Utang Dalam Kepailitan Analisis Hukum Terhadap Permohonan Pailit Atas Developer Dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli Apartemen ( Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 331 K/PDT. SUS/2012 Tanggal 12 Juni 2012)

68 kepada si waris, supaya harta peninggalan dipisahkan dari harta kekayaan si waris tersebut”.

3. Utang Dalam Kepailitan

Utang merupakan unsur penting karena merupakan salah satu syarat pernyataan pailit yang harus dibuktikan secara sederhana dalam sidang pemeriksaan yang diselenggarakan paling lambat 20 dua puluh hari setelah tanggal permohonan didaftarkan. Dalam Pasal 1 butir 6 Undang-Undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 sendiri menyebutkan definisi mengenai utang : “Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul dikemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau Undang-Undang dan yang wajib dipenuhi Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk dapat pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor”. 87 Penjabaran definisi utang dalam Undang Undang Kepailitan dan PKPU Nomor 37 Tahun 2004 ini merupakan perbaikan yang cukup signifikan dari Undang- Undang Kepailitan sebelumnya. Pada Undang-Undang Kepailitan sebelumnya, yakni Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 juncto Peraturan Kepailitan tidak dijelaskan mengenai batasan utang tersebut.Hal ini terlihat pada Pasal 1 ayat 1 Undang- Undang Kepailitan Nomor 4 Tahun 1998 yang menyatakan : 87 Pasal 1 angka 6 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Universitas Sumatera Utara 69 “Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam pasal 2, baik atas permohonannya sendiri, maupun atas permintaan seorang atau lebih krediturnya ”. Dalam Undang-Undang Kepailitan yang lama ini tidak memberikan pengertian utang secara jelas dan hanya disebutkan bahwa utang yang tidak dibayar oleh debitor. Yang dimaksud dalam pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Kepailitan Nomor 4 Tahun 1998 ini adalah utang pokok atau bunganya , sedangkan pengertian utang itu sendiri tidak dijelaskan. Dalam proses acara kepailitan prinsip utang tersebut sangat menentukan, oleh karena tanpa adanya utang tidaklah mungkin perkara kepailitan akan bisa diperiksa.Walaupun telah ada kepastian mengenai penafsiran utang tersebut dalam revisi Undang-Undang Kepailitan, yakni Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 bahwa utang yang dianut oleh Hukum Kepailitan kita adalah utang dalam arti luas yang berarti telah pararel dengan konsep utang dalam KUH Perdata, namun masih banyak terdapat perbedaan pendapat atau penafsiran akan utang oleh para hakim di Lembaga Peradilan, dalam hal ini Pengadilan Niaga dan hakim Mahkamah Agung. Berdasarkan penelitian atas perkara-perkara kepailitan pada Pengadilan Niaga maupun Mahkamah Agung telah terjadi dualisme penafsiran atas pengertian utang. Akibatnya dalam praktek pengertian utang telah diartikan secara sempit dan luas. Hakim memberikan penafsiran utang yang berbeda baik di Pengadilan Niaga maupun pada tingkat kasasi. Universitas Sumatera Utara 70 Perbedaan penafsiran tentang pengertian utang ini dapat menimbulkan akibat berupa perbedaan keputusan hakim yaitu apakah permohonan pernyataan pailit akan dikabulkan, ditolak ataukah tidak dapat diterima. Selain itu juga perbedaan penafsiran tentang utang berakibat terhadap kewenangan pengadilan untuk mengadili, apakah perkara yang sedang diperiksa itu termasuk dalam kewenangan Pengadilan Negeri ataukah Pengadilan Niaga. Bahkan bukan hanya hakim, tetapi kalangan praktisi hukum lain seperti pengacara, jaksa dan juga dari kalangan akademis memiliki perbedaan penafsiran mengenai pengertian utang.Sehingga terdapat terdapat 2 dua interprestasi baik dari kalangan akademisi maupun praktisi. Satu kelompok menyatakan bahwa utang disini berarti utang yang timbul dari perjanjian utang piutang yang berupa sejumlah uang. Kelompok ini menginterpretasikan utang dalam arti sempit, sehingga tidak mencakup prestasi yang timbul sebagai akibat adanya perjanjian di luar perjanjian utang piutang. 