ANTARA JAKARTA DAN YOGYAKARTA GERAKAN MA

ANTARA JAKARTA DAN YOGYAKARTA : GERAKAN MAHASISWA ISLAM PADA MASA ORDE BARU SKRIPSI

Disusun oleh: Ahmad Mujahid Arrozy

08/268164/SA/14501

JURUSAN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2013

BETWEEN JAKARTA AND YOGYAKARTA : ISLAMIC STUDENT MOVEMENT ON NEW ORDER UNDERGRADUATE THESIS

Written by: Ahmad Mujahid Arrozy 08/268164/SA/14501 DEPARTMENT OF HISTORY FACULTY OF CULTURAL SCIENCE GADJAH MADA UNIVERSITY YOGYAKARTA 2013

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini dipersembahkan pertama Kepada :

Para Angkatan Aktivis Gerakan Mahasiswa Pasca Reformasi 1998 supaya selalu menempuh asa menuju Indonesia yang lebih baik

Kedua, kepada Ayah, Ibu, dan keluarga penulis yang selalu menyemangati dalam suasana duka maupun putus asa.

HALAMAN MOTTO

“ Sebaik-Baiknya Manusia Adalah Bermanfaat Bagi Orang Lain “

( Muhammad SAW )

“ Hakekat Normativitas Masyarakat Selalu Berbeda Terbalik maupun

Unik Dengan Realitas-Historis Masyarakat “

( Amin Abdullah )

“ Ketidaktahuan Adalah Musuh Bersama Bagi Umat Manusia “

( Paus Benekditus XIV )

PRAKATA

Bismillahirahmanirrahim.

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi kekuatan rohani maupun ragawi dalam menyelesaikan tugas studi sejarah ini. Skripsi dengan judul Antara Jakarta dan Yogyakarta : Pola Gerakan Mahasiswa Islam Pada Masa Orde Baru. Penulis berkeinginan mendalami sisi pergerakan mahasiswa Islam. Dengan harapan supaya pembaca dapat merefleksikan perbandingan aspek normatif keagamaan dengan realita pergerakan keagamaan yang terkadang tidak lepas dari aspek manusiawi, sehingga dapat dipahami dan dimaklumi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof.Dr. Bambang Purwanto yang telah memberikan petunjuk ( clue ) dalam merintis penelitian ini melalui foto Akbar Tandjung dalam buku Victor Tanja.

Penulis ucapkan terima kasih kepada Dr. Nuraini Setiawati yang telah berkenan membimbing dan memberi arahan di tengah keterbatasan penulis dari segi akademik. Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada Dr. Agus Suwignyo dan Dr. Sri Margana selaku dosen pembimbing akademik dan Ketua Jurusan Sejarah FIB

UGM. Dengan tidak mengurangi rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada staf pengajar Jurusan Sejarah FIB UGM seperti Drs. Adaby Darban S.U. ( alm ), Drs. Arief Akhyat, M.A., Bahauddin M.Hum., Dr. Mutiah Amini M.Hum., Drs. Mahmoed Effendi, M.A., Julianto Ibrahim M.Hum, Drs. Andrie Nurtjahjo, Waluyo M.Hum dan Uji Nugroho M.Hum.

Perasaan maaf dan terima kasih sedalam-dalamnya dihaturkan penulis kepada Syukriyanto AR ( Ayah ) dan Cholifah ( Ibu ) yang telah mendukung secara moral, material, dan spiritual. Keluarga dan saudara penulis yang membantu skripsi ini. Dimulai dari Arief Hidayat & Khotijah, Diana & Natsir Tuasikal, Anis & Paryanto Rohma S.Ag., dan adik kesayanganku yakni Mazia Rizki Izzatika. Keluarga Besar Bani AR Fakhruddin dimulai Budhe Wasilah, Bulek Zahanah, Ir. Agus Purwantoro & Wastiyah, Luthfi Purnomo & Subarkah, Farkhan AR & Tatik, Fauzi AR & Uun Ilmiyatun, Nasrullah, Salman, Falah Wijaya, Bang Hamdan ( alumnus HMI UII ), Bang Akmal ( alumnus HMI Trisakti ), Farida Utami, dan Khairunnisa. Jazakumullah Khairan Katsira.

Ucapan terima kasih kepada tokoh-tokoh mantan alumni pergerakan mahasiswa Islam yang bersedia diwawancarai seperti

Bapak Prof.Dr.H.M. Amien Rais, Bapak Dr.H. Chumaidi Syarif Romas yang selalu bercanda, Bapak H. Said Tuhuleley, Ibu Hj. Hadiroh, Bapak H. Ahmad Muhsin Kamaludiningrat, Bapak K.H. Gus Masrur Ahmad, Bapak H. Rosyad Sholeh, Bapak dr. Sudibyo Markoes, Ibu Hj. Susilaningsih Kuntowijoyo, Bapak H. Syamsu Udaya, Bapak Dr. Fajrul Falaakh, Bapak Dr. Hamdan Daulay, Bapak Prof. H. Agussalim Sitompul, Bapak H. Immawan Wahyudi, dan Cak Mustafid.

Terima kasih atas bantuan, setiakawan, dan kekompakan angkatan 2008. Endi Zulkarnaedi, Pradita Dukarno, Danu Dolethea, Masdar Farid, Alif Ilhamsyah, dan Muhammad Muklis. Disusul oleh Topan Arso, Himawan Priyambodo, Januar Wida, Aries Dwi, Abdul Ghofur, Sidik Purwanto, Luthfi Firmansyah, Kristian Aditama, Luthfia Farhani, Nurul Romdlani, Ekaningtyas, Septiana, Ratna Kanya, dan Kartika Rini. Kemudian penggiat forum diskusi Histma Pradita dan Wildan Sena Associates. Tak lupa ucapan terima kasih kepada Bapak Sia Ka Mou atas sumbangan ilmu maupun materi. Angkatan 2009. Tedy, Panji, Tantri, Toro, Adi Pandoyo dan kawan- kawan lainnya.

Terima kasih atas bantuan rekan-rekan pergerakan mahasiswa. Dimulai dari IMM seperti Bang Irawan Puspito, Abdul

Fikar, Adhi Wicaksono, Faris Milzam, Rijal Ramdhani, Arizal Gresik, Ghifari Yuristiadi, Dede Sugiarto, Afif Kulonprogo, Emiriyani, Kiki Nurhadiyati, Herlina, Annisa Azwar, Warih Kartika, Yasfi Ilalang, Hendra Filsuf, Astri Nur Faizah, Aulia Taarufi, Mbak Imi, Mbak Ana, Bang Malik, Cak Makrus dan rekan-rekan IMM yang lain. Dari HMI seperti Yasif, Angga, Dwi dan Dzikri. Dari PMII seperti Muyik dan Yaswinda Feronica. Dari KMNU seperti Fajri. Dari GMNI seperti Wahid. Dari Gertak seperti Faris dan Mita. Kemudian kepada para akademisi sebagai pembina pergerakan yakni Prof. Dr. Munir Mulkan, Dr. Robby Abror, Hanafi Rais M.I.P, Dr. Claudia Nef Saluz dan Prof. Dr. Syamsul Hadi.

Komunitas Basket Sejarah FIB UGM seperti Ari, Adit, Fauzan Adhim, Johanna, Titi Susanti, Adit, Ryan Beredo, Sholeh, Denis Tuankota, Faisal, Ibnu Fauzan, Adi Nur Ahmad, S.M. Nur Fauziyah, Fitria Mamonto, Yhaya Rasta, Siwi, Radesh, Amala, Nayla, Safrin, Subek, dan kawan-kawan lain. Lanjutkan kemenangan kalian ! Lalu rekan-rekan alumni Pondok Gontor seperti Noval Novriyansyah, Irfan Ortrifa, Setyo Widodo, Zaim Pati, Agus Ngaglik, Fatih Bengkulu, Cahya Pati dan Adlan Syibawaih. Kemudian rekan dan keluarga KKN UGM Cianjur seperti Novi, Didit, Mustofa, Siti Nurjannah, dan keluarga besar bibinya Novi dan Yuly Agustiana.

