BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Sejarah Singkat Bursa Efek Indonesia
Objek penelitian ini adalah laporan keuangan konsolidasi semesteran yang berakhir setiap tanggal tutup buku per 30 Juni dan 31 Desember pada
perusahaan-perusahaan industri manufaktur yang dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia dan telah diaudit oleh auditor independen. Alasan Bursa
Efek Indonesia dipilih sebagai sumber dari objek penelitian ini karena Bursa Efek Indonesia merupakan Bursa tertua yang ada di Indonesia.
Sejarah Bursa Efek Indonesia awalnya pada saat pemerintahan Hindia Belanda mendirikan di Batavia pada tanggal 14 Desember 1912 yang
diselenggarakan oleh Vereniging Voor de Effectenhandel. Pada tanggal 11 Januari 1925 dibuka Bursa Efek di Surabaya, dan disusul dengan
pembukaan Bursa Efek di Semarang pada tanggal 1 Agustus 1925. Kemudian pada tahun 1956 pemerintah mengaktifkan pasar modal sebagai
sarana pembiayaan ekonomi. Pada tanggal 13 Juli 1992 Bursa Efek Indonesia diswastakan
kemudian pada tahun 1995 Bursa Efek Indonesia meluncurkan sistem perdagangan yang disebut JATS Jakarta Automated Trading System
sistem ini memberikan fasilitas pada perdagangan saham secara fair dan transparan sehingga informasi dapat diserap oleh investor dengan cepat,
dan pada tahun 2002 Bursa Efek Indonesia juga mulai menerapkan sistem perdagangan jarak jauh yang disebut Remote Trading System RTS,
sebagai upaya meningkatkan akses pasar, kecepatan, dan frekuensi perdagangan.
Pada tahun 2007 dilakukan penggabungan Bursa Efek Jakarta BEJ dan Bursa Efek Surabaya BES yang kemudian berubah nama menjadi
Bursa Efek Indonesia BEI. Bursa Efek Indonesia dipimpin oleh Direktur Utama Erry Firmansyah, mantan direktur utama BEJ. Mantan Direktur
Utama BES Guntur Pasaribu menjabat sebagai Direktur Perdagangan Fixed Income dan Derivatif, Keanggotaan dan Partisipan.
Menurut Jogianto 2003 era pasar modal di Indonesia dibagi menjadi enam periode:
a. Periode Pertama 1912-1942: Periode Zaman Belanda Pada tanggal 14 Desember 1912, suatu asosiasi 13 broker dibentuk
di Jakarta. Asosiasi ini diberi nama Belandanya sebagai “Vereniging voor Effectenhandel” yang merupakan cikal bakal pasar modal
pertama di Indonesia. Setelah perang dunia I, pasar modal di Surabaya mendapat giliran dibuka pada tanggal 1 Januari 1925 dan disusul di
Semarang pada tanggal 1 Agustus 1925. karena masih dalam zaman penjajahan Belanda dan pasar-pasar modal ini juga didirikan oleh
Belanda, mayoritas saham-saham yang diperdagangkan di sana juga merupakan saham-saham perusahaan Belanda dan afiliasinya yang
tergabung dalam Dutch East Indies Trading Agencies.
b. Periode Kedua 1952-1960: Periode Orde Lama Setelah Jepang meninggalkan Indonesia, pada tanggal 1
September 1951 dikeluarkan Undang-Undang Darurat no. 12 yang kemudian dijadikan Undang-Undang No. 15 tahun 1952 tentang Pasar
Modal.Melalui keputusan Menteri Keuangan No. 289737UU tanggal 1 Nopember 1951, Bursa Efek Jakarta BEJ akhirnya dibuka kembali
pada tanggal 3 Juni 1952. Tujuan dibuka kembali bursa efek ini untuk menampung obligasi
pemerintah yang sudah dikeluarkan pada tahun-tahun sebelumnya. Tujuan lainnya adalah untuk mencegah saham-saham perusahaan
Belanda yang dulunya diperdagangkan di pasar modal di Jakarta pergi ke luar negeri. Kepengurusan bursa efek ini kemudian diserahkan
kepada Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek-efek PPUE yang terdiri dari 3 bank dengan Bank Indonesia sebagai anggota
kehormatan. c. Periode Ketiga 1977-1988: Periode Orde Baru
Bursa Efek Jakarta dikatakan lahir kembali pada tahun 1977 dalam periode orde baru sebagai hasil Keputusan Presiden No. 52 tahun