88 Sedangkan sebagian kelompok berpendapat bahwa yang dimaksud utang dalam Pasal 1 butir 6 Undang-Undang Kepailitan PKPU Nomor 37 Tahun 2004 adalah prestasi yang harus dibayar yang timbul sebagai akibat perikatan. Utang disini dalam arti yang luas. Istilah utang tersebut menunjuk pada hukum kewajiban hukum perdata. Kewajiban atau utang dapat timbul baik dari kontrak atau dari Undang- 88 M. Hadi Shubhan, Log. Cit. , hal 88 - 89. Universitas Sumatera Utara 71 Undang Pasal 1233 KUHPerdata. Prestasi tersebut terdiri dari memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu. 89 Berdasarkan doktrin dan yurisprudensi yang pernah berkembang dalam dunia hukum dapat disimpulkan terdapat 3 tiga pengertian utang. Ketiga pengertian tersebut yaitu; a. Utang dalam arti sempit, piutang yang tibul dari perjanjian pinjam meminjam. Hal ini merupakan pendapat yang sempit karena perikatan yang melandasi piutang tersebut hanyalah perjanjian pinjam meminjam saja, artinya pijam- meminjam uang dan tidak semua jenis perjanjian. Dengan demikian, prestasi pihak lain seperti kewajiban pembeli menyerahkan uang tidak termasuk sebagai piutang bagi penjual. Demikian pula prestasi dalam perjanjian jasa dan perjanjian lainnya juga tidak termasuk sebagai utang. b. Utang dalam arti luas. Menurut pegertian yang luas, utang itu diartikan setiap tagihan untuk menyerahkan uang yang didasarkan kepada setiap perjanjian tidak hanya perjanjian pinjam-meminjam uang saja. Dengan demikian suatu Perseroan Terbatas yang tidak menyerahkan deviden kepada pemegang saham, termasuk kategori piutang bagi pemegang saham yang bersangkutan. Demikian pula pembeli yang tidak menyerahkan uang pembeliannya, bagi penjual merupakan suatu utang. Contoh lain penumpang yang tidak membayar ongkos perjanjian angkutnya kepada sopir taksi, bagi sopir taksi 89 Ibid., Universitas Sumatera Utara 72 tersebut merupakan suatu piutang. Tenaga kerja yang tidak dibayar oleh pelaku usahanya, mempunyai piutang terhadap pengusaha bersangkutan. c. Utang dalam arti yang sangat luas. Menurut pengertian yang sangat luas piutang itu ialah setiap tagihan yang baik didasarkan kepada perjanjian maupun kepada Undang-Undang yang tidak merupakan tagihan sejumlah uang saja. Pendeknya menurut pengertian yang sangat luas piutang yang berupa tuntutan atas suatu prestasi yang didasarkan baik perjanjian maupun Undang-Undang. Menurut Pasal 1234 KUHPerdata prestasi tersebut dapat berupa : 1 Memberi sesuatu; 2 Berbuat sesuatu; 3 Tidak berbuat sesuatu. Dalam pengertian yang sangat luas perjanjian dimaksud tidak dibatasi kepada perjanjian pinjam meminjam saja tetapi semua jenis perjanjian. Demikian pula hak yang berdasarkan perbuatan melanggar hukum juga dapat diartikan sebagai piutang. Jadi, sebagai contoh seorang yang ditabrak kendaraan mempunyai piutang untuk menagih sejumlah uang kepada penabraknya berdasar Pasal 1365 KUHPerdata. Demikian pula mengadakan perjanjian membuat rumah kepada seorang pemborong, mempunyai piutang kepada pemborong untuk menagih pemborong menyelesaikan bangunan rumah tersebut. Dari 3 tiga pendapat tersebut mengenai utang, maka yang tepat adalah pendapat yang kedua dan atau pun yang ketiga, yaitu kelompok pendapat yang Universitas Sumatera Utara 73 menyatakan bahwa utang dalam arti luas, karena Undang – Undang Kepailitan merupakan penjabaran lebih khusus dari KUH Perdata, maka utang dalam Undang – Undang Kepailitan PKPU adalah prestasi sebagaimana diatur dalam KUH Perdata. Utang dalam kaitan dengan perikatan