Implementasi disiplin di Sekolah
rencana penegakan disiplin sekolah yang proaktif, c. Peran utama kepala sekolah dan dukungan administratif, dan d. Membentuk tim kepemimpinan bentukan.
Selanjutnya, dalam buku karangan Geoff Colvin yang berjudul “ 7 Langkah dalam Menyusun Rencana Disiplin Kelas Proaktif”, menjelaskan bahwa ada
komponen-komponen yang menjadi landasan berlangsungnya disiplin di sekolah, diantaranya:
53
1. Pernyataan tujuan. Langkah ini penting karna ada dua alasan. Yang pertama, langkah ini memulai proses para guru bekerja bersama, yang
menghasilkan suatu produk yang jelas. Yang kedua, pernyataan tujuan merancang panggung dan tempo untuk keseluruhan rencana. 2. Perilaku
yang diharapkan dari keseluruhan sekolah. 3. Mengajarkan perilaku yang diharapkan. Inti pendekatan proaktif untuk membentuk disiplin dalam buku
ini adalah keadaan dimana prilaku yang diterapkan di sekolah merupakan serangkaian keterampilan yang harus dibelajarkan kepada peserta didik 4.
Mempertahankan prilaku yang diharapkan. 5 Perbaikan perilaku bermasalah. Sekolah harus memiliki rancangan yang kuat dalam
menerapkan disiplin ini, termasuk memiliki model yang proaktif untuk memperbaiki perilaku yang bermasalah dengan efektif 6. Menggunakan
data, komponen data tersebut diantaranya: a. mendefinisikan peran tim kepemimpinan, b. mengerti tujuan-tujuan sistem manajemen data yang
efektif, c. Memiliki petunjuk-petunjuk dalam mengembangkan sebuah sistem menejemen data. 7 Mempertahankan rencana untuk jangka
panjang.
Pengenalan Punishment di sekolah
Durrant Joan dari University of Manitoba dan Ron Ensom dari Rumah Sakit Anak di Timur Ontario, dalam Jurnal Asosiasi Medis Kanada, mengungkapkan,
“mendisiplinkan anak lewat hukuman fisik merupakan sesuatu yang kontraproduktif. Kekerasan pada masa pertumbuhan akan membuat anak berisiko
lebih tinggi mengalami gangguan mental, seperti depresi. Selain itu penelitian yang melibatkan 500 keluarga ini juga mengungkapkan bahwa anak yang jarang
53
dalam project PREPARE Sugai, Kame’enui, dan Colvin, 1990 dengan penenlitian dan
dari prosedur-prosedur praktik terbaik yang digunakan di beberapa sekolah distrik di Amerika
,
dalam melaksanakan
rencana disiplin sekolah
dihukum secara fisik jauh lebih penurut kepada orang tua mereka”.
54
Hal ini jelas menjadi hal yang sangat penting ketika sebuah lembaga menerapkan punishment
di sela-sela pendidikan kedisiplinan, karena seperti yang kita tahu kedisplinan erat sekali dengan aturan yang mengikat kepada setiap orang, bahkan disiplin sering
disebut-sebut sebagai ketaatan terhadap peraturan yang diberikan dari seorang penguasa atau pimpinannya. Lembaga yang baik seyogyanya menerapkan
kedisplinan dengan cara yang menyenangkan dan diterima oleh anggotanya, sehingga yang tercipta adalah kerjasama dan sikap menghormati terhadap aturan
tersebut aturan tersebut adalah kedisiplinan itu sendiri. Sebelum lebih jauh mengenal punishment di sekolah, terlebih dahulu akan
diterangkan tentang beberapa pengertian punishment, diantaranya: “Punishment
sama dengan hukuman menurut bahasa, kata hukuman berasal dari bahasa Inggris, yaitu dari kata punishment yang berarti hukuman law atau siksaan
”.