Terima kasih terakhir kepada Mbak Rika selaku sekretaris Jurusan Sejarah FIB UGM, Mas Pongki selaku pustakawan FIB yang humoris, dan para pustakawan Perpusnas Salemba Jakarta. Semoga pahala selalu menyertai mereka sebagai penolong bagi penuntut ilmu di perguruan tinggi.

Yogyakarta, 11 April 2013

Penulis

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran: Halaman

1 Yel-yel Aktivis Mahasiswa Islam…………………………..

2 Syair dan Puisi Aktivis Mahasiswa Islam……………….

3 Catatan Ahmad Wahib Seputar Reaktualisasi

Pemikiran Islam……………………………………………….

4 Foto Agenda HMI di Masjid Syuhada Yogyakarta……..

5 Foto Pertunjukkan Seni HMI………………………………. 271

6 Dokumen Pamflet HMI………………………………………. 272

7 Surat Kepengurusan PB HMI Kepada Presiden

Soekarno………………………………………………………..

8 Foto Audiensi DPP IMM Kepada Presiden Soekarno….

9 Foto Anggota IMM Jakarta…………………………………. 275

10 Foto Audiensi Koalisi Pergerakan Mahasiswa Ekstra

Universiter Kepada DPR RI…………………………………

11 Foto Nurcholish Madjid, Ahmad Muhsin, Ridwan

Saidi, Ketika Sedang Mengisi Acara Pengkaderan PB HMI Jakarta……………………………………………………

12 Foto Akbar Tandjung Sedang Menghisap Kretek………

13 Foto Ridwan Saidi, Chumaidi Syarif dan Al-Waeni

Sedang Mengisi Acara Pengkaderan PB HMI…………..

14 Foto Suasana Rehat PB HMI Jakarta Partisipasi IMM

15 Foto Suasana Pembukaan Konferensi Nasional di 281 Yogyakarta 1969 & Pertunjukkan Paduan Suara Aktivis Putri IMM……………………………………………..

16 Foto Said Tuhuleley Sedang Berdiskusi Dengan 282 Rekannya……………………………………………………….

17 Foto Said Tuhuleley Sedang Menghadiri Agenda 283 Pembukaan DEMA IKIP Yogyakarta………………………

18 Bagian Kegiatan Munas IMM 1971……………………… 284

19 Foto Emha Ainun Nadjib Mengisi Agenda Isra Mi’raj 285 Yang Diadakan HMI IKIP Yogyakarta……………………

20 Foto Malam Peringatan Isra Mi’raj Yang Diadakan 286 HMI FKIS IKIP Yogyakarta…………………………………

21 Foto Aktivis Putri HMI IKIP, Anisah dan Lutfiah 287 Lomba Kejuaraan Tenis Meja………………………………

22 Foto Said Tuhuleley Bersama Teman-temannya HMI 288 IKIP Rekreasi Di Pantai Yogyakarta………………………

23 Foto Aktivis HMI IKIP Sedang Menyaksikan Layar 289 Tancep “Braga Stone”……………………………………….

24 Foto Said Tuhuleley Menandatangani Absensi Agenda 290 HMI……………………………………………………………….

25 Souvenir Up-Grading Sekretariat & Cohati HMI 291 Yogyakarta di Berbah, Sleman…………………………….

26 Souvenir Senior Course HMI Yogyakarta 1968……….. 292

27 Foto Suasana Peserta MUNAS IMM Yogyakarta 1971.. 293

28 Foto Agenda Pelantikan Pengurus DPD IMM 294 Yogyakarta 1971-1974……………………………………….

29 Foto Aktivis HMI UII Yogyakarta Membuka 295 Bimbingan Tes 1983………………………………………...

DAFTAR ISTILAH

AD/ART : Anggaran Dasar / Anggaran Rumah Tangga Ahlu Sunnah : Paham aliran Islam Sunni yang bersandar Nabi Wal Jamaah

Muhammad lalu diwariskan kepada ulama- ulama yang mendalami literatur ilmu-ilmu Islam seperti : Tauhid, Fiqh, dan lain sebagainya

Asas Tunggal : Kebijakan Pemerintah terhadap Orpol maupun Ormas untuk menganut asas Pancasila Assabiqunal

: Para pendiri dan Pengikut Pertama HMI MPO Awwalun Batra

: Basic Training atau latihan kader HMI Era 70-

an

DPP ( S ) : Dewan Pimpinan Pusat Sementara Caretaker

: Pengurus Pengganti Sementara

Fact Finding : Komisi Penyelidikan Fakta yang dibentuk PB Commision

HMI

HAM

: Hak Asasi Manusia

Harlah

: Hari Ulang Tahun

HMI ( Dipo ) : Faksi HMI pro Asas Tunggal yan berkantor di

Jalan Diponegoro Menteng

Immawan : Akronim sapaan akrab bagi aktivis putra IMM Immawati

: Akronim sapaan akrab bagi aktivis putri IMM Kochi

: Status Yogyakarta pada masa administrasi

kedudukan Jepang

Konfercab : Konferensi Cabang bagi HMI dan PMII Konfernas

: Konferensi Nasional bagi IMM era 1969 Krismon : Krisis Moneter KKN : Korupsi, Kolusi, Nepotisme Mapaba

: Masa Penerimaan Mahasiswa Baru atau masa penyambutan anggota baru bagi PMII Maperca

: Masa Penerimaan Calon Anggota bagi HMI Makasa

: Malam Kasih Sayang atau agenda malam keakraban dalam menyambut anggota baru bagi IMM

Maprata : Masa Perkenalan Calon Anggota Bagi Gerakan

Mahasiswa Ekstra-universiter

Milad : Hari Ulang Tahun / Dies Natalis Nasakom : Nasionalisme, Agama, Komunisme Onderbouw

: Secara harfiah adalah bagian permulaan dari : Secara harfiah adalah bagian permulaan dari

Orba : Orde Baru Opvang

: Penerimaan dan Peresmian Lembaga Baru Ortom : Organisasi Otonom PM : Perdana Menteri Jepang Retooling

: Pengaturan Kembali dalam komposisi kabinet Rederessing : Perubahan Komposisi Keanggotan Dalam

