Aras Mezo Pandangan PW PII Jakarta Terhadap Peran Politik Pelajar

66 seseorang tidak memiliki konsep dan citra diri yang berdampak pada kesulitan untuk mengambil keputusan dan menentukan sikap. Kesulitan bertindak dalam rangka aktualisasi diri. Kondisi seperti ini menjadikan seseorang tidak bisa mengembangkan potensi dirinya secara optimal untuk menunjang tugas-tugas kehidupan, dan tidak mampu menyikapi dan mengatasi problem-problem diri dan masyarakat. Sehingga kehadirannya cenderung menjadi beban sosial, bukan dinantikan oleh masyarakat sekitarnya. c. Kepemimpinan Orientasi dari materi ini peserta diharapkan menyadari bahwa setiap manusia diciptakan sebagai pemimpin, baik untuk dirinya sendiri, keluarga, maupun lingkungan masyarakat. Hal tersebut untuk menghindari adanya budaya paternalisme yang akan mengungkung potensi kreativitas dan kemandirian seseorang, karena tertutup oleh ketakutan dan ketergantungan kepada orang lain. Hal ini menyebabkan kepribadian seseorang tidak bisa tumbuh dan berkembang sehingga potensi kepemimpinannya tidak teraktualisasi secara optimal. d. Keumatan Sosial Politik Orientasi dari materi ini peserta diharapkan mengetahui kondisi sosial politik yang terjadi dan mau ikut terlibat sebagai agen perubahan sosial dalam masyarakat. Problem dan tantangan dalam bidang keumatan dan sosial politik meliputi eksklusifisme, 67 sekterianisme, lemahnya struktur politik dan akses terhadap kekuasaan, lemahnya perlindungan HAM, menguatnya hegemoni tata dunia baru, struktur politik yang feodal, perimbangan kekuasanaan demokratisasi dan krisis ideologi Ta’dib Kaderisasi PII, 2010. Selain mengadakan kegiatan training kepemimpinan, PW PII Jakarta pada wilayah mezo ini juga melaksanakan kegiatan diskusi pelajar, untuk memberikan ruang bagi pelajar dalam memahami situasi politik yang sedang berlangsung, sehingga tumbuh kepekaan dan kesadaran pelajar dalam menghadapi permasalahan yang kemungkinan terjadi. Pada periode 1998-2000, PW PII Jakarta menyelenggarakan diskusi internal dengan mengundang puluhan pelajar mengenai pandangan para tokoh terhadap situasi sosial politik pada era reformasi, di Sekretariat PII Jakarta, Jln. Menteng Raya 58, Jakarta Pusat dengan narasumber Prof.Dr. Imam Prasodjo dan lain-lain PW PII Jakarta Kowil ke-24, 1999. Pada periode 2000-2002, PW PII Jakarta menyelenggarakan kajian dengan melibatkan puluhan pelajar mengenai isu pornografi dan porno aksi, tawuran pelajar, dan kebijakan pemerintah mengenai kurikulum budi pekerti, di Sekretariat PII Jakarta Jln. Menteng Raya 58, Jakarta Pusat Wawancara dengan M. Nasir pada 5 Maret 2013. Pada periode 2002-2004, PW PII Jakarta mengadakan kegiatan berupa “Ngompol” atau ngomong politik sebagai ruang pendidikan politik bagi pelajar dalam menghadapi pemilihan presiden tahun 2004. Acara tersebut berangkat 68 dari bacaan pengurus pada saat itu, bahwa pelajar yang dikategorikan sebagai pemilih pemula sangat potensial dan rentan terjadinya politisasi dan mobilisasi massa pelajar untuk kepentingan kampanye partai politik. Kegiatan tersebut dilaksanakan di sekretariat PII Jakarta, Jl. Menteng Raya 58 dan melibatkan puluhan pelajar Jakarta. Untuk menjelaskan seluk beluk partai politik dan mengenalkan calon presiden kepada pelajar, PW PII Jakarta mengundang seluruh tim sukses pasangan calon presiden untuk memberikan pengetahuan politik kepada pelajar, diantaranya Andi Alfian Mallarangeng dan dari partai-partai lain-lain Wawancara dengan Nuril Anwar