68
kepada si waris, supaya harta peninggalan dipisahkan dari harta kekayaan si waris tersebut”.
3. Utang Dalam Kepailitan
Utang merupakan unsur penting karena merupakan salah satu syarat pernyataan pailit yang harus dibuktikan secara sederhana dalam sidang pemeriksaan
yang diselenggarakan paling lambat 20 dua puluh hari setelah tanggal permohonan didaftarkan.
Dalam Pasal 1 butir 6 Undang-Undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 sendiri menyebutkan definisi mengenai utang :
“Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik
secara langsung maupun yang akan timbul dikemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau Undang-Undang dan yang wajib dipenuhi
Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk dapat pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor”.
87
Penjabaran definisi utang dalam Undang Undang Kepailitan dan PKPU Nomor 37 Tahun 2004 ini merupakan perbaikan yang cukup signifikan dari Undang-
Undang Kepailitan sebelumnya. Pada Undang-Undang Kepailitan sebelumnya, yakni Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 juncto Peraturan Kepailitan tidak dijelaskan
mengenai batasan utang tersebut.Hal ini terlihat pada Pasal 1 ayat 1 Undang- Undang Kepailitan Nomor 4 Tahun 1998 yang menyatakan :
87
Pasal 1 angka 6 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Universitas Sumatera Utara
69
“Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan
pailit dengan putusan Pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam pasal 2, baik atas permohonannya sendiri, maupun atas permintaan
seorang atau lebih krediturnya ”.
Dalam Undang-Undang Kepailitan yang lama ini tidak memberikan pengertian utang secara jelas dan hanya disebutkan bahwa utang yang tidak dibayar
oleh debitor. Yang dimaksud dalam pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Kepailitan Nomor 4 Tahun 1998 ini adalah utang pokok atau bunganya , sedangkan pengertian
utang itu sendiri tidak dijelaskan. Dalam proses acara kepailitan prinsip utang tersebut sangat menentukan, oleh
karena tanpa adanya utang tidaklah mungkin perkara kepailitan akan bisa diperiksa.Walaupun telah ada kepastian mengenai penafsiran utang tersebut dalam
revisi Undang-Undang Kepailitan, yakni Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 bahwa utang yang dianut oleh Hukum Kepailitan kita adalah utang dalam arti luas
yang berarti telah pararel dengan konsep utang dalam KUH Perdata, namun masih banyak terdapat perbedaan pendapat atau penafsiran akan utang oleh para hakim di
Lembaga Peradilan, dalam hal ini Pengadilan Niaga dan hakim Mahkamah Agung. Berdasarkan penelitian atas perkara-perkara kepailitan pada Pengadilan Niaga
maupun Mahkamah Agung telah terjadi dualisme penafsiran atas pengertian utang. Akibatnya dalam praktek pengertian utang telah diartikan secara sempit dan luas.
Hakim memberikan penafsiran utang yang berbeda baik di Pengadilan Niaga maupun pada tingkat kasasi.
Universitas Sumatera Utara
70
Perbedaan penafsiran tentang pengertian utang ini dapat menimbulkan akibat berupa perbedaan keputusan hakim yaitu apakah permohonan pernyataan pailit akan
dikabulkan, ditolak ataukah tidak dapat diterima. Selain itu juga perbedaan penafsiran tentang utang berakibat terhadap kewenangan pengadilan untuk mengadili, apakah
perkara yang sedang diperiksa itu termasuk dalam kewenangan Pengadilan Negeri ataukah Pengadilan Niaga.
Bahkan bukan hanya hakim, tetapi kalangan praktisi hukum lain seperti pengacara, jaksa dan juga dari kalangan akademis memiliki perbedaan penafsiran
mengenai pengertian utang.Sehingga terdapat terdapat 2 dua interprestasi baik dari kalangan akademisi maupun praktisi.
Satu kelompok menyatakan bahwa utang disini berarti utang yang timbul dari perjanjian
utang piutang
yang berupa
sejumlah uang.
Kelompok ini
menginterpretasikan utang dalam arti sempit, sehingga tidak mencakup prestasi yang timbul sebagai akibat adanya perjanjian di luar perjanjian utang piutang.
88
Sedangkan sebagian kelompok berpendapat bahwa yang dimaksud utang dalam Pasal 1 butir 6 Undang-Undang Kepailitan PKPU Nomor 37 Tahun 2004
adalah prestasi yang harus dibayar yang timbul sebagai akibat perikatan. Utang disini dalam arti yang luas. Istilah utang tersebut menunjuk pada hukum kewajiban hukum
perdata. Kewajiban atau utang dapat timbul baik dari kontrak atau dari Undang-
88
M. Hadi Shubhan, Log. Cit. , hal 88 - 89.
Universitas Sumatera Utara
71
Undang Pasal 1233 KUHPerdata. Prestasi tersebut terdiri dari memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu.