Parlemen

SKS : Sistem Kredit Semester Dalam Perkuliahan

Nasional

Studie-Commisie : Komite Pembenahan Organisasi yang dibentuk

oleh PB HMI

Tadabur Alam : Refleksi Alam sambil rekreasi bersama-sama Turba

: Turun Ke Bawah, Melalui pemberdayaan

masyarakat atau bakti sosial

Tritura

: Tiga Tuntutan Rakyat

Tritura 1974

: Tri Tuntutan Hati Nurani Rakyat

DAFTAR SINGKATAN

ADIA

: Akademi Dinas Ilmu Agama

AMPERA

: Amanat Penderitaan Rakyat

ANRI

: Arsip Nasional Republik Indonesia

ARH

: Arief Rachman Hakim

ASPRI : Asisten Presiden BADKO HMI

: Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam BAKIN

: Badan Koordinasi Intelijen Negara

BAPERKI : Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan

Indonesia

BKK : Badan Koordinasi Kemahasiswaan BPK

: Badan Pendidikan Kader

BPS

: Badan Pendukung Sukarnoisme

CGMI

: Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia

DEPARLU

: Departemen Luar Negeri

DMUI : Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia DPR-RI

: Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia

FDR

: Front Demokrasi Rakyat

FIPA

: Fakultas Ilmu Pasti dan Alam

FIPIA

: Fakultas Ilmu Pasti dan Pengetahuan Alam

FKIE

: Fakultas Keguruan dan Ilmu Ekonomi

FKIS

: Fakultas Keguruan dan Ilmu Sosial

FORDEM

: Forum Demokrasi

FPII

: Front Pemuda Islam Indonesia

GBRO

: Garis Besar Rekayasa Organisasi

GEMUIS : Gerakan Muda Islam GEMSOS

: Gerakan Mahasiswa Sosialis Indonesia

GMKI

: Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia

GMNI

: Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia

GMNI-ASU : GMNI Ali Surachman GP-Anshor

: Gerakan Pemuda Anshor

GPII

: Gerakan Pemuda Islam Indonesia

HIMA : Himpunan Mahasiswa Al-Jami’atul Al-Wasliyah HMI

: Himpunan Mahasiswa Islam

HMI MPO : Himpunan Mahasiswa Islam Majelis

Penyelamat Organisasi

IAIN

: Institut Agama Islam Negeri

IAMY : International Assembly Moeslim Youth ICMI

: Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia

IKIP

: Institut Keguruan Ilmu Pendidikan

IMADA

: Ikatan Mahasiswa Djakarta

IMANU : Ikatan Mahasiswa Nahdhatul Ulama IMM

: Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah IPMI

: Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia IPPNU

: Ikatan Pelajar dan Pemuda Nahdhatul Ulama ITB : Institut Teknologi Bandung KAHMI

: Korps Alumni HMI

KAMI : Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia KAMMI

: Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia KAPPI

: Kesatuan Aksi Pelajar Pemuda Indonesia KAWI

: Kesatuan Aksi Wanita Indonesia KMB

: Konferensi Meja Bundar

KMI

: Kesatuan Mahasiswa Islam

KMNU : Keluarga Mahasiswa Nahdhatul Ulama KOGALAM

: Komando Siaga Umat Islam

KNPI : Komite Nasional Pemuda Indonesia KORAMIL

: Komando Rayon Militer

KOPKAMBTIB : Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban KOPRI

: Korps Pegawai Negeri

KOTRAR : Komando Tertinggi Aparatur Revolusi LAPMI

: Lembaga Pers Mahasiswa Islam LAPUNU : Lembaga Pemenangan Pemilu NU LDMI

: Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam LMND

: Lembaga Mahasiswa Nasional Demokrat LMMY : Liga Mahasiswa Muslim Yogyakarta LSBMI

: Lembaga Seni Budaya Mahasiswa Islam LP-Maarif NU

: Lembaga Pendidikan Maarif Nahdhatul Ulama MALARI

: Malapetaka Lima Belas Januari MASYUMI

: Majelis Syuro Muslimin Indonesia MAPABA

: Masa Penerimaan Mahasiswa Baru MMI

: Majelis Mahasiswa Indonesia

NASAKOM : Nasionalisme, Agama, dan Komunisme NDP HMI

: Nilai Dasar Perjuangan Himpunan Mahasiswa

Islam

NEKOLIM : Neo Kolonialis, Komunis, dan Imperialis NA : Nasyiatul A’isyiyah NKK

: Normalisasi Kehidupan Kampus NUS

: National Union of Students

NU : Nahdhatul Ulama PARKINDO

: Partai Kristen Indonesia

PB : Pengurus Besar PDII-LIPI

: Pusat Dokumentasi Informasi Ilmiah-Lembaga

Ilmu Pengetahuan Indonesia

PEPELRADA : Penguasa Pelaksana Dwikora Daerah Djakarta PELMASI

: Pelopor Mahasiswa Sosialis Indonesia PERSIS : Persatuan Islam PESINDO

: Pemuda Sosialis Indonesia

PII

: Pelajar Islam Indonesia

PKPMI : Persatuan Kebangsaan Pelajar Islam Malaysia PMKRI

: Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik

Indonesia

PMII : Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia PMNU

: Persatuan Mahasiswa Nahdhatul Ulama PMY

: Persyarikatan Mahasiswa Yogyakarta PMM

: Persatuan Mahasiswa Muslim

PM : Pemuda Muhammadiyah PNI

: Partai Nasional Indonesia

PNU

: Partai Nahdhatul Ulama

PSI

: Partai Sosialis Indonesia

PSII

: Partai Syarikat Islam Indonesia

PPMI : Perhimpunan Pergerakan Mahasiswa Indonesia PPMI : Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia PPP

: Partai Persatuan Pembangunan

PORPISI : Perserikatan Organisasi-Organisasi Pemuda

Islam Indonesia

PRD

: Partai Rakyat Demokrat

RRC : Republik Rakyat Cina RPKAD

: Resimen Pasukan Komando Angkatan Rakyat PRRI : Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia RI : Republik Indonesia RRI

: Radio Republik Indonesia

SEMI : Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia SOMAL

: Sekretariat Bersama Organisasi Mahasiswa

Lokal

STI

: Sekolah Tinggi Islam

UBK

: Universitas Bung Karno

UII : Universitas Islam Indonesia UKM

: Unit Kegiatan Mahasiswa

USAKTI

: Universitas Trisakti

WMSA : World Moslem Student Association Yakmindo : Yayasan Kesejahteraan Mahasiswa Indonesia

ABSTRACT

An Islamic student movement each has different characteristics from ideological identity perspective and environmental conditions so makes to political, social, and cultural orientations. This study discuss comparational character of Islamic student movement between Jakarta and Yogyakarta with temporality on New Order ( 1966-1998 ).

The result of this study indicates that the Islamic student movement have a conflictual character models. Conflictual character was a dominant pattern that occurred among the Islamic student movement between the two cities. Islamic student movement cannot

be separated from social life-student aspect which was a sub- structure of the middle class socio-urban structuration such as those alumni who work in government and corporate nor impact figures of Islamic society organizations. An Islamic student movement was able to have a method of organizing from the bottom up to the top. At the grassroots level has a social orientation such as social service and educational training cadres. While the upper level has a political orientation such hearings and lobby with authority. Some orientation options became an integral part in the dynamics of movement, thus causing differences in orientation between activist who hold headquarter with activist who were in the district through internal conflicts nor fellow movement.

Research this history using method of selection source based on discovery of archival documents, recorded an interview former of Islamic student activist Islam, photograph collection ex- activists Islamic student movement, video documentary recorded, and old stories sources reported on magazine and newspaper.

Keywords: Movement, Activist, Student, Islam, Comparison, Character, Pattern, New Order, Jakarta, Yogyakarta

ABSTRAK

Setiap gerakan mahasiswa Islam masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda-beda jika ditinjau dari identitas ideologi dan lokasi atau lingkungan sehingga menimbulkan orientasi politik, sosial, dan kultural. Studi ini membincang perbandingan karakter pergerakan mahasiswa Islam antara Jakarta dan Yogyakarta dengan temporalitas Orde Baru ( 1966-1998 ).

Hasil studi ini menunjukkan bahwa pergerakan mahasiswa Islam memiliki karakter dan model konfliktual. Karakter konfliktual ini menjadi pola dominan yang terjadi antar pergerakan mahasiswa Islam pada lingkup antara dua kota. Gerakan mahasiswa Islam juga tidak dapat lepas dari corak kehidupan sosial-kemahasiswaan yang merupakan sub-struktur kelas menengah dari strukturasi sosial- perkotaan, seperti alumni-alumni mereka yang bekerja di pemerintahan dan perusahaan maupun pengaruh tokoh-tokoh pimpinan Ormas Islam. Gerakan mahasiswa Islam mampu memiliki metode pengorganisasian dari bawah hingga atas. Pada tingkat bawah masyarakat memiliki orientasi sosial seperti bakti sosial dan latihan pendidikan kader, sedangkan pada tingkat atas memiliki orientasi politik seperti audiensi dan lobi dengan pemegang kekuasaan. Beberapa pilihan orientasi menjadi bagian integral dalam dinamika pergerakan hingga menyebabkan perbedaan orientatif antara aktivis yang memegang jabatan pusat dengan aktivis yang berada di daerah sehingga menimbulkan konflik internal maupun konflik sesama gerakan.

