Hak Tanggungan Sebagai Jaminan Utang Developer Terhadap Bank

83 sebesar Rp. 8.293.089.030,- delapan milyar dua ratus sembilan puluh tiga juta delapan puluh sembilan ribu tiga puluh rupiah.

2. Hak Tanggungan Sebagai Jaminan Utang Developer Terhadap Bank

Perjanjian yang dituangkan dalam bentuk perjanjian kredit wajib disertai dengan suatu jaminan yang merupakan pasangan dari perjanjian kredit. Agar bank dapat melaksanakan hak dan kekuasaannya atas barang-barang jaminan maka pengikatan barang jaminan itu harus dilakukan menurut ketentuan hukum berlaku. 96 Hak Tanggungan adalah salah satu jenis dari hak jaminan disamping hipotik, gadai dan fidusia. Hak jaminan dimaksudkan untuk menjamin utang seorang debitor yang memberikan hak utama kepada seorang kreditor tertentu, yaitu pemegang hak jaminan itu, untuk didahulukan terhadap kreditor-kreditor lain apabila debitor cidera janji. Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Hak Tanggungan yaitu: “ Hak Tanggungan adalah Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, terhadap kreditor-kreditor lain”. Menurut H. Salim HS, dari pengertian hak tanggungan yang diuraikan dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Hak Tanggungan UUHT dapat disimpulkan adanya unsur-unsur sebagai berikut: a. Hak Jaminan yang dibebankan hak atas tanah 96 Widjanarto, Hukum Dan Ketentuan Perbankan Di Indonesia, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1993, hlm. 67 Universitas Sumatera Utara 84 b. Hak atas tanah berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu. Pada dasarnya, hak tanggungan dapat dibebankan pada hak atas tanah semata-mata, tetapi dapat juga hak atas tanah tersebut berikut dengan benda-benda yang ada diatasnya. c. Untuk pelunasan hutang tertentu. Maksud untuk pelunasan hutang tertentu adalah hak tanggungan itu dapat membereskan dan selesai dibayar hutanghutang debitor yang ada pada kreditor. d. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lainnya. 97 Sedangkan menurut Boedi Harsono, hak tanggungan adalah penguasaan hak atas tanah berisi kewenangan bagi kreditur untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dijadikan agunan. Tetapi bukan untuk dikuasai secara fisik dan digunakan, melainkan untuk menjualnya jika debitur cidera janji dan mengambil dari hasilnya seluruhnya atau sebagian sebagai pembayaran lunas hutang debitur kepadanya. 98 Obyek hak tanggungan adalah tanah. Tanah merupakan barang jaminan untuk pembayaran utang yang paling disukai oleh lembaga keuangan pemberi fasilitas kredit.Sebab tanah pada umumnya mudah dijual, harganya terus meningkat, mempunyai tanda bukti hak, sulit digelapkan dan dapat dibebani hak tanggungan yang memberikan hak istimewa kepada kreditur. 99 97 Salim H.S., Hukum Kontrak, Jakarta : Sinar Grafika, 2006, hlm 96. 98 Ibid., hlm. 97 99 Effendi Perangin, Praktek Penggunaan Tanah sebagai Jaminan Kredit, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1995, hlm. 9 Universitas Sumatera Utara 85 Walaupun tidak semua tanah memiliki sifat atau dalam keadaan seperti telah disebutkan tadi. Terdapat pula tanah yang sukar dijual, harganya terus menurun, mudah digelapkan, tidak mempunyai tanda bukti hak dan tidak dapat dibebani hak tanggungan. Apabila tanah tersebut memiliki kelemahan-kelemahan seperti tersebut di atas, biasanya tidak diterima oleh kreditur sebagai jaminan pembayaran utang namun hanya dipakai sebagai jaminan tambahan saja. Tanah obyek hak tanggungan berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai atas Tanah Negara, Rumah Susun yang berdiri di atas Hak Milik, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai yang diberikan oleh negara, dan Hak Milik atas satuan rumah susun yang bangunannya berdiri di atas tanah Hak Milik, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai yang diberikan oleh negara, berikut bangunan, tanaman dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut. Obyek hak tanggungan tersebut merupakan hak milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dan dinyatakan di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan APHT yang bersangkutan. 100 Hak jaminan atas tanah melindungi kreditur sebagai pihak yang lemah setelah hutang diberikan. Hak jaminan bersifat membatasi pemberi jaminan untuk melakukan perbuatan hukum atas obyek jaminan. Bahkan menghapus hak pemberi jaminan atas obyek jaminan apabila debitur tidak memenuhi prestasinya.Pemenuhan prestasi tersebut bisa berupa pembayaran seluruh hutang berikut bunga, atau eksekusi atas 100 H. Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2004, hlm. 105. Universitas Sumatera Utara 86 obyek hak tanggungan. Eksekusi inilah yang menyebabkan hapusnya hak pemberi jaminan atas obyek jaminan. Lembaga Hak Tanggungan melahirkan pemberi hak tanggungan dan pemegang hak tanggungan. Pemegang hak tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai orang yang berpiutang. Pemberi hak tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan yang bersangkutan. Mengingat objek hak tanggungan adalah tanah maka yang bisa memberikan hak tanggungan adalah orang yang mempunyai kewenangan atas tanah pada saat pendaftaran hak tanggungan dilakukan. Hak Tanggungan sebenarnya menyangkut tiga aspek sekaligus yaitu pertama, berkaitan dengan hak jaminan atas tanah. Kedua, yang berkaitan dengan perkreditan dan yang ketiga, berkaitan dengan perlindungan hukum bagi para pihak yang terlibat. Banyak keuntungan yang bisa diperoleh kreditur pemegang hak tanggungan. Pertama, kreditur pemegang hak tanggungan diberi kedudukan yang istimewa, diutamakan atau mendahulu dalam hal mendapat pelunasan hutang, yang disebut droit de preference. Hak tanggungan juga mengikuti dimanapun obyek hak tanggungan itu berada dan pemegang hak tanggungan diberi wewenang untuk mengeksekusi obyek hak tanggungan tanpa putusan pengadilan. Kedua, adanya asas-asas hak tanggungan. Sebenarnya asas-asas ini bersifat melindungi kepentingan kreditur, debitur dan pihak ketiga. Asas-asas tersebut adalah asas publisitas, asas spesialitas dan asas tidak dapat dibagi-bagi. Asas publisitas Universitas Sumatera Utara 87 adalah asas yang menyatakan bahwa pemberi hak tanggungan wajib didaftarkan pada kantor pertanahan. Asas spesialitas adalah asas yang menetapkan isi APHT. Sedangkan asas tidak dapat dibagi-bagi adalah asas yang menyatakan bahwa dengan dilunasinya sebagian dari hutang yang dijamin tidak berarti terbebasnya sebagian obyek hak tanggungan dari beban hak tanggungan, melainkan hak tanggungan itu tetap membebani seluruh obyek hak tanggungan untuk sisa hutang yang belum dilunasi. Perlindungan hukum kadangkala dapat pula menimbulkan kesulitan bagi para pihak. Salah satunya adalah pada asas tidak dapat dibagi-bagi. Asas ini oleh pembuat Undang-Undang telah disimpangi. Penyimpangannya diatur dalam Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Hak Tanggungan UUHT, yang berbunyi: Apabila Hak Tanggungan dibebankan pada beberapa hak atas tanah, dapat diperjanjikan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan, bahwa pelunasan utang yang dijamin dapat dilakukan dengan cara angsuran yang besarnya sama dengan nilai masing-masing hak atas tanah yang merupakan bagian dari obyek Hak Tanggungan, yang akan dibebaskan dari Hak Tanggungan tersebut, sehingga kemudian Hak Tanggungan itu hanya membebani sisa obyek Hak Tanggungan untuk menjamin sisa utang yang belum dilunasi. Pengecualian dari asas tidak dapat dibagi-bagi tersebut di atas digunakan untuk menampung perkembangan kebutuhan dunia perkreditan antara lain mengakomodasi keperluan pendanaan pembangunan Apartemen. Developer menggunakan lembaga jaminan hak tanggungan sebagai jaminan fasilitas kredit. Obyek jaminan hak tanggungan yang dipakai adalah bidang tanah yang digunakan untuk membangun Apartemen. Universitas Sumatera Utara 88 Tujuan pemberian kredit tersebut untuk pembangunan seluruh unit Apartemen atau kondominium.Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat 2 UUHT, Developer boleh menjual bangunan atau unit Apartemen dan tanah yang dibebani hak tanggungan kepada pihak ke tiga. Pembelian atas bangunan atau unit Apartemen dan tanah yang dibebani hak tanggungan tersebut menyebabkan hapusnya hak tanggungan atas tanah obyek jual beli. Selain untuk masalah pendanaan pembangunan Apartemen bagi Developer, sebenarnya masih ada permasalahan lain yang dapat timbul dan berbenturan dengan asas tidak dapat dibagi-bagi.Permasalahan timbul disaat debitur pemberi hak tanggungan tidak mampu untuk membayar sisa angsuran. Ada beberapa cara penyelesaian untuk permasalahan tersebut. Pertama, setelah debitur dinyatakan wanprestasi, kreditur mengeksekusi obyek hak tanggungan melalui pelelangan umum. Kedua, debitur menjual sendiri obyek hak tanggungan dan menggunakan uang hasil penjualan untuk membayar hutang. Ketiga, debitur hanya menjual sebagian dari tanah obyek hak tanggungan untuk membayar sisa angsuran.Tindakan pertama tentu sudah sesuai dengan ketentuan Undang-Undang. Tindakan kedua sering dilakukan dalam praktek perbankan.Tindakan yang ketiga biasanya terjadi karena pemberi hak tanggungan tidak ingin menjual seluruh obyek hak tanggungan berdasar alasan tertentu. Cara penyelesaian ke tiga ini bertentangan dengan salah satu asas hak tanggungan, yaitu asas tidak dapat dibagi- bagi. Universitas Sumatera Utara 89