pada 19 April 2013. Dalam acara tersebut, PW PII Jakarta meminta penjelasan dari narasumber kepada pelajar tentang visi dan misi partai politik yang sudah dijalani, selain itu juga mempertanyakan tentang fokus kebijakan pendidikan serta komitmen dari para tim sukses pasangan calon presiden terhadap hak-hak pelajar serta nasib pendidikan ke depan. Dalam kesempatan lain, kata Nuril Anwar, PII Jakarta juga sempat melaksanakan acara serupa di Istiqlal dengan mengundang para calon presiden langung, tetapi semua calon tidak bersedia untuk datang memberikan penjelasan mengenai visi misinya kepada pelajar. Pada periode 2004-2006, PW PII Jakarta menyelenggarakan training kepemimpinan pelajar selama 3 hari dalam acara “OSIS Camp” di Bumi Perkemahan Mekar Buana, Karawang. Kegiatan tersebut hasil kerjasama dengan Pengurus Daerah PII Kabupaten Karawang yang dilaksanakan secara rutin setiap 69 tahun sejak tahun 2005. Acara tersebut melibatkan seluruh OSIS di Kabupaten Karawang dan berhasil membentuk Badan Koordinasi OSIS se-Kabupaten Karawang Wawancara dengan Syahnan Tanjung pada 10 April 2013. Pada periode 2006-2008, PW PII Jakarta menyelenggarakan diskusi kepemimpinan politik untuk pelajar di Sekretariat PII Jakarta, Jl. Menteng Raya, Jakarta Pusat dengan mengundang alumni PII yang sudah menjadi tokoh politik, seperti AM. Fatwa, Dani Anwar, Kivlan Zein dan lain-lain Wawancara dengan Ahmad Basori pada 19 April 2013. Dalam acara tersebut, tokoh-tokoh politik yang juga alumni PII menceritakan mengenai pengalamannya dalam aktivitas politik serta memberikan pemahaman mengenai kepemimpinan. Pada periode 2008-2010 PW PII Jakarta menyelenggarakan Seminar dan Diskusi Pelajar mengkritisi RUU Badan Hukum Pendidikan di Aula Student Centre UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, kerjasama dengan BEM Sosiologi dan Hima Persis. Hadir sebagai pembicara Prof. Utomo Dananjaya Education Reform, Asfinawati LBH Jakarta dan Nasrullah Ketua Umum PB PII Wawancara dengan Ahmad Fadhil pada 19 April 2013.

3. Aras Makro

Strategi pemberdayaan dalam aras makro ini lebih diorientasikan pada sasaran perubahan system lingkungan yang lebih luas. Perumusan kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, aksi sosial, lobbying, dan lain-lain. Sebagai organisasi yang memiliki basis massa pelajar, PII sering berhadapkan oleh berbagai tantangan eksternal yang disebabkan oleh kebijakan-kebijakan 70 pemerintah yang menurut PII tidak berpihak terhadap pelajar. Dalam merespon berbagai fenomena tersebut, PII Jakarta menggunakan strategi aras makro ini. Menurut data yang penulis peroleh, selama kurun waktu 1998-2010 PII Jakarta bisa dikatakan cukup vokal dalam menjalankan strategi aras makro ini, terutama berkaitan dengan penolakan terhadap beberaoa kebijakan pemerintah, dan ikut menyuakan aspirasi pelajar dalam bentuk aksi sosial dan kampanye pelajar. a. Kampanye Tolak Politisasi Pelajar Pada kurun waktu 1998-2002 PII Jakarta ikut hadir dan terlibat dalam berbagai situasi politik nasional. Pada era ini PII Jakarta turut hadir moment peralihan presiden Soeharto ke presiden B.J Jabibie dan peralihan B.J Habibie ke Megawati. Hal ini menegaskan bahwa gerakan pelajar juga ikut mewarnai perjalanan arah Reformasi, walau diakui oleh kalangan aktivis sendiri bahwa keterlibatan gerakan pelajar tidak sehebat gerakan mahasiswa pada saat itu. Untuk mengantisipasi praktek politisasi pelajar yang ramai menjelang pemilu, PII membentuk lembaga Crisis Centre for Student CCS. Melalui CCS itu, PII berupaya menggalakkan kampanye melalu selebaran famplet, spanduk dan orasi pelejar agar pelajar tidak menjadi komoditas politik semata, tapi justru para politisi semestinya memiliki perhatian serius kepada para pelajar PB PII Dokumen Sejarah PII, 2010. Belakangan nama CCS tidak lagi terdengar dan dipakai dalam gerakan PII pada periode selanjutnya. 