1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tugas utama
karyawan administratif
suatu universitas
adalah memberikan pelayanan kepada seluruh civitas akademik dosen dan
mahasiswa. Pelayanan karyawan administratif tersebut dimaksudkan untuk mendukung kelancaran proses belajar mengajar. Agar tujuan tersebut dapat
dicapai, maka fokus pelayanan karyawan adalah mengakomodasi kebutuhan para pengguna dan terus melakukan perbaikan pelayanan dari waktu ke waktu.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak karyawan administratif yang belum memperhatikan kualitas pelayanannya. Hal tersebut
tentu saja berdampak pada ketidakpuasan pengguna layanan karyawan. Bentuk-bentuk sikapperlakuan karyawan yang menimbulkan ketidakpuasan
para pengguna tersebut antara lain tampak dalam kekurangramahan, pengendalian
diri, kelambanan
dan kekurangmampuan
memberikan penjelasaninformasi
kepada mahasiswadosen.
AM. Yuni
Parwanti mengungkapakan bahwa rendahnya tingkat kualitas pelayanan karyawan
administrasi akademik di universitas antara yang diharapkan dan yang diterima oleh seluruh civitas akademik, menunjukkan bahwa kualitas
pelayanan administrasi akademik cenderung hanya sekedar menyelesaikan kegiatan administrative dan belum berorientasi pada pelayanan.
Secara umum masih banyak orang beranggapan bahwa kecerdasan intelektual yang tinggi menjadi ukuran utama kemampuan seseorang dalam
melakukan suatu pekerjaan. Artinya, keberhasilankesuksesan seseorang dalam bekerja semata-mata ditentukan oleh kemampuan kognitifnya.
Konsekuensi logisnya adalah bahwa seseorang yang berintelektual tinggi dianggap lebih pantas untuk mendapatkan status jabatan atau peningkatan
karier. Sebaliknya, seseorang yang berintelektual rendah akan mendapatkan status jabatan yang rendahpekerjaan yang kurang menjanjikan. Anggapan
seperti ini
ada dalam
masyarakat selama
puluhan tahun.
Sampai ditemukannya sebuah riset yang menyatakan bahwa keberhasilan seseorang
dalam bekerja cenderung ditentukan oleh tingkat kecerdasan emosional dibandingkan kecerdasan intelektualnya, dengan persentase antara 5-20
bahwa keberhasilan seseorang ditentukan oleh kecerdasan intelektual dan 80- 95 ditentukan oleh kecerdasan emosional http:www.kompas.com.
Kecerdasan emosional merupakan kemampuan seorang karyawan untuk memahami dan mengelola emosinya sendiri dan dalam hubungannya dengan
orang lain. Dengan demikian semakin tinggi tingkat kecerdasan emosional, maka
semakin berhasil
seseorang dalam
menyelesaikan pekerjaan-
pekerjaanya. Secara umum, jika didalam lingkungan kerja terdapat sebuah kultur
yang menghambat fungsi pelayanan para karyawan di Universitas maka keadaan ini diharapkan dapat diubah dengan adanya teladan dari para
pimpinan, kultur yang dimaksud misalnya adalah penilaian prestasi kerja PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yang didasarkan pada senioritas dan kekuasaan diatasnya. Dalam lingkungan kerja juga diharapkan terlaksananya komunikasi kerja, koordinasi dan
evaluasi kerja untuk membangun soliditas dalam bekerja. Hal ini dilakukan untuk membangun budaya kerja yang mendukung terlaksananya fungsi suatu
unit kerja didalam lingkungan kerja. Locus of control
adalah keyakinan individu mengenai faktor-faktor yang mengatur kejadian dalam hidupnya yang meliputi locus of control
internal dan eksternal. Locus of control internal adalah keyakinan individu mengenai faktor pengatur kejadian dalam hidupnya berasal dari dirinya
sendiri atau keberhasilankegagalan yang dialami merupakan akibat dari perilakunya sendiri dan locus of control eksternal adalah keyakinan individu
mengenai faktor pengatur kejadia dalam hidupnya berasal dari luar dirinya yang mempengaruhi perilakunya. Dimana keduanya akan berdampak pada
hubungan kecerdasan emosional karyawan dengan kualitas pelayanan karyawan. Seorang
karyawan yang mempunyai kecenderungan locus of control
internal tidak mudah terpengaruh, aktif, mempunyai rasa percaya diri dan
mempunyai motif
berprestasi yang
tinggi. Kondisi
demikian menyebabkan karyawan bersemangat dan percaya diri untuk bekerja,
sehingga berdampak pada kemudahan dan kecepatan karyawan dalam bekerja. Akan tetapi fakta di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak
karyawan yang mempunyai kecenderungan locus of control eksternal, mereka berkeyakinan bahwa kegagalan dan keberhasilan dipengaruhi oleh faktor di
luar dirinya, sehingga berdampak pada sikap mudah menyerah, kecemasan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tinggi, merasa tidak berdaya, percaya diri yang rendah dan penyesuaian diri yang kurang baik.
Untuk melihat lebih jauh lagi bagaimana pengaruh kultur lingkungan kerja dan locus of control terhadap hubungan antara tingkat kecerdasan
emosional dengan kualitas pelayanan karyawan, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan
mengambil judul
“Pengaruh Kultur
Lingkungan Kerja dan Locus of Control Pada Hubungan antara Kecerdasan
Emosional dengan
Kualitas Pelayanan
Karyawan”.
Penelitian ini merupakan studi kasus pada karyawan administratif Universitas Negeri Yogyakarta dan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
B. Batasan Masalah