bisa timbul karena perjanjian dan bisa pula timbul karena Undang-Undang. Utang dalam perikatan yang timbul karena Undang-Undang bisa timbul dari Undang-Undang saja dan bisa pula timbul dari Undang-Undang sebagai akibat perbuatan orang. Perikatan yang lahir dari Undang- Undang sebagai akibat perbuatan orang bisa berupa perbuatan yang sesuai dengan Undang-Undang bisa pula perbuatan yang melanggar hukum onrechtmatige daad. 90 Menurut Jerry Hoff dalam bukunya berjudul Indonesian Bankcruptcy Law, bahwa definisi utang adalah utang dalam arti luas, yaitu utang meliputi pula kewajiban Debitor dalam kontrak,yang merujuk pada KUH Perdata Pasal 1233, secara lengkapnya sebagai berikut : Obligation or debts can arise either out of contract or out of law article 1233 CC. There are obligation to give something, or obligation to do or not to do something article 1234 CC. The creditor is entitled to the performance of the obligation by the debtor. The debtor is obliged to perform. Some examples of obligations which arise out of contract are :  The obligation of a borrower to pay interest and to repay the principal of the loan to a lender ;  The obligation of a seller to deliver a car to a purchaser pursuant to a sale and purchase agreement ;  The obligation of a builder to construct a house and to deliver it to purchaser;  The obligation of a guarantor to guarantee to a lender the repayment of a loan by a borrower. From the debtor’s perspective these obligations are his debts. From the creditor’s perspective, these obligations are his claim. 91 90 Ibid. ,hal 90. 91 Jerry Hoff, Indonesian Bankruptcy Law, Log. Cit. Universitas Sumatera Utara 74 Jerry Hoff juga menyatakan ketidaksetujuannya atas Putusan Mahkamah Agung yang mengartikan utang secara sempit yaitu hanya pada hubungan pinjam meminjam uang. Menurut Jerry Hoff, jika utang hanya diartikan loan apa artinya ada klaim, dimana klaim ini tidak terbatas pada klaim yang muncul dari loan. Selanjutnya juga pakar hukum Drs. Paripurna P.Sugarda, SH.M.Hum berpendapat bahwa pengertian utang di dalam Undang-Undang Kepailitan tidak seyogianya diberi arti yang sempit, yaitu tidak seharusnya hanya diberi arti berupa kewajiban membayar utang yang timbul karena perjanjian utang piutang saja, tetapi merupakan setiap kewajiban debitur yang berupa kewajiban untuk membayar sejumlah uang kepada kreditor, baik kewajiban itu timbul karena perjanjian apapun juga tidak terbatas hanya kepada perjanjian utang piutang saja, maupun timbul karena ketentuan Undang-Undang, dan timbul karena keputusan hakim yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.Dilihat dari perspektif kreditor kewajiban membayar debitor tersebut merupakan“ hak untuk memperoleh pembayaran sejumlah uang ” atau “ right to payment ”. Menurut beliau, utang debitor yang merupakan hak untuk memperoleh pembayaran sejumlah uang atau right to payment bagi kreditor harus telah ada ketika debitor dinyatakan pailit oleh pengadilan.Apabila hak kreditor itu belum muncul, maka tidaklah hak kreditur itu dapat dikatakan utang debitor yang dapat didaftarkan untuk pencocokan verifikasi utang-utang dalam rangka kepailitan debitur tersebut.Apabila terjadi ketidaksepakatan mengenai adanya utang tersebut, maka adanya utang itu harus terlebih dahulu diputuskan oleh pengadilan. Bahkan Universitas Sumatera Utara 75 pengadilan harus pula memutuskan kepastian mengenai besarnya utang itu. Pengadilan dalam hal ini adalah pengadilan Niaga. Dengan demikian maka utang dalam UUK dan PKPU merupakan utang dalam pengertian luas yang tidak hanya terbatas pada hubungan pinjam meminjam uang saja tetapi sampai pada kewajiban Debitor dalam kontrak. Selain kewajiban dalam kontrak, utang juga termasuk kewajiban Debitor yang timbul dari Undang-Undang. Universitas Sumatera Utara 76