Penelitian sejarah ini menggunakan metode seleksi sumber informasi yang berdasar penemuan dokumen arsip, rekaman wawancara mantan aktivis mahasiswa Islam, koleksi foto mantan aktivis mahasiswa Islam, rekaman video dokumenter dan sumber berita masa lampau yang berupa majalah maupun surat kabar.

Kata Kunci: Gerakan, Aktivis, Mahasiswa, Islam, Perbandingan,

Karakter, Pola, Orde Baru, Jakarta, Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Gerakan mahasiswa Islam ( Islamic student movement ) adalah organisasi kalangan mahasiswa muslim yang berlandaskan ajaran dan ideologi Islam. Dalam sejarah pergerakan politik di Indonesia organisasi mahasiswa Islam terdiri dari onderbouw para organisasi

politik dan organisasi masyarakat. 1 Organisasi mahasiswa Islam yang dimaksud adalah Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang lahir pada tahun 1947, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang lahir pada tahun 1960, dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) yang lahir pada tahun 1964. Tiga organisasi diatas masing-masing memiliki dinamika sejarah pergerakan dan pendidikan politik. Dengan dua contoh hasil penulisan sejarah HMI yang telah ditulis Agus Salim Sitompul dan sejarah IMM yang telah ditulis Farid

Fathoni. 2 Pada akhirnya lingkup kajian sejarah politik mereka

1 Lihat dalam Purnomo Sidi, “ Gerakan Mahasiswa 66 dan Perubahan Politik Indonesia “. Skripsi. Fakultas Sastra Universitas

Gadjah Mada. 1996.

2 Bandingkan Agussalim Sitompul , Sejarah Perjuangan HMI 1947-1975 (Surabaya: Bina Ilmu, 1976) dengan. Farid Fathoni, Kelahiran Yang Dipersoalkan: Seperempat Abad Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah 1964-1989 (Surabaya : Bina Ilmu, 1990).

memberikan versi yang berbeda-beda tentang kiprah maupun peranan mereka dalam perubahan politik. Sebaliknya, kajian ini fokus pada pola dan perilaku pergerakan yang terpengaruh kondisi sosial-politik di lingkup perkotaan kemudian ditinjau dari perspektif

sejarah sosial (social history perspective). 3

Gerakan mahasiswa dalam kajian ilmu sosial adalah gerakan kota dimana kota lebih berpeluang mendapatkan akses dan kemudian menerima nilai-nilai baru dari sebuah tatanan modernitas. Kota menjadi agen modernisasi dengan infrastruktur yang menaunginya seperti : instansi pemerintahan, lembaga pendidikan dan penelitian, kawasan industri dan pabrik, pusat perbelanjaan dan perdagangan berupa pasar tradisional maupun swalayan, pusat hiburan, media massa yang menggaung seperti koran dan radio, disusul dengan terbukanya jasa komunikasi dan transportasi. Oleh karena itu, tidak heran jika kota terlebih dahulu menerima sosialisasi modernisasi karena letak perguruan tinggi sebagai institusi

3 Persepsi utama sejarah sosial adalah bagaimana masyarakat mengatur hubungan antar sesamanya, mempertahankan diri,

mencari solusi dalam permasalahan situasi lingkungan jadi bukan figur pelaku sejarah yang diutamakan tetapi pola dan perilaku mereka dan terakhir adalah mengamati keterkaitan antara perilaku yang menghasilkan kejadian ( event ) dilingkupi situasi sosial. Lihat dalam Taufik Abdullah (ed), Sejarah Lokal di Indonesia (Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 1990) hlm.316.

pendidikan secara spasial umumnya berada di kota. Hal itu dapat dimaklumi karena perguruan tinggi akan mencetak tenaga kerja terdidik dan terampil yang pasti dibutuhkan pada masa industrialisasi di Indonesia. Maka dari itu, penelitian sejarah ini secara spesifik mengkaji pergerakan sosial yang terpengaruh oleh dinamika sosial-perkotaan baik itu bersifat politik, sosial, atau orientasi pribadi para aktivis mahasiswa Islam.

Menurut Ira Lapidus, kondisi buruk ekonomi era 1960-an membuat aktivis mahasiswa Islam menempuh pergerakan politik yang radikal. Meskipun pada tahun 1955 mereka menghadapi negosiasi dilematis dalam era Demokrasi Terpimpin yakni pertimbangan antara ideologi-normatif dengan realita krisis sosial-

ekonomi. 4 Oleh karena itu, terbesit dalam visi mereka untuk mendirikan negara Islam. 5 Dengan demikian, proseduralisasi kesarjanaan menjadi hal yang mutlak dan bermula dari tahap kemahasiswaan. Tahap dan masa usia jenjang pendidikan tinggi ini membutuhkan artikulasi kepentingan politik Islam yang kemudian

5 Ira M. Lapidus, A History of Islamic Societies, (Cambridge: Cambridge University Press, 1988), hlm. 775.

membentuk gerakan mahasiswa Islam yang berafiliasi kepada ideologi Islam dalam perspektif formal dapat disebut lembaga atau organisasi mahasiswa. Hal ini telah menjadi ciri masyarakat modern dalam segmentasi Islam perkotaan.

Menurut Sartono Kartodirdjo, modernisasi di perkotaan menumbuhkan kolektivitas asosiasional. Perihal ini merupakan gejala munculnya lembaga modern termasuk gerakan mahasiswa Islam yang berbasis santri. Artinya santri masuk kota, baik dalam pengertian santri kota yang berasal dari sekolah-sekolah swasta Islam atau santri desa yang berasal dari pesantren pedesaan menuntut perguruan tinggi yang berada di kota. Kota besar menjadi representasi kehidupan Islam yang modern dan kosmopolit sedangkan kota kecil masih pada tahap transisi yakni pergeseran

nilai antara komunalitas dan asosiasional. 6

Dengan landasan tesis Sartono diatas maka Jakarta dan Yogyakarta dapat menjadi subjek penelitian sejarah ini mengingat Jakarta adalah pusat kekuasaan baik politis maupun bisnis sedangkan Yogyakarta merupakan kota kecil yang memiliki basis

6 Sartono Kartodirdjo, Sudewo, Hatmosuprobo, Perkembangan Peradaban Priyayi (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1987) hlm. 166.

kelahiran dan pusat literatur pergerakan disertai lembaga pendidikan nasional maupun swadaya.

B. PERMASALAHAN & RUANG LINGKUP

Sejak transisi pemerintahan era Demokrasi Terpimpin menuju Orde Baru ( Orba ) maka agenda pemerintahan Orba penuh dengan sentuhan pembangunan fisik terutama pada tahun 1966 hingga tahun 1998. Maka pembangunan perkotaan di Jawa dengan menerapkan agenda liberalisasi melahirkan modernisasi dengan contoh pembangunan fisik seperti pasar modern seperti mall, restoran, pusat-pusat hiburan, pertokoan, kantor-kantor pergedungan milik pemerintah maupun swasta, reklame, manufaktur dan berbagai macam industrialisasi. Dengan konstruksi semacam itu, melahirkan asumsi bahwa gerakan mahasiswa Islam selalu terpengaruh kondisi sosial-politik yang terjadi pada wilayah perkotaan sehingga perlu menyelidiki pola pergerakan mereka.