1976. Keputusan ini menetapkan pendirian Pasar Modal, pembentukan Badan Pengawas Pasar Modal BAPEPAM dan PT. Danareksa.
Presiden Soeharto meresmikan kembali Bursa Efek Jakarta BEJ pada tanggal 10 Agustus 1977. PT. Semen Cibinong merupakan perusahaan
pertama yang tercatat di BEJ.
d. Periode Keempat 1988-1995: Periode Bangun dari Tidur yang Panjang
Setelah tahun 1988, selama tiga tahun yaitu sampai tahun 1990, jumlah perusahaan yang terdaftar di BEJ meningkat sampai dengan
127 perusahaan. Kemudian pada tahun 1996 jumlah perusahaan yang terdaftar meningkat menjadi 238 perusahaan. Pada periode ini, Initial
Public Offering IPO menjadi peristiwa nasional. e. Periode Kelima mulai 1995: Periode Otomatisasi
Peningkatan kegiatan transaksi yang dirasakan sudah melebihi kapasitas manual, maka BEJ memutuskan untuk mengotomatisasikan
kegiatan transaksi di bursa. System otomatisasi yang diterapkan di Bursa Efek Jakarta BEJ di beri nama Jakarta Automated Trading
System JATS dan mulai beroperasi pada hari senin tanggal 22 Mei 1995.
Selain itu, untuk mengantisipasi jumlah anggota bursa dan transaksi yang meningkat, maka pada tanggal 19 September 1996 BES
menerapkan system otomatisasi yang disebut Surabaya Market Information and Automated Trading System S-MART.
f. Periode Keenam mulai Agustus 1997: Kritis Moneter Pada bulan Agustus 1997, krisis moneter melanda Negara-negara
di Asia, termasuk Indonesia. Krisis moneter yang terjadi ini dimulai dari penurunan nilai-nilai mata uang Negara-negara Asia tersebut
relatif terhadap Dolar Amerika. Untuk mencegah permintaan dolar
Amerika yang berlebihan dan mengakibatkan nilainya meningkat, serta pengaruh turunnya nilai Rupiah, Bank Indonesia menaikkan suku
bunga Sertifikat Bank Indonesia SBI. Tingginya suku bunga deposito berakibat negatif terhadap pasar modal. Investor tidak tertarik lagi
untuk menanamkan dananya di pasar modal, karena total return yang diterima lebih kecil dibandingkan dengan pendapatan dari bunga
deposito. Akibatnya, Indeks Harga Saham Gabungan IHSG turun, begitupun halnya dengan harga saham-saham di pasar modal.
Untuk mengurangi kelesuan permintaan sekuritas di pasar modal Indonesia,
pemerintah berusaha
meningkatkan aktivitas
perdagangannya melalui transaksi investor asing. Pada tanggal 3 September 1997 pemerintah tidak lagi memberlakukan pembatasan
49 pemilikan asing. Ini berarti investor asing boleh memiliki saham- saham yang jumlahnya tidak terbatas. Selain itu, untuk memperbaiki
perekonomian yang bergejolak, pemerintah pada tanggal 1 Nopember 1997 mengumumkan likuidasi 16 bank swasta nasional. Pengumuman
yang mengejutkan ini tidak banyak membantu memperbaiki lesunya pasar saham. Bahkan IHSG untuk bulan Nopember merosot tajam.
BEJ proaktif memantau pergerakan harga saham dan melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan terhadap transaksi-transaksi saham
yang mengalami fluktuasi harga yang signifikan tanpa didukung informasi yang jelas. Perbaikan dalam hal tingkat respon BEJ
mencerminkan komitmen BEJ dalam menjalankan mekanisme
kepengawasan maupun pengendalian, untuk senantiasa menjaga integritas dan kredibilitas Bursa.
2. Lembaga-lembaga yang terkait di Bursa Efek Indonesia