B. Penangguhan Eksekusi

Terhadap Hak Tanggungan Bila Terjadi Keputusan Pailit Dalam ketentuan Pasal 55 ayat 1 UUK dan PKPU tersebut, hak separatis pemegang hak jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1133 juncto Pasal 1134 KUHPerdata, yaitu menempatkan kreditor pemegang hak jaminan sebagai kreditor separatis diakui oleh UUK dan PKPU. Tetapi kemudian dalam ketentuan Pasal 56 ayat 1 UUK dan PKPU menentukan bahwa hak eksekusi Kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat 1 dan hak pihak ketiga untuk menuntut hartanya yang berada dalam penguasaan Debitor pailit atau Kurator, ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90 sembilan puluh hari sejak tanggal putusan pailit ditetapkan. Sehingga kemudian jaminan hutang tidak dapat dieksekusi oleh kreditor separatis karena harus menunggu stay atau bahkan harus mengeksekusi dalam jangka waktu tertentu. 101 Bahkan selama jangka waktu penangguhan tersebut,Kurator dapat menggunakan atau menjual harta pailit yang berada dalam penguasaan Kurator berdasar ketentuan Pasal 56 ayat 3 UUK dan PKPU sebagai berikut : “Selama jangka waktu penangguhan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Kurator dapat menggunakan harta pailit berupa benda tidak bergerak maupun benda bergerak atau menjual harta pailit yang berupa benda bergerak yang berada dalam penguasaan Kurator dalam rangka kelangsungan usaha Debitor, dalam hal telah diberikan perlindungan yang wajar bagi kepentingan Kreditor atau pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ”. 101 Munir, Fuady, Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek, Op. Cit, hlm. 23. Universitas Sumatera Utara 90 Dengan demikian maka harta Debitor yang sudah dibebani hak jaminan pada masa “stay” dapat dijual oleh Kurator seperti halnya harta pailit. Hal ini mengaburkan maksud dan tujuan dari hak jaminan itu sendiri yang mana seharusnya dapat dieksekusi dan dijual sendiri oleh kreditor pemegang hak jaminan. Selain itu penggunan prinsip paritas creditorium yang dilengkapi dengan prinsip pari passu prorate parte dalam konteks kepailitan juga masih memiliki kelemahan. Kreditur yang memegang jaminan kebendaan disamakan dengan kreditor yang tidak memegang jaminan kebendaan adalah bentuk sebuah ketidakadilan. Bukankah maksud adanya lembaga jaminan untuk memberikan perlindungan hukum terhadap pemegang hak jaminan tersebut. Jika pada akhirnya disamakan kedudukan hukumnya antara kreditur pemegang hak tanggungan dengan kreditur yang tidak memiliki jaminan kebendaan maka adanya lembaga hukum jaminan tidak ada fungsinya sama sekali. Demikian pula dengan kreditur yang oleh Undang-Undang diberikan keistimewaan yang berupa hak preferensi dalam pelunasan piutangnya jika kedudukan disamakan dengan kreditur yang tidak diberikan preferensi oleh Undang-Undang, maka untuk apa Undang-Undang melakukan pengaturan terhadap kreditur-kreditur tertentu dapat memiliki kedudukan istimewa dan karenanya memiliki preferensi dalam pembayaran terhadap piutang-piutangnya. Ketidakadilan seperti ini diberikan jalan keluar dengan adanya prinsip structured prorate. Lebih dari itu kreditur pemegang hak tanggungan separatis juga masih memiliki kepentingan yang berupa sisa tagihan yang tidak Universitas Sumatera Utara 91 cukup ditutup dengan eksekusi jaminan serta kepentingan mengenai keberlangsungan usaha debitur.

