Antara Daerah Dan Pusat
E. Antara Daerah Dan Pusat
Pada bulan April 1985 pers media Yogyakarta menyiarkan hasil sidang Kongres HMI ke-15 yang berlangsung di Padang. Siaran pers ini memberitakan enam argumen penerimaan asas Pancasila oleh PB HMI Jakarta dengan tidak melalui prosedur forum kongres. Satu dari enam argumen ini berisi pernyataan sebagai berikut :
Antara Pancasila dan HMI tidak mungkin terpisahkan selama Pancasila tetap bersumber dari proklamasi kemerdekaan republik Indonesia tahun 1945… Sedangkan kedudukan Islam sebagai sumber nilai dan norma dan sebagai daya rekat… alat pemersatu dan sumber
kekuatan bagi umat Islam. 92
Pernyataan argumen diatas menjadi penyebab awal faksionalisasi HMI yang bersifat institusional. Maka dari itu, di Yogyakarta telah muncul dua cabang HMI yang menerima maupun menolak. Yakni HMI Cabang Timur yang menerima asas Pancasila sedangkan HMI Cabang Dagen yang menolak asas Pancasila.
91 Data deskripsi foto didapat dari Majalah Tempo. No. 14/Th.XIII/ 4 Juni 1983.
92 Rusli Karim, HMI MPO Dalam Kemelut Modernisasi Politik Di Indonesia ( Bandung: Mizan,1997), hlm. 131.
Aktivis HMI Dagen telah menganggap PB HMI tidak mematuhi konstitusi. Lalu ekspresi penolakan aktivis HMI Dagen dengan melakukan pernyataan sikap dengan judul “ Sikap Jamaah HMI Yogyakarta Terhadap Perilaku PB HMI “ telah tertanggal 11 April
1986. 93 Pernyataan ini adalah aspirasi penolakan terhadap keputusan pleno PB HMI perihal asas dasar yang tidak mengikuti ketentuan Anggaran Dasar. Kemudian PB HMI merespon aspirasi tersebut dengan memecat dan menutup cabang-cabang HMI yang
tidak mendukung keputusan pleno. 94 Cabang-cabang yang dimaksud adalah Yogyakarta, Jakarta, dan Bandung. Strategi PB HMI mengenai pemecatan tersebut dengan membentuk pengurus transitif atau sementara. Dengan demikian telah menimbulkan perlawanan yang bersifat sentimental terhadap PB HMI Jakarta.
Dari runtutan diatas maka telah berdiri HMI Majelis Penyelamat Organisasi ( MPO ) dengan ketetapan Islam sebagai asas organisasi. Menurut Rusli Karim telah terdapat tiga versi penanggalan kelahiran HMI MPO. Pertama, semenjak adanya dua cabang HMI di Yogyakarta. Kedua, kelahiran HMI MPO bertalian
93 Ibid.
94 Ibid.
dengan terbitnya buku Berkas Putih yang tertanggal 10 Agustus 1986. Ketiga, Berkas Putih berisi pernyataan kelahiran HMI MPO yang tertanggal 15 Maret 1986.
Para pimpinan dan aktivis HMI MPO ini adalah Eggi Sudjana Tamsil Linrung, Masyhudi Muqorrobin, hingga Agusprie Muhammad. Pendirian HMI MPO ini menyebabkan konflik antara PB HMI Jakarta dengan HMI Cabang Yogyakarta terulang kembali mengingat era 1970an pernah terjadi meskipun permasalahannya berbeda tetapi polanya mirip. Pola seperti ini dapat disebut negosiasi ideologi Islam dengan realita metodologi politik Indonesia. Sayangnya, faktor usia muda bagi status mahasiswa memiliki kekurangan dalam pengendalian emosi pada setiap manajemen organisasi. Maka dari itu, Rusli Karim telah menyebut beberapa kali bahwa sikap emosional menjadi motif bagi pendirian HMI MPO sebaliknya para pimpinan pusat HMI tidak akomodatif terhadap aspirasi konsep MPO yang awalnya bersifat sementara bahkan pengurus pusat mengancam dengan sanksi skorsing maupun menutup secara paksa cabang- cabang HMI yang mempunyai aspirasi dan persepsi yang berbeda. Akibatnya pola konflik menjadi model tidak terelakkan bagi HMI.
Pada pihak IMM era 1985 telah melakukan restrukturisasi kepengurusan yang diadakan di Yogyakarta. Ketua formatur terpilih pada saat itu ialah Immawan Wahyudi merupakan aspirasi perwakilan IMM Yogyakarta sedangkan dari IMM Jakarta ialah Anwar
Abbas. 95 Konsep perpaduan aspirasi struktur kepengurusan DPP ( S ) antara Yogyakarta dan Jakarta berlanjut hingga jabatan sekretaris dan bendahara. Pada bidang sekretaris seperti Mukhlis Ahasan dari Yogya sedangkan Nizam Burhanuddin dari Jakarta. Pada bidang bendahara seperti Daulah Khoiriyati dari Yogya sedangkan Asymuyeni Muchtar dari Jakarta. Bahkan terdapat penambahan personil DPP ( S ) seiring kebutuhannya seperti Firman Noer dari
Jakarta sedangkan Ismail Siregar dari Yogya. 96 Pada tahap selanjutnya DPP ( S ) IMM diminta oleh anggota-anggota mereka untuk segera mengadakan Muktamar. Permintaan pun tidak berhenti pada pengadaan Muktamar saja tetapi dituntut profesional untuk mengimbangi tekanan pemerintah yang berupa pengimbangan sistem
SKS. 97 Menurut Immawan Wahyudi, polemik yang terjadi antara IMM
95 Farid Fathoni, op.cit., hlm. 211.
96 Ibid.
97 Gema Muktamar. “ DPP ( S ) IMM Diminta Muktamar ”. Edisi Ke-4 1985. hlm. 2.
Jakarta dengan IMM Yogyakarta adalah perihal kejelasan status pengurus pusat. Aktivis IMM Jakarta terlalu memaksakan pemindahan pengurus pusat harus di Jakarta. Akan tetapi setelah dipindah ke Jakarta, kepengurusan pusat juga tidak mengalami
pelaksanaan organisasional. 98