BAB III FAKTOR PENYEBAB PT.BANK TABUNGAN NEGARA PERSERO TBK

IKUT MENGAJUKAN PERMOHONAN KASASI KEPADA MAHKAMAH AGUNG ATAS PUTUSAN PAILIT TERHADAP DEVELOPER

A. PT. Bank Tabungan Negara Persero Tbk Sebagai Kreditor Dari Developer

Konsekuensi berlakunya asas paritas creditorium dalam hukum kepailitan, menyebabkan dengan dijatuhkannya putusan pailit, maka diterima anggapan hukum bahwa seluruh kreditor menjadi pihak dalam putusan pailit tersebut. Oleh karena itu, semua kreditor berhak melakukan upaya hukum terhadap penjatuhan pailit, sehingga dapat mengajukan kasasi dan atau peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.Ini adalah beberapa faktor yang melatar belakangi mengapa PT. Bank Tabungan Negara Persero Tbk juga ikut mengajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung atas Putusan Pernyataan Pailit yang dikeluarkan oleh Pengadilan Niaga terhadap Developer.

1. Perjanjian Kredit Antara Developer Dengan Bank

Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Perbuatan Melawan Hukum Dalam Pengalihan Saham Perseroan Melalui Perjanjian Jual Beli Saham (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 2678 K/Pdt/2011)

8 151 149

Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 981K/PDT/2009 Tentang Pembatalan Sertipikat Hak Pakai Pemerintah Kota Medan No. 765

4 80 178

Hak dan Kewajiban Kurator Pasca Putusan Pembatalan Pailit Pada Tingkat Kasasi Oleh Mahkamah Agung (Studi Kasus Kepailitan PT. Telkomsel vs PT. Prima Jaya Informatika)

1 38 128

Analisis Putusan Mahkamah Agung Mengenai Putusan yang Dijatuhkan Diluar Pasal yang Didakwakan dalam Perkaran Tindak Pidana Narkotika Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 238 K/Pid.Sus/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011)

18 146 155

Eksekusi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 609 K/Pdt/2010 Dalam Perkara Perdata Sengketa Tanah Hak Guna Bangunan Dilaksanakan Berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri

3 78 117

Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Calon Independen Di Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

0 68 130

Penetapan Luas Tanah Pertanian (Studi Kasus : Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/Puu-V/2007 Mengenai Pengujian Undang-Undang No: 56 Prp Tahun 1960 Terhadap Undang-Undang Dasar 1945)

4 98 140

Sikap Masyarakat Batak-Karo Terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA-RI) No.179/K/SIP/1961 Dalam Persamaan Kedudukan Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Mengenai Hukum Waris (Studi Pada Masyarakat Batak Karo Desa Lingga Kecamatan Simpang...

1 34 150

PEMBATALAN PUTUSAN PERNYATAAN PAILIT OLEH MAHKAMAH AGUNG (Studi Putusan No. 02/Pailit/2012/PN.Niaga.Smg dan No. 522 K/Pdt.Sus/2012)

0 6 80

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG MENGABULKAN PERMOHONAN KASASI PT TELEKOMUNIKASI SELULER ATAS PUTUSAN PAILIT PENGADILAN NIAGA PADA PENGADILAN NEGERI JAKARTA PUSAT (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 704 K/Pdt.Sus/2012).

0 2 16