Pola diatas merupakan corak pembangunan di Kota Jakarta sehingga mempengaruhi pola dan perilaku para aktivis mahasiswa Islam. Sedangkan Kota Yogyakarta merupakan basis kelahiran dan kaderisasi pergerakan mahasiswa Islam.

Lalu seperti apa pergerakan mereka ketika menjelang masa Orde Baru sebagai fondasi latar belakang kronologis ? Lalu seperti apa pergerakan mahasiswa Islam di Jakarta ? Kemudian seperti apa gerakan mahasiswa Islam di Yogyakarta ? Apakah terdapat keterkaitan dan perbedaan model pergerakan mahasiswa Islam antara Jakarta dan Yogyakarta yang kemudian dapat dibandingkan secara karakter ? Dari beberapa jawaban permasalahan ini sehingga nampak pola pergerakan ( pattern of movement ) dari tiga kelompok organisasi mahasiswa Islam.

Penelitian ini mempunyai lingkup spasial terutama di dua kota Jawa yakni Jakarta dan Yogyakarta. Dengan perbandingan karakter pergerakan mahasiswa Islam. Dengan fokus lokasi dua kota tersebut dapat merepresentasikan dan membandingkan karakter pergerakan sosial yang dipengaruhi oleh kondisi sosial-politik. Jakarta dengan representasi ibukota Republik Indonesia dan Yogyakarta sebagai kota kelahiran deklaratif dan basis pergerakan HMI, PMII, dan IMM. Kemudian secara lingkup temporal akan meneliti masa orde baru ( 1966-1998 ) dimana terjadi pembangunan fisik, akumulasi kapital, dan pemerintahan yang otoritarian dan militeristik.

C. POKOK KAJIAN & BATASAN PENELITIAN

Inti kajian sejarah ini adalah deskripsi pola gerakan yang sistematis dan kronologis sesuai dengan sumber-sumber sejarah yang ditemukan. Maka konsepsi pergerakan sosial yang berlaku adalah berasal dari induktivikasi realita sosial masing-masing model pergerakan mahasiswa Islam yang meliputi HMI ( 1947 ), PMII ( 1960 ), dan IMM ( 1964 ). Peter Burke menyatakan bahwa pergerakan sosial ( social movement ) dapat diamati dalam narasi sejarah sehingga mampu memberikan deskripsi tahapan eksistensi suatu

gerakan. 7

Pergerakan dalam pengertian kajian ini yaitu apa yang telah terjadi dalam dinamika pergerakan mahasiswa Islam yang terpengaruh dalam kondisi sosial-perkotaan era Orde Baru dimana perihal tersebut bersifat politis maupun sosial karena pergerakan mahasiswa Islam selalu terlibat situasi politik dua kota tersebut.

7 Peter Burke, Sejarah Dan Teori Sosial, Terj. Mestika Zed & Zulfami (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,2001), hlm. 134.

D. TUJUAN PENELITIAN

Kajian sejarah ini berusaha mengisi historiografi sejarah politik gerakan mahasiswa dengan menyelidiki komparasi pergerakan Jakarta dan Yogyakarta. Sartono Kartodirdjo mengungkapkan proses politik sebagai kompleksitas hubungan antara ideologi dan otoritas, ideologi dan mobilisasi, solidaritas dan loyalitas, dan antara pemimpin dan pengikut. Sesuai dengan tesis Sartono bahwasanya dengan mengamati proses politik maka akan terlihat pola-pola

kecenderungan gerakan baik itu di tingkat lokal maupun nasional. 8 Dari penyelidikan pergerakan ini maka terdapat pola pergerakan secara struktur lokal maupun nasional secara narasi-historis sekaligus mampu mengamati sinkronisasi norma Keislaman dengan realita pergerakan mahasiswa Islam.

E. TINJAUAN PUSTAKA

Pada tahap petunjuk awal kajian ini perlu digunakan buku patokan secara faktual yang mengupas Gerakan Mahasiswa Islam yakni disertasi Yudi Latif yang berjudul “Inteligensia Muslim dan Kuasa: Genealogi Inteligensia Muslim Abad Ke-20”. Konsep genealogi

8 Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah, (Jakarta: Gramedia, 1992), hlm. 47.

yang ditawarkan Yudi Latif memberikan identifikasi turun-menurun secara silsilah tentang kaderisasi intelektual muslim. Buku ini berusaha menggambarkan transmisi kaderisasi intelektual muslim melalui sebab-sebab kemunculan dan dinamika organisasi mahasiswa Islam. Seperti Lafran Pane mengapa mendirikan HMI. Yudi Latif dalam buku ini memaparkan dengan jelas bahwa terjadi inisiatif reformasi pendidikan dari akar rumput ( educational reform from grass root ) yang mempunyai nilai-nilai Keislaman, Kemodernan, dan Kebangsaan. Akan tetapi, buku ini mempunyai beberapa kekurangan yakni terlalu kaku dengan teori Foucault yang menyatakan bahwa genealogi merupakan pengamatan sejarah dalam kepedulian era sekarang . Dan buku ini sangat ilmiah-historis namun fakta sejarah yang akan dikutip didalamnya sangat tumpang tindih dengan teori-teori sosiologi yang ditawarkan Yudi Latif sehingga pembaca awam akan sangat sulit membedakan dimana fakta sejarah dan mana pernyataan teori sosial. Meskipun tidak mengkaji pola pergerakan tetapi disertasi ini memberikan perbandingan yang berarti bagi kajian ini.

Buku kedua yang perlu ditinjau adalah buku penelitian Gerakan Moderen Islam tahun 1900-1942 yang merupakan karya Deliar Noer. Noer meneliti hingga tahun 1942 dimana Jepang sedang Buku kedua yang perlu ditinjau adalah buku penelitian Gerakan Moderen Islam tahun 1900-1942 yang merupakan karya Deliar Noer. Noer meneliti hingga tahun 1942 dimana Jepang sedang

Dalam perspektif Deliar Noer bahwa pergerakan modern Islam dibagi menjadi dua kategori. Pertama, gerakan pendidikan dan sosial. Kedua, gerakan politik. Deliar Noer mengkaji dua kategori pergerakan modern Islam dengan meneliti asal-usulnya ( the origin of modern Islamic movement ). Meskipun buku ini menjadi masterpiece pergerakan modern Islam yang diterbitkan pada tahun 1980 namun kelemahan buku ini terlalu condong pada penokohan terhadap para pendiri organisasi Islam modernis sehingga yang dikaji bukan gerakan rakyat yang berafiliasi pada gerakan Islam namun sekedar kumpulan biografi elit Islam beserta pemikirannya. Dan diskursus antar tokoh Islam dan Nasionalis sangat jelas disini salah satu contohnya pewacanaan dan perdebatan antara Sukarno dan Natsir. Dan Deliar Noer juga melakukan kategorisasi terhadap tokoh kalangan Islam modernis yang berdasarkan profesinya. Yakni seperti Haji Rasul dan Haji Ahmad Dahlan kemudian kalangan saudagar yakni Haji Abdullah Ahmad, Samanhoeddhi, dan Ahmad Hassan. Lalu di kalangan priyayi atau birokrat terdapat Tjokroaminoto, Salim,

Moeis, Hosein Djajadiningrat, dan Natsir. Hal inilah menurut Deliar Noer bahwa setiap gerakan Islam modernis mempunyai keterikatan dan jaringan tersendiri meskipun mempunyai pandangan dan orientasi yang berbeda terhadap Islam dan Kenegaraan.

