Pertanyaan Penelitian Tinjauan Pustaka

12 tahun 1995 secara resmi PII mendaftarkan diri ke Departemen Dalam Negeri dengan alasan pragmatis. Kedua, penelitian yang berjudul Student and Politics; the Response of the Pelajar Islam Indonesia PII to Politics in Indonesia. Tesis yang ditulis oleh Muhammad Wildan di Leiden University Tahun 1999. Dalam penelitian ini, Wildan membuat studi perbandingan dengan analisa gerakan sosial mengenai kekuatan politik di masyarakat yang direpresentasikan antara PII dengan organisasi-organisasi Islam lain dalam merespon asas tunggal. Diantara organisasi-organisasi Islam itu adalah NU, Muhammadiyah, Persis, dan HMI. Hasil penelitian ini menunjukan sikap PII yang secara konsisten mempertahankan idealismenya untuk menolak Pancasila sebagai asas dari organisasinya, dibandingkan dengan organisasi Islam lainnya yang berikap akomodatif. Sikap PII itu berdasarkan pada sistem kaderisasinya dalam berbagai training yang mengajarkan bahwa kekuasaan hanya berada di tangan Allah SWT. Ketiga, buku yang berjudul Gerakan Pemuda Berjuang KAPPI Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia yang ditulis oleh Drs. Erwin M. Hasan, M. Psc. Dalam buku ini menceritakan secara kronologis tentang kontribusi gerakan pelajar yang berjuang dalam sebuah wadah Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia KAPPI pada kurun waktu 1965 sampai dengan 1967. Pada saat itu KAPPI yang mayoritas anggotanya adalah aktifis PII ikut terlibat dalam berbagai aksi maupun gerakan fisik melawan Partai Komunis Indonesia PKI terutama cengkraman dan ancaman kudeta dalam G-30-S PKI. Bahkan dalam buku ini menceritakan bahwa KAPPI sebagai gerakan pelajar ikut terlibat dalam perubahan kehidupan bangsa dan negara dan menghantarkan lahirnya Orde Baru yang dipimpin oleh Soeharto. 13 Keempat, buku yang bejudul Tafsir Asasi PII ; Darma Bakti Pelajar Islam Indonesia yang ditulis oleh H. Anton Timur Djaelani dan disahkan oleh Kongres PII ke- 5 di Kediri yang berlangsung pada tanggal 22-26 Februari 1956. Dalam buku ini menceritakan gerak sejarah PII dari masa ke masa dan upaya yang ditempuh dalam melaksanakan cita-citanya. Buku ini juga menjadi inspirasi dan rujukan bagi aktivis PII dalam melihat peran dan kedudukan PII sebagai organisasi pendidikan dan dakwah serta posisi stretgis PII dalam dinamika sosial politik yang menyertainya. Secara umum ke empat litarur diatas masih menekankan terhadap aspek historis- politis sebagai bentuk relasi PII dengan Orde Lama dan Orde Baru. Djayadi Hanan lebih fokus menceritakan situasi politik yang dialami oleh PII pada saat mengalami fase radikalisme ideologis karena terpaan politik Orde Baru, terutama ketika diberlakukannya asas tunggal. Muhammad Wildan fokus studinya mengenai perbandingan sikap PII dengan organisasi-organisasi Islam di Indonesia dalam merespon asas tunggal Pancasila. Erwin M. Hasan fokus pada kontribusi gerakan pelajar dalam wadah Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia KAPPI pada saat tragedi G-30-S PKI. Sementara itu, Anton Timur Djaelani menceritakan tentang gerak sejarah PII dari masa ke masa dan upaya yang ditempuh dalam melaksanakan cita-cita perjuangannya. Melihat kepustakaan yang telah disebutkan diatas, fokus studi mengenai pemberdayaan politik di wilayah PII Jakarta menerut peneliti belum ada. Dengan demikian, penulis berkeinginan membaca PII dari perspektif yang lain sebagai sebuah sumbangan literatur mengenai gerakan pelajar islam yang secara spesifik masih belum banyak yang membahas. 14

