Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

17 b. Bagaimana tanggung jawab pengembang apabila konsumen dirugikan dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli PPJB tersebut ? c. Bagaimana sikap konsumen terhadap isi Perjanjian Pengikatan Jual Beli PPJB yang ditawarkan oleh pihak pengembang ? Jika diperhadapkan, permasalahan yang diteliti sebelumnya sebagaimana disebutkan diatas dengan penelitian yang dilakukan ini sangat berbeda. Maka dari itu, penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan keaslian dan kebenarannya.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori adalah menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi, suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta – fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati. 21 Menurut M. Solly Lubis menyebutkan bahwa landasan teori adalah suatu kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai suatu kasus atau permasalahan problem yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang 21 JJJ. Wuisman, Penyunting M. Hisyam, Penelitian Ilmu Sosial, Jilid 1, Jakarta : Universitas Indonesia Press, 1996, hlm. 203. Universitas Sumatera Utara 18 mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang merupakan masukan dalam membuat kerangka berpikir dalam penulisan. 22 Teori merupakan generalisasi yang dicapai setelah mengedepankan pengujian dan hasilnya menyangkup ruang lingkup dan fakta yang luas. 23 Perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktifitas penelitian dan imajinasi sosial juga sangat ditentukan oleh teori. 24 Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, oleh karena itu kerangka teori diarahkan secara khas ilmu hukum. Maksudnya penelitian ini berusaha untuk memahami dan menganalisis data yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perUndang-Undangan dan putusan pengadilan. Sehubungan dengan itu maka teori yang digunakan dalam meneliti adalah Teori Keadilan dan Teori Kepastian Hukum. Berkaitan dengan Teori Keadilan tersebut, maka Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang harus sejalan dengan tujuan pembangunan hukum, yaitu dapat melindungi kreditor serta para pihak yang merasa dirugikan. Hal tersebut sebagaimana teori etis yang dikemukakan oleh Aristoteles tentang tujuan hukum, yang dikutip dari Van Apeldoorn bahwa hukum semata-mata bertujuan untuk mewujudkan keadilan. 25 Tujuannya adalah memberikan tiap-tiap orang apa yang patut diterimanya. Keadilan tidak boleh dipandang sebagai penyamarataan. ”Keadilan bukan berarti 22 M. Solly Lubis , Filsafat Ilmu Dan Penelitian, Bandung : Mandar Maju, 1994, hlm. 80. 23 Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : Universitas Indonesia Press, 1986, hlm. 126. 24 Ibid., hlm. 6. 25 L. J, Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta : Pradnya Paramitha, 2001, hlm. 53. Universitas Sumatera Utara 19 bahwa tiap-tiap orang memperoleh bagian yang sama”. 26 Hukum yang tidak adil dan tidak dapat diterima akal, yang bertentangan dengan norma alam, tidak dapat disebut sebagai hukum, tetapi hukum yang menyimpang. Keadilan yang demikian ini dinamakan keadilan distributif, yaitu keadilan yang memberikan kepada tiap-tiap orang jatah menurut jasanya. Ia tidak menuntut supaya tiap-tiap orang mendapat bagian yang sama banyaknya, bukan persamaan melainkan sesuaisebanding. Teori Kepastian Hukum juga digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian tesis ini untuk menemukan jawaban atas beberapa pertanyaan yang tidak terjawab dengan pendekatan hukum kepailitan Indonesia. Teori kepastian hukum yang dikemukakan Aristoteles bahwa ‘hukum harus membuat Allgemeine Rechtslehre Peraturanketentuan umum,’ Dimana peraturanketentuan umum ini diperlukan masyarakat demi kepastian hukum. “Kepastian hukum sangat diperlukan untuk menjamin ketentraman dan ketertiban dalam mayarakat. ” Karena keadilan tersebut harus memberikan kepastian hukum dan untuk mencapainya harus memiliki itikad baik karena salah satu tujuan hukum bertugas menjamin adanya kepastian hukum dalam pergaulan manusia, karena meniadakan keadilan berarti menyamakan hukum dengan kekuasaan. Kepastian hukum merupakan perlindungan yustisebel terhadap tindakan sewenang-wenang, masyarakat 26 Ibid. Universitas Sumatera Utara 20 mengharapkan adanya kepastian hukum, karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum. ” 27 Sebelum bangunan apartemen selesai dibangun, biasanya pihak Developer mengadakan kegiatan yang disebut pemasaran pendahuluan dengan membuat satu atau beberapa unit percontohan,kemudian pendaftaran pemesanan. Untuk menjamin hak para pihak maka dibuatlah suatu perjanjian yang akan menimbulkan suatu perikatan diantara para pihak yang membuatnya. Perikatan pendahuluan atau perikatan jual beli ini dikenal dengan sebutan Perjanjian Pengikatan Jual Beli “PPJB”. Lebih lanjut, dasar hukum yang berkaitan dengan perjanjian pengikatan jual beli adalah Pasal 1457 KUHPerdata yang menyebutkan “jual beli adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak lain untuk membayar harga yang telah ditetapkan”. Perjanjian jual beli merupakan suatu bentuk perjanjian yang lazim ditemukan dalam praktek Notaris. Dalam KUHPerdata sendiri sebenarnya tidak pernah mengenal bentuk perjanjian ini akan tetapi perjanjian ini timbul dalam praktek para Notaris sebagai salah satu bentuk dari perjanjian tak bernama. Adapun pengertian jual beli yang dimaksud dalam Pasal 1457 KUHPerdata apabila dikaitkan dengan jual beli rumah susun atau dalam hal ini apartemen adalah bahwa jual beli rumah susun atau apartemen merupakan sesuatu perjanjian dengan 27 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta : Liberty, 2003, hlm. 160. Universitas Sumatera Utara 21 mana penjual, yaitu Developer mengikat dirinya untuk menyerahkan hak atas rumah susun atau apartemen yang bersangkutan kepada pembeli dan pembeli mengikatkan dirinya untuk membayar kepada penjual atau Developer sesuai dengan harga yang telah disetujui. 