89
Berdasarkan doktrin dan yurisprudensi yang pernah berkembang dalam dunia hukum dapat disimpulkan terdapat 3 tiga pengertian utang. Ketiga pengertian
tersebut yaitu; a. Utang dalam arti sempit, piutang yang tibul dari perjanjian pinjam meminjam.
Hal ini merupakan pendapat yang sempit karena perikatan yang melandasi piutang tersebut hanyalah perjanjian pinjam meminjam saja, artinya pijam-
meminjam uang dan tidak semua jenis perjanjian. Dengan demikian, prestasi pihak lain seperti kewajiban pembeli menyerahkan uang tidak termasuk
sebagai piutang bagi penjual. Demikian pula prestasi dalam perjanjian jasa dan perjanjian lainnya juga tidak termasuk sebagai utang.
b. Utang dalam arti luas. Menurut pegertian yang luas, utang itu diartikan setiap tagihan untuk menyerahkan uang yang didasarkan kepada setiap perjanjian
tidak hanya perjanjian pinjam-meminjam uang saja. Dengan demikian suatu Perseroan Terbatas yang tidak menyerahkan deviden kepada pemegang
saham, termasuk kategori piutang bagi pemegang saham yang bersangkutan. Demikian pula pembeli yang tidak menyerahkan uang pembeliannya, bagi
penjual merupakan suatu utang. Contoh lain penumpang yang tidak membayar ongkos perjanjian angkutnya kepada sopir taksi, bagi sopir taksi
89
Ibid.,
Universitas Sumatera Utara
72
tersebut merupakan suatu piutang. Tenaga kerja yang tidak dibayar oleh pelaku usahanya, mempunyai piutang terhadap pengusaha bersangkutan.
c. Utang dalam arti yang sangat luas. Menurut pengertian yang sangat luas piutang itu ialah setiap tagihan yang baik didasarkan kepada perjanjian
maupun kepada Undang-Undang yang tidak merupakan tagihan sejumlah uang saja. Pendeknya menurut pengertian yang sangat luas piutang yang
berupa tuntutan atas suatu prestasi yang didasarkan baik perjanjian maupun Undang-Undang. Menurut Pasal 1234 KUHPerdata prestasi tersebut dapat
berupa : 1
Memberi sesuatu; 2
Berbuat sesuatu; 3
Tidak berbuat sesuatu. Dalam pengertian yang sangat luas perjanjian dimaksud tidak dibatasi kepada
perjanjian pinjam meminjam saja tetapi semua jenis perjanjian. Demikian pula hak yang berdasarkan perbuatan melanggar hukum juga dapat diartikan sebagai piutang.
Jadi, sebagai contoh seorang yang ditabrak kendaraan mempunyai piutang untuk menagih sejumlah uang kepada penabraknya berdasar Pasal 1365 KUHPerdata.
Demikian pula mengadakan perjanjian membuat rumah kepada seorang pemborong, mempunyai piutang kepada pemborong untuk menagih pemborong menyelesaikan
bangunan rumah tersebut. Dari 3 tiga pendapat tersebut mengenai utang, maka yang tepat adalah
pendapat yang kedua dan atau pun yang ketiga, yaitu kelompok pendapat yang
Universitas Sumatera Utara
73
menyatakan bahwa utang dalam arti luas, karena Undang – Undang Kepailitan merupakan penjabaran lebih khusus dari KUH Perdata, maka utang dalam Undang –
Undang Kepailitan PKPU adalah prestasi sebagaimana diatur dalam KUH Perdata. Utang dalam kaitan dengan perikatan bisa timbul karena perjanjian dan bisa
pula timbul karena Undang-Undang. Utang dalam perikatan yang timbul karena Undang-Undang bisa timbul dari Undang-Undang saja dan bisa pula timbul dari
Undang-Undang sebagai akibat perbuatan orang. Perikatan yang lahir dari Undang- Undang sebagai akibat perbuatan orang bisa berupa perbuatan yang sesuai dengan
Undang-Undang bisa pula perbuatan yang melanggar hukum onrechtmatige daad.
