cit, hlm. 54.
aktivis PMII untuk membantu PNU menuju kemenangan Pemilu 1971. 50 Sementara itu di pihak DPP IMM era tahun 1970 lebih berkutat pada wacana pemberantasan korupsi, hingga Sudibyo Markoes dan anggota IMM mengadakan audiensi kepada Presiden
Soeharto perihal pemberantasan korupsi. 51
Memasuki tahun 1971 sesuai perencanaan agenda pengurus PMII Pusat bahwa tahun sebelumnya untuk membantu PNU dalam Pemilu. Maka dari itu, para pimpinan pusat PMII seperti Abduh Paddare, Fahmi Dja’far, dan Hasyim Adnan tergabung dalam Lembaga Pemenangan Pemilu NU ( LAPUNU ) hingga kekuatan dan
perhatian pimpinan pusat PMII terforsir untuk memenangkan NU. 52 Oleh karena itu, menurut Fauzan Alfas bahwa aktivitas politik- praktis pengurus besar PMII ini mudah laten sehingga ditiru para fungsionaris PMII tingkat Cabang maupun Wilayah. Dampak politik- praktis ini membuat PMII kalut dalam kekalahan PNU yang hanya
mendapatkan 58 kursi dari total 360 kursi. 53 Maka dari itu, memasuki tahun 1972 pengurus pusat PMII Jakarta telah
50 Ibid.
51 Farid Fathoni, op.cit., hlm. 154.
52 Fauzan Alfas, op.cit, hlm. 54.
53 Ibid, hlm. 55.
memutuskan untuk membuat Deklarasi Independensi dari NU maupun Pemerintah RI karena mendapat aspirasi dan rumusan dari pengurus PMII Yogyakarta seperti Umar Basalim dan Slamet Effendy
Yusuf. 54 Pada akhirnya deklarasi Independen PMII ini mengundang pro-kontra di kalangan aktivis PMII karena aspirasi dari pengurus NU. 55