Aras Mikro Pandangan PW PII Jakarta Terhadap Peran Politik Pelajar

62 PII Jakarta dipimpin oleh Nuril Anwar. Pada periode ini situasi politik nasional sedang menggeliat, terutama pada saat menghadapi pemilihan presiden pada tahun 2004. Hal itu yang kemudian mendorong pengurus PII Jakarta untuk memfungsikan kembali pembicaraan politik di kalangan pelajar. Sebagai bagian dari komitmen kepelajaran, PII Jakarta berupaya dengan sepenuh tenaga merespon berbagai situasi politik yang berkaitan dengan pelajar, terutama dalam mengawasi perjalanan Pilpres yang dipenuhi oleh perilaku politik tidak layak dilakukan oleh beberapa partai politik besar. Langkah kongkritnya dengan membuka bimbingan dan konseling dalam bentuk posko pengaduan pelajar di sekretariat PII Jakarta, Jl. Menteng Raya 58 Jakarta Pusat. Posko pengaduan itu sebagai media pengaduan pelajar sekaligus antisipasi adanya dugaan politisasi pelajar pada Pemilihan Presiden tahun 2004. Kita membuat posko pelajar intinya adalah ada semacam pengaduan ketika ada politisasi pelajar. Maksudnya adalah pelajar dilibatkan seperti politik praktis, semacam kampanye terbuka pakai seragam, intimidasi terhadap pelajar, politisasi sekolah, itu yang saya kira tidak layak dilakukan oleh partai politik secara praktis Wawancara dengan Nuril Anwar pada 19 April 2013. Nuril menyayangkan adanya politisasi dikalangan pelajar untuk kepentingan politiknya. Tetapi ia juga tidak menutup kemungkinan adanya partai-partai politik lainnya yang melakukan hal yang sama, akan tetapi diakui Nuril bahwa yang paling dominan pada saat itu memang PKS Wawancara dengan Nuril Anwar pada 19 April 2013. Posko pengaduan pelajar yang dibuat PII Jakarta, tambah Nuril, tidak hanya fokus terhadap masalah-masalah politik pada pemilihan presiden maupun 63 legislatif. Tetapi juga menerima pengaduan kader PII secara individual terhadap masalah-masalah politik kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, seperti pengaduan pelajar korban Ujian Nasional PeKa UN dan lain-lain. Tardisi tersebut dilanjutkan oleh kepengurusan selanjutnya, yakni periode 2004-2006 yang dipimpin oleh Nasrullah dan periode 2006-2008 yang dipimpin oleh Ahmad Basori. Pada periode tersebut PII Jakarta setiap tahunnya selalu membuka keluhan dari pelajar yang menjadi korban UN, baik dalam pelaksanaannya maupun dampak yang dirasakan dari kebijakan tersebut. Hasil hasil dari keluhan yang disampaikan pelajar tersebut kemudian dikaji oleh PII Jakarta untuk ditindak lanjuti ke proses selanjutnya Wawancara dengan Ahmad Basori pada 19 April 2013. Pada periode 2008-2010 yang dipimpin oleh Deden Komaruddin kurang begitu aktif dalam menjalankan pemberdayaan pada wilayah mikro ini. Nuansa konflik di tubuh internal kepengurusan turut mempengaruhi perjalanan organisasi. Kegiatan harkom yang dalam periode sebelumnya menjadi media bimbingan dan konseling pribadi kader PII yang hangat dengan permasalahan sosial politik, pada periode ini bisa dikatakan tidak aktif Wawancara dengan Ahmad fadhil pada 19 April 2013.