28 Hal ini karena suatu hubungan hukum dalam lalu lintas hukum khususnya hukum perjanjian setidak-tidaknya melibatkan 2 dua pihak yang terikat oleh hubungan tersebut, yaitu kreditor dan debitor. ”Masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban yang lahir dari hubungan hukum itu berupa prestasi dan kontra prestasi yang dapat berbentuk memberi, berbuat, dan tidak berbuat sesuatu”. 29 Apabila seorang debitur dalam hal ini Developer, mengabaikan atau mengalpakan kewajiban dan karena itu ia melakukan cacat prestasi, maka krediturnya dapat menuntut : a. Pemenuhan prestasi; b. Ganti rugi pengganti kedua-duanya ditambahkan dengan kemungkinan penggantian kerugian selanjutnya. Jika menghadapi suatu persetujuan timbal balik, maka sebagai gantinya kreditur dapat menuntut : c. Pembatalan persetujuan plus ganti rugi. 30 Inilah yang terjadi pada kasus kepailitan antara Developer Apartemen dengan konsumennya. Ketika Developer dalam hal ini gagal untuk melakukan penyerahan 28 R. Wiryono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Bandung : Sumur, 1974, hlm. 13. 29 Roberto Mangabeira Unger, Gerakan Studi Hukum Kritis, Jakarta: Lembaga Studi Advokasi Masyarakat, 1999, hlm. 54. 30 F. Tengker, Hukum Suatu pendekatan Elementer, Bandung : Penerbit Nova, 1993, hlm. 80. Universitas Sumatera Utara 22 unit Apartemen yang telah dipesan dan dibayar secara angsuran oleh konsumen atau pembeli, maka Developer dinyatakan telah melakukan wanprestasi. Atas dasar itulah para pembeli apartemen ini membatalkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli antara mereka dengan pihak Developer. Pembeli meminta seluruh uang pembayaran mereka dikembalikan. Akan tetapi pihak Developer tidak menunjukkan itikad baiknya untuk mengembalikan uang pembayaran mereka. Para pembeli atau konsumen apartemen ini pun mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga untuk memohonkan pailit si Developer tersebut. Pengadilan Niaga pada akhirnya memang mengabulkan permohonan para pembeli apartemen yang merasa dirugikan ini. Namun ketika pihak Developer mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, majelis hakim Mahkamah Agung mengabulkan pembelaan dan permohonan kasasi pihak Developer. Artinya Mahkamah Agung dalam amar putusannya menolak gugatan atau permohonan para pembeli untuk mempailitkan Developer yang wanprestasi tersebut. Mahkamah Agung berdasarkan bukti-bukti yang ada berpandangan bahwa hubungan hukum antara para Pembeli dan Developer Apartemen adalah masih berupa hubungan perikatan Jual-Beli belum merupakan perjanjian jual beli. Jadi menurut Mahkamah Agung tidak terbukti telah terjadinya suatu perjanjian utang-piutang antara Pembeli Apartemen dengan pihak Developer. Inilah yang menarik untuk dicermati, dalam Pasal 1 angka 6 Undang- Undang No. 37 Tahun 2004, menyatakan bahwa utang adalah kewajiban yang Universitas Sumatera Utara 23 dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau Undang-Undang dan yang wajib dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor. 31 Para pembeli Apartemen ini menganggap kewajiban Developer untuk mengembalikan uang mereka adalah hutang. Mereka menuntut pengembalian uang pembayaran yang mereka telah bayarkan secara angsuran untuk satuan unit apartemen yang mereka telah pesan dari Developer. Perbedaan penafsiran tentang pengertian utang ini dapat menimbulkan akibat berupa perbedaan keputusan hakim yaitu apakah permohonan pernyataan pailit akan dikabulkan, ditolak ataukah tidak dapat diterima. Selain itu juga perbedaan penafsiran tentang utang berakibat terhadap kewenangan pengadilan untuk mengadili, apakah perkara yang sedang diperiksa itu termasuk dalam kewenangan Pengadilan Negeri ataukah Pengadilan Niaga. Sutan Remy Syahdeini menyebutkan bahwa ketiadaan pengertian atau definisi yang diberikan secara jelas mengenai apa yang dimaksudkan dengan utang dapat mengakibatkan hal-hal sebagai berikut : 1. Menimbulkan ketidak pastian hukum, karena dapat menimbulkan selisih pendapat mengenai hal-hal sebagai berikut : 31 Pasal 1 angka 6 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Universitas Sumatera Utara 24 a. Apakah “setiap kewajiban seseorang atau badan hukum untuk membayar sejumlah uang sekalipun kewajiban tersebut tidak timbul dari perjanjian utang piutangpinjam meminjam uang dapat diklasifikasikan sebagai utang menurut UUKepailitan? Dengan kata lain, apakah hanya kewajiban membayar sejumlah utang yang timbul dari perjanjian utang piutang saja yang dapat diklasifikasikan sebagai utang, ataukah termasuk pula setiap kewajiban itu karena alas hak rechts title apapun juga, baik yang timbul dari perjanjian apapun maupun yang timbul dari Undang-Undang ?. b. Apakah kewajiban untuk melakukan sesuatu sekalipun tidak merupakan kewajiban untuk membayar sejumlah uang, tetapi tidak dipenuhinya kewajiban itu dapat menimbulkan kerugian uang bagi pihak kepada siapa kewajiban itu harus dipenuhi, dapat pula diklasifikasikan sebagai utang menurut UU Kepailitan. c. Apakah setiap kewajiban untuk memberikan sesuatu, atau untuk melakukan sesuatu, atau untuk tidak melakukan sesuatu, yaitu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1234 KUHPerdata, sekalipun tidak telah menimbulkan kerugian dapat pula dikalsifikasikan sebagai utang sebagaimana dimaksud dalam UU Kepailitan ?. 2. Mengingat integritas pengadilan yang belum baik pada saat ini, dapat memberikan peluang bagi praktek-praktek korupsi dan kolusi oleh hakim dan pengacara. Apa yang dikhawatirkan mengenai kemungkinan terjadinya selisih pendapat mengenai pengertian utang yang dimaksud dalam UU Kepailitan itu Universitas Sumatera Utara 25 ternyata memang telah terjadi. Hal itu terdapat dalam berbagai putusan pengadilan. 32