C. Developer Dianggap Masih Solven Sehingga Pemailitan Dapat Merugikan

Bank Sebagai Kreditor Definisi Insolvency insolvensi menurut penjelasan pasal 57 ayat 1 UU 37 2004 adalah keadaan tidak mampu membayar.Menurut Dictionary Business of Term, Insolvency diartikan : 1. Ketidaksanggupan untuk memenuhi kewajiban finansial ketika jatuh waktu seperti layaknya dalam bisnis; atau 2. Kelebihan kewajiban dibandingkan dengan asetnya dalam waktu tertentu. Dalam pasal 178 ayat 1 UU 372004, insolvensi itu terjadi jika tidak ada perdamaian dan demi hukum harta pailit berada dalam keadaan tidak mampu membayar seluruh utang yang wajib dibayar. Secara prosedural hukum positif, maka dalam suatu proses kepailitan, harta pailit dianggap berada dalam keadaan tidak mampu membayar jika : 1. Dalam rapat verifikasi tidak ditawarkan perdamaian; atau 2. Perdamaian yang ditawarkan telah ditolak; atau 3. Pengesahan perdamaian tersebut dengan pasti telah ditolak. Dilihat dari seluruh proses kepailitan, tahap insolvensi dari debitor tersebut berada hampir pada penghujung proses kepailitan. Konsekuensi hukum dari terjadinya insolvensi dari debitor adalah : Universitas Sumatera Utara 92 1. Harta pailit segera dieksekusi dan dibagi kecuali ada pertimbangan tertentu misalnya pertimbangan bisnis yang menyebabkan penundaan eksekusi dan penundaan pembagian akan lebih menguntungkan. 2. Pada prinsipnya tidak ada rehabilitasi. Hal ini dikarenakan dalam hal insolvensi telah tidak terjadi perdamaian, dan aset debitor pailit justru lebih kecil dari kewajibannya. Padahal seperti yang diketahui bahwa rehabilitasi hanya mungkin dilakukan antara lain apabila ada perdamaian atau utangnya dapat dibayar penuh, kecuali jika setelah insolvensi kemudian terdapat harta debitor pailit, misalnya karena warisan, sehingga utang dapat dibayar lunas. Dengan demikian rehabilitasi dapat diajukan berdasarkan atas hal tersebut. Masalah Insolvency merupakan hal yang esensial dalam hukum kepailitan. Pengadilan baru dapat menjatuhkan putusan pernyataan pailit apabila debitor berada dalam keadaan lnsolvensi, pentingya lnsolvensi dalam hukum kepailitan karena merupakan salah satu syarat pemyataan pailit di samping Concursus Creditorum. Rumusan Insolvency yang terdapat dalam peraturan hukum kepailitan itu selalu berubah, faillis Faillissementsverordening, Stb, 1905 No.2l7 Jo Stb, 1906 No.348 mempergunakan rumusan Keadaan Berhenti Membayar, sedangkan Perpu No.1 Tahun 1998 Jo. UU No.4 Tahun 1998 mempergunakan rumusan keadaan tidak membayar, sementara UU No.37 Tahun 2004 mempergunakan rumusan KeadaanTidak Membayar Lunas, selain itu Peraturan Kepailitan juga tidak memberikan patokan batas minimal jumlah utang debitor sebagai salah satu syarat pernyataan pailit. Universitas Sumatera Utara 93 Akibatnya suatu perusahaan yang solven dapat dinyatakan pailit asalkan terdapat minimal dua kreditor dan salah satu utang tersebul sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, peraturan Kepailitan tidak pula menjelaskan apa yang dimaksud dengan Keadaan berhenti mernbayar, keadaan tidak membayar dan Keadaan tidak membayar luas, demikian pula peraturan kepailitan tidak mengatur secara lengkap mengenai pembuktian sederhana. Akibatnya, hal-hal tersebut menimbulkan interpretasi yang beragam dalam praktik peradilan. Konsep keadaan tidak membayar utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih menunjukkan inkonsistensinya dalam paktiknya di peradilan Niaga, baik peradilan Yudex facti, maupun yudex iuris.Perlu diterapkan jumlah minimal utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih sebagai salah satu syarat pernyataan pailit. Permohonan pernyataan pailit seharusnya hanya dapat diajukan dalam hal debitor tidak membayar utang-utangnya kepada salah satu atau sebagian besar kreditor yang memiliki tagihan yang keseluruhannya paling sedikit lebih dari 50 dari seluruh utang debitor kepada semua kreditornya.Dengan kata lain, apabila kreditor tidak membayar kepada kreditor tertentu saja, sedangkan kepada kreditor lain yang memiliki tagihan lebih dari 50 dari jumlah seluruh utangnya tetap melaksanakan kewajiban dengan baik, maka terhadap debitor itu seharusnya tidak dapat diajukan permohonan pernyataan pailit baik oleh kreditor maupun oleh debitor sendiri. Sehubungan dengan asas permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan terhadap debitor yang insolvent yaitu yang tidak membayar utang-utangnya kepada para kreditor mayoritas. Universitas Sumatera Utara 94 Ketentuan ini untuk menghidarkan suatu perusahaan yang solven dapat dinyatakan pailit.Hal inilah yang menjadi alasan mengapa PT.Bank Tabungan Negara Persero Tbk ikut mengajukan Permohonan Kasasi kepada Mahkamah Agung atas putusan pailit terhadap Developer PT. Graha Permata Properindo, karena bagi PT.Bank Tabungan Negara Persero Tbk selaku Kreditor Developer dianggap masih merupakan suatu perusahaan yang Solven dan jumlah asetnya melebihi utang yang dimiliki kepada para Konsumen Apartemen yang mengajukan Permohonan Pailit atas Developer tersebut. Tentu saja pihak PT.Bank Tabungan Negara Persero Tbk merasa bahwa Pemailitan Developer ini akan merugikan mereka meskipun sebagai Kreditor Separatis mereka memiliki hak untuk langsung mengeksekusi Jaminan utang Developer yang adalah hak Tanggungan atas tanah yang diatasnya dibangun Apartemen. Universitas Sumatera Utara 95