2. Aras Mezo

Strategi pemberdayaan dalam aras mezo ini dilakukan terhadap kelompok sebagai media intervensi, baik dalam bentuk kegiatan pendidikan dan pelatihan serta dinamika kelompok. PII Jakarta dalam meningkatkan kesadaran, pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap pelajar agar memiliki kemampuan 64 memecahkan permasalahan yang dihadapinya turut menggunakan strategi pada aras mezo ini, yakni kegiatan kaderisasi kepemimpinan. Kaderisasi dalam organisasi sangat penting, selain untuk menjalankan fungsi regenerasi organisasi, juga sebagai sarana menciptakan kader pemimpin masa depan dalam menduduki berbagai posisi kepemimpinan, baik pemerintahan, partai politik, maupun lembaga-lembaga lainnya. Bagi PII, kaderisasi merupakan ruh dari organisasi sekaligus sarana dalam menyiapkan generasi kepemimpinan selanjutnya. Seperti yang diungkapkan oleh Syahnan Tanjung, Ketua Bidang Kaderisasi PW PII Jakarta 2004-2006 : Kaderisasi merupakan ruh dari organisasi PII. Di PII kan kita menyebutnya kader PII bukan anggota PII, artinya setiap pelajar yang ikut PII dan terlibat dalam proses kaderisasi PII mereka adalah kader, dan mereka kita bina untuk disiapkan menjadi pemimpin Wawancara informal dengan Syahnan Tanjung pada 10 April 2013. Pada wilayah mezo ini, PII Jakarta aktif secara rutin menjalankan pengkaderan dalam setiap periode kepengurusan, yakni kegiatan Leadership Basic Training LBT kepada pelajar. LBT adalah training level dasar, dilaksanakan di sekolah yang ditunjuk oleh PW PII Jakarta, dengan waktu efektif selama selama 6 hari Wawancara dengan Syahnan Tanjung pada 10 April 2013. Dari hasil observasi yang dilakukan penulis dalam melihat proses dan dinamika saat berjalannya LBT PII. Metode pembelajaran yang digunakan fasilitator melalui pendekatan partisipatif. Interaksi sosial antar peserta berjalan dinamis dengan menekankan peserta sebagai subjek dari pembelajaran. Materi 65 yang diberikan pun cukup menarik peran serta pelajar selama mengikuti training, karena pada setiap pemaparan materi, fasilitator selalu menggunakan simulasi dan game sebagai pengantarnya. Terdapat 15 materi yang diberikan kepada peserta LBT, tetapi penulis hanya menggambarkan 4 materi saja yang berkaitan dalam meningkatkan kesadaran, pengetahuan dan keterampilan pelajar, diantaranya : a. Aqidah Orientasi dalam materi ini peserta diharapkan mampu menyadari dan meyakini, bahwa Allah SWT menjadi realitas utama dalam kehidupan. Hal itu sebagai pedoman bagi setiap kader PII dalam mencegah berbagai bentuk penyimpangan aqidah yang berdampak pada semakin jauhnya seseorang dari hakikat dan misi penciptaan manusia sebagai hamba Abdullah dan wakil Allah SWT Khalifatullah. Keadaan demikian mendorong seseorang cenderung menjadikan kepentingan, hawa nafsu, pemikiran sebagai seseuatu yang dituhankan. Dampak lebih jauh dari hal itu adalah masyarakat akan mengalami disorientasi kehidupan sehinggan akan terjadi pola dan langkah hidup yang salah arah, longgar nilai, hedonistik dan terjebak dalam materialisme. b. Personal Introductions kedirian Orientasi dari materi ini peserta diharapkan mampu mengenali diri sendiri dan menyadari identitasnya di tengah realitas sosial. Hal tersebut untuk menghindarkan krisis identitas yang menjadikan 66 seseorang tidak memiliki konsep dan citra diri yang berdampak pada kesulitan untuk mengambil keputusan dan menentukan sikap. Kesulitan bertindak dalam rangka aktualisasi diri. Kondisi seperti ini menjadikan seseorang tidak bisa mengembangkan potensi dirinya secara optimal untuk menunjang tugas-tugas kehidupan, dan tidak mampu menyikapi dan mengatasi problem-problem diri dan masyarakat. Sehingga kehadirannya cenderung menjadi beban sosial, bukan dinantikan oleh masyarakat sekitarnya. c. Kepemimpinan Orientasi dari materi ini peserta diharapkan menyadari bahwa setiap manusia diciptakan sebagai pemimpin, baik untuk dirinya sendiri, keluarga, maupun lingkungan masyarakat. Hal tersebut untuk menghindari adanya budaya paternalisme yang akan mengungkung potensi kreativitas dan kemandirian seseorang, karena tertutup oleh ketakutan dan ketergantungan kepada orang lain. Hal ini menyebabkan kepribadian seseorang tidak bisa tumbuh dan berkembang sehingga potensi kepemimpinannya tidak teraktualisasi secara optimal. d. Keumatan Sosial Politik Orientasi dari materi ini peserta diharapkan mengetahui kondisi sosial politik yang terjadi dan mau ikut terlibat sebagai agen perubahan sosial dalam masyarakat. Problem dan tantangan dalam bidang keumatan dan sosial politik meliputi eksklusifisme,