Ketiga adalah catatan Soe Hok Gie yang menceritakan dinamisasi pergerakan mahasiswa pada umumnya. Dari catatan ini sedikit banyak menyinggung tentang HMI dan PMII yang selalu bersaing dengan GMNI, PMKRI, CGMI, dan GMKI. Catatan Gie telah disunting dan diterbitkan oleh LP3ES pada tahun 1983. Gie sebagai aktivis Gerakan Mahasiswa Sosialis ( Gemsos ) mempunyai artikulasi kemanusiaan dan politik melihat kondisi sosial-politiknya. Ia pun menulis dalam catatan hariannya selama dua belas tahun dari tahun 1957 hingga tahun 1969. Betapa tidak, bahwa kehidupan aktivis gerakan mahasiswa Islam maupun Sekuler telah tergambar secara jelas dalam catatan ini.

Menurut Daniel Dhakidae, terjadi beberapa persamaan dalam catatan harian Gie dan Wahib. Pertama, menekuni catatan harian dengan memberikan komentar filsafat dan agama. Kedua, berlatar belakang sama yakni aktivis meskipun berbeda gerakan secara ideologis. Ketiga, kelahiran tahun 1942 dan sama-sama meninggal di Menurut Daniel Dhakidae, terjadi beberapa persamaan dalam catatan harian Gie dan Wahib. Pertama, menekuni catatan harian dengan memberikan komentar filsafat dan agama. Kedua, berlatar belakang sama yakni aktivis meskipun berbeda gerakan secara ideologis. Ketiga, kelahiran tahun 1942 dan sama-sama meninggal di

Kemudian penelitian tentang gerakan mahasiswa yang telah dilakukan oleh Purnomo Sidi yang menjadi skripsi tingkat sarjana sejarah Universitas Gadjah Mada. Penelitian Purnomo berjudul “Gerakan Mahasiswa 66 dan Perubahan Politik Indonesia”. Dari pembacaan skripsi Purnomo sangat memfokuskan pada perspektif sejarah politik dengan berbagai macam ideologi. Maka dari itu, Purnomo Sidi kurang meninjau aspek-aspek sosial dalam penelitian sejarah politik ini karena memiliki kerangka yang berbeda. Akan tetapi, skripsi ini dapat dijadikan patokan kerangka periodisasi apa yang terjadi tahun 1966 terkait dengan masa awal pemerintahan Orde Baru.

F. METODE & SUMBER

Menurut sejarawan Kuntowijoyo, proses penelitian sejarah memiliki lima tahap yang dimulai dari pemilihan topik, pengumpulan data sebagai sumber primer maupun sekunder, seleksi sumber berupa kritik data dan kredibilitas sumber. Kemudian dilengkapi

interpretasi dalam bentuk penulisan yang diatur secara kronologis. 9 Oleh karena itu, fakta yang diseleksi dalam narasi sejarah ini adalah fakta sosial atau fakta kegiatan sosial politik maupun sosial- kemahasiswaan namun mereka terlingkupi oleh kegiatan rutinitas yang dipengaruhi ideologi Islam atau situasi dua kota Jakarta dan Yogyakarta masa Orde Baru. Burke menyatakan bahwa fase kegiatan rutinitas dalam gerakan sosial ( social movement ) memberikan gambaran penting sejauh apa pergerakan itu dapat bertahan,

berubah, atau berkembang. 10

Demikian dengan perbandingan situasi dua kota di Jawa yakni antara Jakarta dengan Yogyakarta yang secara spesifik memiliki

9 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Bentang Pustaka, 2005) hlm.90.

10 Peter Burke, op.cit, hlm.134.

kekhasan dan muatan modernisasi sehingga mempengaruhi gaya hidup para penggiat gerakan mahasiswa Islam. Dalam hal ini akan masuk pada unit sejarah perbandingan. Mengenai sejarah perbandingan ( comparative history ), Sartono Kartodirdjo menekankan bahwa perlu mengamati perbandingan berdasarkan

pola, struktur, dan tendensi tertentu. 11

Mengenai modernisasi, Sartono memberikan beberapa aspek teoritis yakni mulai dari tesis Weber yang menyatakan perubahan suatu komunitas dari tradisionalitas menuju rasionalitas. 12 Kemudian perubahan itu akan mengalami institusionalisasi. Tesis Parsons juga menyatakan terdapat perubahan orientasi yakni dari orientasi kolektivitas berubah menjadi orientasi kepada diri sendiri. Lalu dari partikularitas menuju universalitas. Dari orientasi askriptif menuju orientasi kekaryaan atau prestasi.

Dalam penelitian sejarah ini, penulis menggunakan metode sejarah kritis. Yakni dengan menemukan dan membaca dokumen- dokumen sebagai sumber secara heuristik. 13 Dokumen-dokumen

11 Sartono Kartodirdjo, op. cit., hlm.78.

12 Ibid., hlm.164.

13 Ibid., hlm.31.

yang dimaksud adalah suratkabar, bulletin gerakan mahasiswa, foto, poster dan brosur kegiatan, artikel opini, dan laporan-laporan umum. Dengan pembacaan kritik eksternal untuk menyeleksi masalah

otentisitas sumber. 14 Kemudian sumber-sumber itu didapat dari Perpustakaan Daerah Yogyakarta, Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) Ampera Raya, Perpustakaan Nasional Salemba, Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ( PDII LIPI ) kawasan Gatot Subroto Jakarta, Jogja Library Center kawasan Malioboro Yogyakarta beserta dokumen-dokumen pribadi mantan aktivis gerakan mahasiswa Islam. Tahap selanjutnya prosedur kritik internal untuk seleksi masalah kredibilitas fakta

sejarah. 15

Metode kedua adalah sejarah lisan atau oral history dengan teknik wawancara. Wawancara dilakukan dengan mantan aktivis dan penggiat gerakan mahasiswa Islam. Dengan metode ini diharapkan mengerti karakter pergerakan sosial yang berbeda sesuai dengan situasi masyarakat, kebudayaan, kepribadian, dan watak yang

14 Louis Goottschalk, Mengerti Sejarah, Terj. Nugroho Susanto (Yogyakarta: UI-Press,1986), hlm.80.

15 Ibid., hlm.95.

diwawancarai. 16 Hoopes juga menyatakan bahwa sejarah lisan dapat memberikan hasil yang penting dalam sejarah sosial.

Ketiga studi pustaka sumber sekunder adalah buku-buku penelitian sejarah yang relevan bagi subjek penelitian ini. Hal ini sebagai penunjang baik dalam hal fakta maupun analisis. Goottschalk juga menyarankan bahwa sumber sekunder hanya untuk menjelaskan dan mendukung latarbelakang yang sesuai dengan fakta sejaman terutama tentang eksplorasi subjeknya. Sumber-sumber sekunder dapat ditemukan di Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya dan Perpustakaan Pusat Universitas Gadjah Mada.

G. SISTEMATIKA PEMBAHASAN

Urutan penulisan ini disusun sebagai berikut. Bab. I merupakan bab pendahuluan yang menjelaskan latar belakang dan motivasi dari penelitian ini. Disusul dengan ruang lingkup dan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode dan sumber, dan sistematika pembahasan. Dalam bab pendahuluan ini dijelaskan tentang prosedur, metode, dan subjek penelitian.

16 James Hoopes, Oral History: An Introduction for Students (Chapel Hill: The University of North Carolina Press,1980), hlm. 36.

Pada bab. II, menarasikan latar belakang berdirinya HMI, PMII, dan IMM. Pada bab III, menceritakan pergerakan mahasiswa Islam menjelang Orde Baru sebagai pintu masuk menuju Orde Baru. Pada bab IV, menarasikan pergerakan mahasiswa Islam di kota Jakarta. Pada bab V, menarasikan pergerakan mahasiswa Islam di Kota Yogyakarta.