90
Menurut Jerry Hoff dalam bukunya berjudul Indonesian Bankcruptcy Law, bahwa definisi utang adalah utang dalam arti luas, yaitu utang meliputi pula
kewajiban Debitor dalam kontrak,yang merujuk pada KUH Perdata Pasal 1233, secara lengkapnya sebagai berikut :
Obligation or debts can arise either out of contract or out of law article 1233 CC. There are obligation to give something, or obligation to do or not to do
something article 1234 CC. The creditor is entitled to the performance of the obligation by the debtor. The debtor is obliged to perform. Some examples of
obligations which arise out of contract are :
The obligation of a borrower to pay interest and to repay the principal of the loan to a lender ;
The obligation of a seller to deliver a car to a purchaser pursuant to a sale and purchase agreement ;
The obligation of a builder to construct a house and to deliver it to purchaser; The obligation of a guarantor to guarantee to a lender the repayment of a
loan by a borrower. From the debtor’s perspective these obligations are his debts. From the creditor’s
perspective, these obligations are his claim.
91
90
Ibid. ,hal 90.
91
Jerry Hoff, Indonesian Bankruptcy Law, Log. Cit.
Universitas Sumatera Utara
74
Jerry Hoff juga menyatakan ketidaksetujuannya atas Putusan Mahkamah Agung yang mengartikan utang secara sempit yaitu hanya pada hubungan pinjam
meminjam uang. Menurut Jerry Hoff, jika utang hanya diartikan loan apa artinya ada klaim, dimana klaim ini tidak terbatas pada klaim yang muncul dari loan.
Selanjutnya juga pakar hukum Drs. Paripurna P.Sugarda, SH.M.Hum berpendapat bahwa pengertian utang di dalam Undang-Undang Kepailitan tidak
seyogianya diberi arti yang sempit, yaitu tidak seharusnya hanya diberi arti berupa kewajiban membayar utang yang timbul karena perjanjian utang piutang saja, tetapi
merupakan setiap kewajiban debitur yang berupa kewajiban untuk membayar sejumlah uang kepada kreditor, baik kewajiban itu timbul karena perjanjian apapun
juga tidak terbatas hanya kepada perjanjian utang piutang saja, maupun timbul karena ketentuan Undang-Undang, dan timbul karena keputusan hakim yang telah
memiliki kekuatan hukum tetap.Dilihat dari perspektif kreditor kewajiban membayar debitor tersebut merupakan“ hak untuk memperoleh pembayaran sejumlah uang ”
atau “ right to payment ”. Menurut beliau, utang debitor yang merupakan hak untuk memperoleh
pembayaran sejumlah uang atau right to payment bagi kreditor harus telah ada ketika debitor dinyatakan pailit oleh pengadilan.Apabila hak kreditor itu belum muncul,
maka tidaklah hak kreditur itu dapat dikatakan utang debitor yang dapat didaftarkan untuk pencocokan verifikasi utang-utang dalam rangka kepailitan debitur
tersebut.Apabila terjadi ketidaksepakatan mengenai adanya utang tersebut, maka adanya utang itu harus terlebih dahulu diputuskan oleh pengadilan. Bahkan
Universitas Sumatera Utara
75
pengadilan harus pula memutuskan kepastian mengenai besarnya utang itu. Pengadilan dalam hal ini adalah pengadilan Niaga.
Dengan demikian maka utang dalam UUK dan PKPU merupakan utang dalam pengertian luas yang tidak hanya terbatas pada hubungan pinjam meminjam uang saja
tetapi sampai pada kewajiban Debitor dalam kontrak. Selain kewajiban dalam kontrak, utang juga termasuk kewajiban Debitor yang timbul dari Undang-Undang.
Universitas Sumatera Utara
76
BAB III FAKTOR PENYEBAB PT.BANK TABUNGAN NEGARA PERSERO TBK
IKUT MENGAJUKAN PERMOHONAN KASASI KEPADA MAHKAMAH AGUNG ATAS PUTUSAN PAILIT TERHADAP
DEVELOPER
A. PT. Bank Tabungan Negara Persero Tbk Sebagai Kreditor Dari Developer
Konsekuensi berlakunya asas paritas creditorium dalam hukum kepailitan, menyebabkan dengan dijatuhkannya putusan pailit, maka diterima anggapan hukum
bahwa seluruh kreditor menjadi pihak dalam putusan pailit tersebut. Oleh karena itu, semua kreditor berhak melakukan upaya hukum terhadap penjatuhan pailit, sehingga
dapat mengajukan kasasi dan atau peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.Ini adalah beberapa faktor yang melatar belakangi mengapa PT. Bank Tabungan Negara
Persero Tbk juga ikut mengajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung atas Putusan Pernyataan Pailit yang dikeluarkan oleh Pengadilan Niaga terhadap
Developer.
1. Perjanjian Kredit Antara Developer Dengan Bank