Kompleksitas Akhir Orde Baru

F. Kompleksitas Akhir Orde Baru

Sesungguhnya masa akhir Orba merupakan ekspresi luapan masyarakat sipil dimana pada tahun-tahun sebelumnya telah dibungkam aspirasi-aspirasi mereka oleh oknum purnawirawan AD yang menjabat sebagai birokrat pemerintah, hingga mereka memiliki akses komando terhadap penggunaan senjata dengan metode militeristik.

118 Prasetyantoko, Gerakan Mahasiswa Dan Demokrasi Indonesia ( Jakarta: Yayasan HAM & Supremasi Hukum,2001), hlm.

130-131.

119 Vedi Hadiz, “ Contesting Political Change After Soeharto “ Arief Budiman, Barbara Hatley & Damien Kingsbury (eds.). Reformasi : Crisis And Change in Indonesia (Clayton: Monash Institute, 1999) hlm. 193.

Pada bulan Mei tahun 1998 krisis moneter ( krismon ) telah menimpa ekonomi nasional sehingga pihak pemerintah patut dituntut dengan berbagai kompleksitas problemnya. Problematika nasional itu terdiri dari meningkatnya inflasi dan pengangguran, penekanan asas tunggal ( sole principle ) disertai kasus-kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme ( KKN ) yang menimpa pemerintah. 120

Reaksi gerakan mahasiswa atas problematika nasional tersebut telah terbagi menjadi dua tuntutan reformasi. Gerakan mahasiswa sayap kanan seperti HMI, IMM, dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia ( KAMMI ) hanya mempunyai aspirasi reformasi konstitusional sedangkan gerakan mahasiswa bentukan sayap kiri seperti Forum Kota ( Forkot ) dan Forum Komunitas Se-Jabotabek ( FKMSJ ) menginginkan reformasi total untuk seluruh struktur pemerintahan. 121 Aliansi sayap kanan ( right wing ) adalah pro Habibie sedangkan sayap kiri ( left wing ) adalah kontra Habibie yang menginginkan pembersihan pejabat Orba dari segala hirarki pemerintahan ( Regime Cleansing ). Meski terjadi perbedaan aspirasi

120 Tino Saroengallo, “ Gerakan Mahasiswa Di Indonesia 12 Mei-17 Desember 1998 “. Documentary Video Record Jakarta Media Syndication. 1999.

121 Dicky Yanuar, op.cit, hlm. XVI.

pada tingkat pergerakan mahasiswa namun Soeharto tetap menjadi musuh bersama ( Common Enemy ) dengan segala aparatnya. Maka dari itu, muncul tuntutan “ Adili Soeharto dengan berbagai kroninya” pada level permukaan.

Pada situasi ekspektasi nasional, setiap golongan rakyat Indonesia telah memiliki figur tokoh reformasi yang mendeklarasikan di daerah Ciganjur sehingga dikenal dengan “ Tokoh Ciganjur”. 122 Tokoh-tokoh Ciganjur ini masing-masing memiliki pengaruh terhadap gerakan mahasiswa Islam. Representasi Islam tradisional seperti PMII tentu patuh kepada Gus Dur sedangkan representasi Islam modernis seperti HMI, IMM, hingga KAMMI memiliki figur Amien Rais. 123

122 Tokoh-tokoh Ciganjur tersebut adalah Gus Dur, Amien Rais, Megawati Soekarnoputri, dan Sri Sultan Hamengkuwono X. Fadjrul Falaakh, “ Islam And The Current Transition To Democracy Indonesia “Arief Budiman, Barbara Hatley & Damien Kingsbury (eds. ). Reformasi : Crisis And Change in Indonesia ( Clayton: Monash Institute, 1999 ) hlm. 207.

123 Pada konteks ini sesungguhnya terjadi pola perbedaan kepemimpinan penggalangan massa antara Islam tradisional dan Islam modernis. Basis konsolidasi PMII yang berlatar-belakang massa NU memiliki penggalangan massa yang sangat kolektif karena berdasar ketaatan kepada pimpinan ulama. Sedangkan pada Islam modernis perihal ketaatan mustahil terjadi karena Amien Rais hanya menjadi figur sementara menjelang era reformasi. Hal ini disebabkan kolektivitas yang berbentuk loyalitas sangat minim daripada kemampuan rasionya sehingga mudah sekali untuk berpecah atau mengambang.

Kemudian Megawati sebagai representasi pengikut Soekarno sedangkan Sri Sultan Hamengkubuwono sebagai figur rakyat Jawa. 124

Dari keseluruhan massa itu, secara kolektif menuju gedung parlemen DPR RI untuk menyuarakan semua tuntutan sisanya menyebar pada sudut-sudut kota Jakarta. Massa PMII mengusung aspirasi dan tuntutannya menuju gedung MPR. 125 Sedangkan massa sayap kiri bersama HMI berpindah-pindah dari titik pertemuan jalan- jalan protokol di Jakarta seperti Bunderan HI, Pancoran, Kawasan Sudirman, dan Monas. 126

Pada koleksi video rekaman dokumenter yang diurutkan oleh Tino Saroengallo bahwa terdapat cuplikan video yang berisi sekilas orasi

124 Arief Budiman, “ The 1998 Crisis : Change And Continuity in Indonesia “ Barbara Hatley & Damien Kingsbury (eds.). Reformasi : Crisis And Change in Indonesia (Clayton: Monash Institute, 1999) hlm .47.

125 Fajrul Falaakh, op.cit, hlm. 204.

126 Tino Saroengallo, “ Gerakan Mahasiswa Di Indonesia 12 Mei-17 Desember 1998 “. Documentary Video Record Jakarta Media Syndication. 1999.

HMI. Pada rekaman video ini sekelompok HMI dengan oratornya mendendangkan lagu atau yel-yel ejekan terhadap rezim Orba. 127

Pada rekaman video tersebut nampak orator HMI mengenakan kaos oblong warna hitam yang tertulis ungkapan penyesalan yakni “ Besok Kiamat”. Dengan menyatakan sikap ungkapan diatas memakai pengeras suara atau lebih dikenal megaphone. Lalu teman-temannya tampak mengawal sang orator dan yang lain mengenakan selempang maskot HMI kemudian mengibarkan bendera HMI sambil memekikkan yel-yel “ Hidup Mahasiswa”. 128

127 Tino Saroengallo, “ Gerakan Mahasiswa Di Indonesia 12 Mei-17 Desember 1998 “. Documentary Video Record Jakarta Media Syndication. 1999.

128 Tino Saroengallo, “ Gerakan Mahasiswa Di Indonesia 12 Mei-17 Desember 1998 “. Documentary Video Record Jakarta Media Syndication. 1999.