2. Konsepsi

Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Perbuatan Melawan Hukum Dalam Pengalihan Saham Perseroan Melalui Perjanjian Jual Beli Saham (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 2678 K/Pdt/2011)

8 151 149

Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 981K/PDT/2009 Tentang Pembatalan Sertipikat Hak Pakai Pemerintah Kota Medan No. 765

4 80 178

Hak dan Kewajiban Kurator Pasca Putusan Pembatalan Pailit Pada Tingkat Kasasi Oleh Mahkamah Agung (Studi Kasus Kepailitan PT. Telkomsel vs PT. Prima Jaya Informatika)

1 38 128

Analisis Putusan Mahkamah Agung Mengenai Putusan yang Dijatuhkan Diluar Pasal yang Didakwakan dalam Perkaran Tindak Pidana Narkotika Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 238 K/Pid.Sus/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011)

18 146 155

Eksekusi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 609 K/Pdt/2010 Dalam Perkara Perdata Sengketa Tanah Hak Guna Bangunan Dilaksanakan Berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri

3 78 117

Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Calon Independen Di Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

0 68 130

Penetapan Luas Tanah Pertanian (Studi Kasus : Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/Puu-V/2007 Mengenai Pengujian Undang-Undang No: 56 Prp Tahun 1960 Terhadap Undang-Undang Dasar 1945)

4 98 140

Sikap Masyarakat Batak-Karo Terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA-RI) No.179/K/SIP/1961 Dalam Persamaan Kedudukan Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Mengenai Hukum Waris (Studi Pada Masyarakat Batak Karo Desa Lingga Kecamatan Simpang...

1 34 150

PEMBATALAN PUTUSAN PERNYATAAN PAILIT OLEH MAHKAMAH AGUNG (Studi Putusan No. 02/Pailit/2012/PN.Niaga.Smg dan No. 522 K/Pdt.Sus/2012)

0 6 80

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG MENGABULKAN PERMOHONAN KASASI PT TELEKOMUNIKASI SELULER ATAS PUTUSAN PAILIT PENGADILAN NIAGA PADA PENGADILAN NEGERI JAKARTA PUSAT (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 704 K/Pdt.Sus/2012).

0 2 16