55
Sedangkan menurut istilah, hukuman memiliki banyak makna. Roestiyah memaknai hukuman sebagai
“suatu perbuatan yang tidak menyenangkan dari orang yang lebih tinggi kedudukannya terhadap pelanggaran dan kejahatan yang
dilakukan, dengan maksud memperbaiki kesalahan anak ”.
56
Definisi ini memiliki kesamaan dengan yang diungkapkan oleh Amier Daien, hukuman dimaknai
sebagai “tindakan yang dijatuhkan kepada anak secara sadar dan disengaja
sehingga menimbulkan nestapa. Dan dengan adanya nestapa itu anak akan menjadi sadar akan perbuatannya serta berjanji untuk tidak mengulanginya
”.
57
Sedikit berbeda dengan dua definisi tersebut. Hukuman punishment sering dimaknai sebagai
“usaha edukatif yang digunakan untuk memperbaiki dan mengarahkan anak ke arah yang benar, bukan praktik hukuman dan siksaan yang
54
. Durrant Joan dari University of Manitoba dan Ron Ensom dari Rumah Sakit Anak di
Timur Ontario, mendisiplinkan anak lewat hukuman: Jurnal Asosiasi Medis Kanada, kosmo. Vivanews.com
55
. John M. Echole da Hasan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia Jakarta:Gramedia Pustaka utama,1996, h:456
56
. Y. Roestiyah, Didaktik Metodik Jakarta: Rineka Cipta, 1978, h:63
57
. Amir Daien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional, 1937, h:159
memasung kreativitas ”.
58
Hukuman juga sering diartikan sebagai “penderitaan
yang diberikan atau ditimbulkan dengan sengaja oleh seseorang orang tua, guru, dan sebagainya. Setelah terjadi suatu pelanggaran, kejahatan atau kesalahan
” .
59
Selanjutnya, definisi hukuman dalam pendidikan memiliki pengertian yang sangat luas, mulai hukuman yang ringan sampai hukuman yang berat, mulai dari
lirikan yang menyengat sampai pukulan yang menyakitkan. Namun, meskipun hukuman banyak macamnya, pengertian pokok dalam hukuman tetap satu, yaitu
adanya unsur yang menyakitkan, baik jiwa maupun raga. Dari bebagai pengertian tentang hukuman, terlihat sekali bahwa hukuman mengarah pada nilai yang
negatif, karena adanya perlakuan yang tidak menyenangkan, mempunyai tujuan yang sama yaitu membuat si pelaku jera atau tidak akan mengulangi kesalahan
yang sama. Hanya Malik fajar yang berani secara tegas mengatakan bahwa hukuman bukanlah praktik penyiksaan yang memasung kreativitas anak.
Pemaknaan punishment atau hukuman yang mengarah kenegatif, sungguh menjadi momok yang menyeramkan di dunia pendidikan, baik di lingkungan
sekolah, rumah, ataupun di masyarakat. Hukuman seharusnya memberikan efek jera yang positif untuk anak, anak jera karena mereaka memahami dengan baik
hal negatif apa yang mereka dapatkan jika mereka tetap melakukan kesalahan yang sama. Sejatinya hukuman diberikan, karena si pemberi hukuman merasa
takut jika si penerima hukuman akan mendapatkan nestapa yang lebih buruk, ini membuktikan bahwa adanya kasih sayang dari si pemberi hukuman. Dengan kata
lain “hukuman dalam dunia pendidikan bukanlah suatu bentuk siksaan, melainkan suatu usaha untuk mengembalikan anak ke arah yang lebih baik serta memotivasi
mereka agar menjadi pribadi yang imajinatif, kreatif, dan produktif”.
60
Hukuman bisa berjalan dengan baik apabila hukuman yang diberikan justru menorehkan kesan penyesalan yang mendalam. Hukuman menjadi hal yang
58
. Malik Fadjar, Holistika Pemikiran Pendidikan Jakarta: Raja Grafindo, 2005, h:202
59
. M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006, h: 186
60
. Yanuar A, Jenis-jenis Hukuman Edukatif Untuk Anak SD, Jogjakarta: DIVA Press, 2012 h: 18