E. Kerangka Teoritis 1. Pengertian Pemberdayaan

Pemberdayaan dalam bahasa I nggris disebut ”empowerment”. Kata ”power” dalam empowerment disebut daya sehingga empowerment diartikan sebagai pemberdayaan. Kata ”daya” merupakan kekuatan yang berasal dari dalam, tetapi dapat diperkuat dengan unsur-unsur penguatan yang diserap dari luar. Kartasasmita , 1996 http:www.ginandjar.compublic12PowerdanEmpowerment.pdf . Sementara itu kata “empower” menurut Webster dalam Oxford English Dictionary mengandung dua arti. Pengertian pertama adalah to give power or authority, dan pengertian kedua berarti to give ability to or enable. Dalam pengertian pertama, diartikan sebagai member kekuasaan, mengalihkan kekuatan, atau mendelegasikan otoritas kepada pihak lain. Dalam pengertian kedua, diartikan sebagai upaya untuk member kemampuan atau keberdayaan Sedarmayanti, 2000: 79 . Menurut Edy Suharto, pemberdayaan merupakan sebuah proses dan tujuan, yang mana memiliki fokus atas kegiatan dalam memperkuat kekuasaan atau keberdayaan yang ada dalam diri seseorang. Pemberdayaan juga merujuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dalam menyelesaikan berbagai persoalan hidup yang dihadapinya Suharto, 2005: 59-60. A.M.W Pranaka dan Vidhyadika Moelyarto menempatkan konsep pemberdayaan sebagai bagian dari ”upaya membangun eksistensi pribadi, keluarga, masyarakat bangsa, pemerintah, negara, dan tata dunia dalam kerangka proses 15 aktualisasi kemanusiaan yang adil dan beradab Bachtiar dalam Nuril, 2008: 28. Dengan kata lain posisi pemberdayaan sebagai upaya menciptakan suasana memanusiakan manusia yang adil dan beradab sehingga masyarakat memiliki harkat dan martabat yang mengangkat eksistensi dirinya dalam kehidupan organisasi dan masyarakat. Selanjutnya, pemberdayaan menurut Ginanjar Kartasasmita adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain memberdayakan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat Kartasasmita, 1996: h.144. Pemberdayaan juga diartikan pemberdayaan sebagai pemahaman secara psikologis pengaruh kontrol individu terhadap keadaan sosial dan hak-haknya, lebih memperhatikan hidupnya untuk memperoleh rasa percaya diri dan kemampuan dalam berpartisipasi. Dalam hal pemberdayaan politik, Paul menjelaskan bahwa pemberdayaan berarti pembagian kekuasaan yang adil equitable sharing of power sehingga meningkatkan kesadaran politis dan kekuasaan kelompok yang lemah serta memperbesar pengaruh mereka terhadap ”proses dan hasil-hasil pembangunan” Sedarmayanti, 2000: 78. Jadi pemberdayaan dalam pembahasan ini adalah proses memberikan kekuasaan dan kemampuan kepada pelajar dalam serangkaian berbagai kegiatan dan pelatihan, dengan tujuan dan diorientasikan pada pemahaman dan kesadaran politik pelajar akan hak dan kewajiban sebagai warga Negara. 16

2. Pelaksanaan Pemberdayaan

Pemberdayaan dalam prosesnya mengandung dua kecenderungan, yaitu : pertama, proses yang menekankan kepada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan, atau kemampuan individu menjadi lebih berdaya. Dalam proses ini lebih produktif dan menundung kemandirian individu dalam organisasi. Kedua. Proses menstimulasi, mendorong, atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog atau musyarawah Pranaka, 1966: 56. Hal yang paling terpenting dalam upaya pemberdayaan pelajar adalah dengan membangun kesadaran terhadap realitas sosial, sehingga tumbuh kemampuan atau daya, agar memastikan pelajar tersebut berdaya. Dalam mendukung kesadaran itu perlu adanya ruang aktualisasi yang menciptakan suasana kondusif dalam organisasi yang memungkinkan kesadaran pelajar itu terbangun. Selanjutnya, dengan memperkokoh kesadaran pelajar tersebut dengan berbagai simulasi dan aktifitas yang nyata dan memfasilitasinya berupa ruang untuk mengaktualisasikan gagasan-gagasannya dan aspirasinya. Dengan demikian, pelajar tidak hanya mengetahui dan memahami permasalahan, tetapi ikut terlibat secara aktif didalamnya.

3. Strategi Pemberdayaan

Dalam melaksanakan pemberdayaan diperlukan langkah-langkah atau strategi pemberdayaan untuk memudahkan agar dalam pelaksanaannya lebih tepat sasaran. Strategi pemberdayaan berupaya untuk mendorong adanya perubahan sosial yang memungkinkan masyarakat bisa berdaya baik secara sosial ekonomi, budaya, politik, 17 maupun bidang kehidupan lainnya sehingga pemberdayaan dapat memacu pembangunan di Indonesia Sumodiningrat, 1998: 153. Edy Suharto menerangkan setidaknya strategi pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga aras atau matra pemberdayaan empowerment setting, yaitu Mikro, Mezo, dan Makro : 1. Aras Mikro. Pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individu melalui bimbingan, konseling, stress management, crisis intervention. Tujuan utamanya adalah membimbing atau melatih klien dalam menjalankan tugas-tugas kehidupannya. Model ini sering disebut sebagai pendekatan yang berpusat pada Tugas Task Centered Approach. 2. Aras Mezzo. Pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok Klien. Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media intervensi. Penddikan dan pelatihan, dinamika kelompok, biasanya digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran, pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap klien agar memiliki kemampuan memecahkan permasalahan yang dihadapinya. 3. Aras Makro. Pendekatan ini disebut juga sebagai Strategi Sistem Besar large-system strategy, karena sasaran perubahan diarahkan pada system lingkungan yang lebih luas. Perumasan kebijakan, perencanaan social, kampanye, aksi sosial, lobbying, pengorganisasian masyarakat, manajemen konflik, adalah beberapa strategi dalam pendekatan ini. Strategi system Besar memandang klien sebagai orangan yang memiliki kompetensi untuk