Pada bab. VI, adalah uraian akhir tentang beberapa keterkaitan dan perbandingan karakter seputar pergerakan mahasiswa Islam antara Kota Jakarta dan Kota Yogyakarta masa Orde Baru. Dengan meneliti tiga aspek tersebut, maka pola-pola pergerakan mahasiswa Islam mampu teramati dalam narasi sejarah sekaligus menjadi kesimpulan penelitian ini.

BAB II Kondisi Lingkungan Metropolitan Jakarta Dan Kosmopolitan Yogyakarta Sepanjang Orde Baru

A. Nuansa Metropolit Jakarta

Sejak kemerdekaan 1945 Jakarta dideklarasikan sebagai ibukota Republik Indonesia meskipun di bulan Oktober 1945 status ibukota dipindah ke Yogyakarta untuk sementara karena situasi politik peperangan. Pada aspek sejarah politik, Jakarta sejak era kolonial menjadi ibukota koloni Hindia Belanda dengan nama Batavia. Karena posisinya yang strategis selain sebagai pelabuhan maupun kota metropolis-perdagangan. Oleh karena itu, Jakarta sebagai ibukota republik diresmikan sebagai Daerah Khusus Ibukota ( DKI ).

Jakarta terletak di ujung barat daya Pulau Jawa berbatasan bagian Utara dengan Laut Jawa. Wilayah administrasi Daerah Khusus Ibukota ( DKI ) Jakarta berbatasan dengan Propinsi Jawa Barat bagian Barat, Timur, dan Selatan. Jakarta secara astronomis terletak pada posisi 6 12’ Lintang Selatan ( LS ) dan 106 48’ Bujur

Timur ( BT ). 1 Kemudian iklim di Jakarta cenderung berudara panas dengan suhu udara rata-rata 27 .

Menurut dokumentasi Peraturan Pemerintah ( PP ) No. 45 tahun 1974, DKI Jakarta telah mempunyai luas lahan 63.700 ha. Dengan luas wilayah keseluruhan berkisar 650,40 kilometer persegi. Lalu dibagi menjadi lima administrasi wilayah kota yaitu : Jakarta Pusat ( 54, 89 km

), Jakarta Barat ( 131, 41 km ), Jakarta Utara ( 136, 96 km

), Jakarta Timur ( 182, 01 km ), dan Jakarta Selatan ( 145, 13 km ). 2 Kondisi tanah di Jakarta termasuk dataran rendah dengan ukuran kerendahan 0-7 meter dibawah permukaan air laut.

Karena permukaan tanah di Jakarta lebih rendah daripada air laut maka ketika musim hujan selalu tergenang air. Kondisi curah hujan di Jakarta mempunyai pola rata-rata yang terendah pada bulan Agustus berkisar 22,7 mm sedangkan pola yang tertinggi pada bulan Februari yaitu 399,8 mm dengan kelembapan udara rata-rata 76 %.

Aspek kependudukan Jakarta terutama yang beragama Islam telah tercatat di sensus 1971 dengan usia-usia mahasiswa antara 20-

29 tahun telah berjumlah 347994 orang dari jumlah keseluruhan

1 Ensiklopedia Nusantara, Profil Propinsi RI : DKI Jakarta , ( Jakarta : Yayasan Bhakti Wawasan Nusantara,1993), hlm. 33.

2 Ibid, hlm 36.

421117 penduduk. 3 Kemudian yang berusia antara 30-39 tahun telah berjumlah 269695 orang dari total keseluruhan 318335 penduduk. 4 Jakarta sebagai ibukota Negara Republik Indonesia mempunyai ketertarikan ( interest ) bagi rakyat Indonesia yakni dengan tujuh elemen berikut. Elemen lingkaran pertama Jakarta adalah pusat pemerintahan RI meliputi : Kantor dan Istana Negara, Sekretariat Negara, Departemen dan Kementerian Negara, Lembaga Negara, Badan Negara, dan Komisi Negara. Disertai oleh Parlemen Negara dan Institusi Militer Negara.

Elemen lingkaran kedua Jakarta adalah pusat bisnis meliputi perusahaan nasional, swasta maupun perusahaan asing yang masing-masing mempunyai kantor dan gedung di Jakarta. Lalu layanan Perbankan, Asuransi, Gedung Pertemuan, Perhotelan dan Penginapan menjadi fasilitas utama dalam proses transaksi bisnis. Dalam proyek Indonesianisasi, Pemerintah Orde Baru membentuk

3 Badan Pusat Statistik, “ Sensus Penduduk D.K.I Jakarta Raya Tahun 1971”, Seri No. 09. Hlm 3-8.

4 Ibid.

fasilitas Bursa Efek Jakarta ( Jakarta Stock Exchange ) yang telah

berdiri pada tahun 1977. 5

Dengan begitu Jakarta menjadi kota yang membutuhkan pegawai maupun karyawan. Maka muncul kebutuhan kepemilikan tempat tinggal dengan elemen lingkaran ketiga adalah pemukiman, perumahan dinas maupun swasta hingga properti kelas menengah keatas. Karena hidup berkeluarga dan untuk membina pendidikan bagi anak-anak maka muncul kebutuhan jenjang pendidikan formal. Muncul dengan elemen lingkaran keempat Jakarta adalah pusat institusi pendidikan yang dikelola oleh Negara maupun Swasta.

Maka pada tahap pendidikan tinggi terdapat dua perguruan tinggi Jakarta yang paling berpengaruh dalam gerakan mahasiswa Islam yaitu Universitas Indonesia ( Universiteit Indonesia ) yang

diresmikan pada tahun 1950. 6 Lokasi kampus-kampus UI mulai dari Salemba, Rawamangun, Pegangsaan, hingga Depok. Kemudian Akademi Dinas Ilmu Agama ( ADIA ) yang berubah resmi menjadi Institut Agama Islam Negeri ( Al-Jami’ah Al-Islamiyah Al-Hukumiyah )

5 Robert Cribb, Audrey Kahin (eds.), Historical Dictionary of Indonesia (Maryland: Scarecrow Press, 2004), hlm. 401.

6 www.ui.ac.id/id/profile/page/sejarah, 8 Februari 2013, 20 :

Syarif Hidayatullah Ciputat pada tanggal 24 Agustus 1960. 7 Secara orisinalitas pendidikan tinggi merupakan konsep Barat yang diperkenalkan pada abad 19. 8 Maka tidak heran kegiatan mahasiswa era Demokrasi Parlementer berupa kegiatan sosial seperti piknik, olahraga, seni musik, pers mahasiswa, dan kelompok studi.

Elemen lingkaran kelima Jakarta adalah pusat perdagangan dan perbelanjaan yang meliputi : pasar tradisional maupun modern ( mall ). Kemudian elemen kelima adalah sarana jasa transportasi umum dan transportasi pribadi yang membutuhkan pembangunan infrastruktur jalan-jalan raya, tol, jembatan sungai maupun jembatan gantung ( flyover ). Fasilitas publik yang lebih megah seperti bandara internasional Cengkareng, stasiun kereta Jatinegara dan Pasar Senen, terminal bus Lebak Bulus dan Kampung Rambutan.

Elemen lingkaran keenam adalah sarana hiburan dan rekreasi umum ( entertainment ) seperti Gedung Bioskop Kramat, Kebun Binatang Ragunan, Mall Sarinah, kawasan pertokoan, kafe, bioskop,

7 www.uinjkt.ac.id/index.php/tentang-uin.html, 8 Februari 2013, 20:42.