71 b. Aksi Sosial Mendukung Reformasi Konstitusi Setelah runtuhnya kerajaan Soeharto dari kursi presiden pada 21 Mei 1998, posisi presiden digantikan oleh B.J Habibie. Posisi Habibie sebagai presiden menimbulkan gejolak politik, gerakan mahasiswa dan pelajar saat itu terbelah, ada yang menolak dan ada juga yang mendukung. Pada saat Habibie mengumumkan kabinetnya 22 Mei 1998, ribuan mahasiswa yang didominasi oleh Forkot dan Front nasional menduduki gedung MPRDPR dengan melakukan tuntutan, Tolak Habibie, percepat Pemilu ulang, pertanggung jawaban Soeharto atas kegagalan Orde Baru dan mengusut kekayaannya Suharsih dan Mahendra, 2007: 111. Ketika ribuan massa dari kalangan mahasiswa yang menolak Habibie dan dilaksanakannya Reformasi total, ratusan pelajar yang dikoordinir oleh PII melakukan aksi mendukung Habibie dan lebih mendorong kepada Reformasi konstitusional. Wawancara dengan Rahmat Banu Widodo 7 April 2013. c. Membentuk Kesatuan Aksi Pelajar Islam Indonesia KA-PII Dalam mengantisipasi perkembangan situasi politik pasca runtuhnya Orde Baru, yang ditandai dengan banyaknya peristiwa kekerasan politik, PII membentuk sayap gerakan Kesatuan Aksi Pelajar Islam Indonesia KA-PII. Seperti diungkapkan oleh Rahmat Banu Widodo : Nama KA-PII berawal dari usulan dari Shod Solehudin hasil obrolan santai pengurus wilayah PII Jakarta dalam merespon peristiwa- peristiwa politik pada saat itu, terutama pada saat menghadapi konflik di Ambon. Pada Rapat Pimpinan Wilayah Rapimwil PII Jakarta dibahas tentang optimalisasi sayap politik PII Jakarta dan kemudian ditetapkan menjadi organ gerakan aksi PII pada Konferensi Wilayah PII 72 ke-24 di Attaqwa, Bekasi Wawancara dengan Rahmat Banu Widodo 7 April 2013. Jaringan aksi KA-PII mengoptimalkan partisipasi massa pelajar melalui simpul-simpul massa PII yang berada di berbagai lokasi atau basis sekolah dan pondok pesantren di Jabotabek. Dengan demikian, pendidikan politik terhadap pelajar telah dilakukan sedari dini melalui penyaluran aspirasi kritis mereka kepada pihak-pihak yang berwenang, terkait dengan berbagai isupersoalan yang tengah terjadi di masyarakat. d. Aksi Simpatik Tolak Kekerasan Menjelang Pemilu 1999 Melalui sayap gerakan KA-PII, aspirasi politik pelajar dapat tersalurkan dengan bebas. Misalnya, KA-PII melakukan aksi menentang kekerasan menjelang penyelenggaraan pemilu 1999 di Bundaran Hotel Indonesia. Aksi yang melibatkan kurang lebih 1000 orang pelajar se-Jakarta itu juga menuntut agar para politisi tidak hanya fokus pada perebutan kekuasaan semata, melainkan juga ikut memperhatikan nasib pendidikan PW PII Jakarta Konwil ke-24, 1999. e. Aksi Moral Penyelesaian Kasus Ambon dan Aceh Pasca Reformasi juga berdampak pada konflik di berbagai daerah, diantaranya konflik di Ambon dan Aceh. Melalui sayap gerakan KA-PII, pada 10 November 1999, sebanyak 3000 pelajar se-Jakarta melakukan aksi di Istana Negara dengan agenda menuntut penyelesaian kasus Ambon. Aksi ini diikuti dengan pengiriman delegasi PII Jakarta bersama PB PII ke Dirjen Protestan Depag RI PW PII Jakarta Konwil ke-24, 1999. Aksi ini