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PERMOHONAN PAILIT ATAS

DEVELOPER DALAM PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI APARTEMEN

A. Kasus Kepailitan Developer PT. Graha Permata Properindo

1. Duduk Perkara

Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Perbuatan Melawan Hukum Dalam Pengalihan Saham Perseroan Melalui Perjanjian Jual Beli Saham (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 2678 K/Pdt/2011)

8 151 149

Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 981K/PDT/2009 Tentang Pembatalan Sertipikat Hak Pakai Pemerintah Kota Medan No. 765

4 80 178

Hak dan Kewajiban Kurator Pasca Putusan Pembatalan Pailit Pada Tingkat Kasasi Oleh Mahkamah Agung (Studi Kasus Kepailitan PT. Telkomsel vs PT. Prima Jaya Informatika)

1 38 128

Analisis Putusan Mahkamah Agung Mengenai Putusan yang Dijatuhkan Diluar Pasal yang Didakwakan dalam Perkaran Tindak Pidana Narkotika Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 238 K/Pid.Sus/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011)

18 146 155

Eksekusi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 609 K/Pdt/2010 Dalam Perkara Perdata Sengketa Tanah Hak Guna Bangunan Dilaksanakan Berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri

3 78 117

Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Calon Independen Di Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

0 68 130

Penetapan Luas Tanah Pertanian (Studi Kasus : Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/Puu-V/2007 Mengenai Pengujian Undang-Undang No: 56 Prp Tahun 1960 Terhadap Undang-Undang Dasar 1945)

4 98 140

Sikap Masyarakat Batak-Karo Terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA-RI) No.179/K/SIP/1961 Dalam Persamaan Kedudukan Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Mengenai Hukum Waris (Studi Pada Masyarakat Batak Karo Desa Lingga Kecamatan Simpang...

1 34 150

PEMBATALAN PUTUSAN PERNYATAAN PAILIT OLEH MAHKAMAH AGUNG (Studi Putusan No. 02/Pailit/2012/PN.Niaga.Smg dan No. 522 K/Pdt.Sus/2012)

0 6 80

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG MENGABULKAN PERMOHONAN KASASI PT TELEKOMUNIKASI SELULER ATAS PUTUSAN PAILIT PENGADILAN NIAGA PADA PENGADILAN NEGERI JAKARTA PUSAT (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 704 K/Pdt.Sus/2012).

0 2 16