8 Burhan Magenda, “ Gerakan Mahasiswa dan Hubungannya dengan Sistem Politik : Suatu Tinjauan “ Farchan Bulkin (ed). Analisa Kekuatan Politik Di Indonesia ( Jakarta: Seri Prisma-LP3ES, 1988 ) hlm. 130.

dan kedai kopi di bilangan Menteng Huis hingga lokalisasi seperti Binaria. Dengan begitu akses warga Jakarta menjadi lebih lancar jika menghasilkan pendapatan yang standar apalagi diatas rata-rata.

Elemen lingkaran ketujuh adalah industri-industri nasional maupun asing yang mulai berdiri di Jakarta maupun kota-kota satelitnya ( sub-urban towns ) seperti : Depok, Tangerang, Bekasi, Bogor hingga melebar menuju Karawang dan Subang. Interkoneksi antar kota seperti ini membutuhkan pembangunan jalan raya. Antara

tahun 1967 hingga 1977 telah disebut lingkaran Jabotabek. 9 Mulai dari Bogor telah dirintis pembangunan jalan tol jurusan Jakarta- Bogor-Ciawi ( Jagorawi ). 10 Dari jurusan tol Jagorawi tersebut menghubungkan pemukiman elit mulai dari arah Jakarta Selatan seperti Kebayoran Baru.

Elemen-elemen tersebut menjadi lingkungan ( milieu ) bagi gerakan mahasiswa Islam di Jakarta hingga mempengaruhi gaya hidup gerakan mahasiswa Islam.

9 Robert Cribb, Audrey Kahin (eds.), op.cit, hlm. 202.

10 Ibid.

B. Nuansa Kosmopolit Yogyakarta

Yogyakarta berasal dari wilayah pecahan kerajaan Mataram Islam tahun 1755 yang telah dibagi dua yaitu Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. 11 Nama asli kota ini adalah Ngayogyakarto Hadiningrat. Hamengkubuwono merupakan identitas pemimpin bagi Kasultanan kerajaan ini. Kemudian disisi sebelah Barat terdapat wilayah Adikarto yang merupakan teritori Kadipaten Pakualaman tepatnya di Kabupaten Kulonprogo. Kadipaten ini dipimpin oleh adipati Pakualaman secara silsilah.

Semenjak rentangan tahun 1887, 1921, dan tahun 1940 status administrasi pemerintahan Yogyakarta merupakan pemerintahan Swapraja yang mempunyai hukum kontrak dengan Gubernur Jenderal Van Heutz ( 1851-1924 ) yang dalam versi administrasi Hindia Belanda bernama Vorstenlanden termasuk Kasunanan Surakarta. Lalu era administrasi pendudukan Jepang, Yogyakarta diberi kedudukan sebagai Kochi.

Karena prakarsa Sultan Hamengkubuwono IX atas perpindahan ibukota republik kepada Yogyakarta pada tanggal 4 Januari 1946. Perihal ini disebabkan daerah Jakarta dinilai tidak aman dan Perdana Menteri Syahrir mendapat ancaman akan

11 Robert Cribb, Audrey Kahin (eds.), op.cit, hlm. 461.

dibunuh. Perpindahan Jakarta menuju Yogyakarta menyebabkan kota ini menjadi basis republik dengan anggota aparatur Negara yang

berpindah telah berjumlah hampir 50.000 orang. 12

Karena peranan Sultan Hamengkubuwono IX dalam memperjuangkan kemerdekaan republik dengan Yogyakarta pernah menjadi ibukota sementara di tahun 1945. Maka sejak tahun 1946 Yogyakarta dihormati sebagai propinsi Daerah Istimewa ( Special

Territory ). 13 Pengukuhan dan peresmiannya dinyatakan pada Undang-Undang No. 22 tahun 1948 dan undang-undang no.3 tahun 1950. 14 Dengan wewenang keistimewaan tersebut Sultan Yogyakarta dan adipati Pakualaman ditetapkan berhak memiliki dua jabatan. Pertama, jabatan simbol kultural sebagai derajat kemaharajaan Keraton Ngayogyakarto Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman.

12 Selain itu peranan Sultan Hamengkubuwono IX adalah melakukan restrukturisasi birokrasi Kasultanan hingga menghapus jabatan patih yang dinilai ganda. Kemudian melakukan deklarasi maklumat 5 September 1945, 30 Oktober 1945, dan nomor 18 tahun 1946. Lihat selengkapnya dalam Julianto Ibrahim, Harlem Siahaan, Waluyo, “ Swapraja dan Revolusi : Proses Pengukuhan Yogyakarta Sebagai Daerah Istimewa Yogyakarta Pada Masa Revolusi ( 1945- 1950 ) “. Laporan Penelitian Universitas Gadjah Mada. 2003. hlm. 78.

13 Robert Cribb & Audrey Kahin (eds.), op. cit.

14 Julianto Ibrahim, Harlem Siahaan, Waluyo, op.cit.

Kedua, jabatan administrasi publik dengan Sultan Yogyakarta sebagai gubernur dan adipati Pakualaman sebagai wakil gubernur propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ( DIY ).

Yogyakarta secara geografis terletak di tengah pulau Jawa bagian selatan. Bentuk teknis Yogyakarta dalam perspektif pemetaan ( mapping ) mirip dengan bentuk segitiga dengan puncak Gunung Merapi ( 2.911 M ) pada bagian Utara. Dibawahnya terdapat wisata Pesanggrahan Kaliurang sebagai tempat rekreasi yang sering digunakan berbagai organisasi termasuk HMI, PMII, dan IMM. Menurut pakar geografi Soewadi, Propinsi Yogyakarta merupakan fluvio-vulkanik-foot plain dari Gunung Merapi lalu mengalir sungai- sungai seperti Gadjah Wong di Timur, Code di Tengah, dan Winongo di Barat. Dan sebelah selatan Yogyakarta merupakan pegunungan plateu yang membujur ke arah Timur-Barat hingga terhenti dengan

adanya patahan di Pantai Parangtritis. 15 Pantai ini juga menjadi wisata rekreasi alam atau tadabbur ‘alam bagi gerakan mahasiswa Islam.

Kemudian batas-batas wilayah administrasi Daerah Istimewa Yogyakarta ( DIY ). Dari bagian Tenggara dan Timur Laut berbatasan

15 Soewadi, Kota Yogyakarta, Sekarang dan Dimasa Datang ( Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM,1979), hlm.15.

dengan Wonogiri dan Klaten. Lalu bagian Barat Laut dan Barat berbatasan dengan Magelang dan Purworejo. Dan bagian Selatan berbatasan dengan Laut Selatan atau Samudera Indonesia. Yogyakarta secara astronomis terletak antara 7 53’- 8 Lintang

Selatan ( LS ) dan 110 5’- 110 48’ Bujur Timur ( BT ). 16

Jumlah keseluruhan wilayah administrasi DIY 3.185, 81 Km . Oleh karena itu, Yogyakarta telah terbagi menjadi beberapa daerah

meliputi satu Kotamadya dan empat Kabupaten dengan luas wilayah masing-masing sebagai berikut : Kotamadya Yogyakarta seluas 32,50 Km dengan 14 Kecamatan, Kabupaten Sleman seluas 574,82

Km dengan 17 Kecamatan, Kabupaten Bantul seluas 506,85 Km

dengan 17 Kecamatan, Kabupaten Kulon Progo seluas 586,28 Km

dengan 12 Kecamatan, dan Kabupaten Gunung Kidul 1485,36

Km dengan 13 Kecamatan. 17

Yogyakarta secara perekonomian sosial mempunyai potensi perkebunan terutama tanaman tebu dan tembakau. Lalu diikuti industri agribisnis seperti pabrik gula ( P. G ) salah satunya P.G.

16 Kantor Pusat Data Propinsi DIY, “ Monografi DIY Tahun 1979 ”, 1981. hlm. 3.

17 Ibid.