E. Hubungan Antar Variabel Penelitian
1. Pengaruh kultur lingkungan kerja pada hubungan antara kecerdasan
emosional dengan kualitas pelayanan karyawan. Derajat hubungan kecerdasan emosional karyawan dengan kualitas
pelayanan karyawan diduga kuat berbeda pada kultur lingkungan kerja yang berbeda. Kultur lingkungan kerja adalah pola nilai, norma, sikap
hidup, ritual dan kebiasaan yang baik dalam lingkungan kerja, cara memandang persoalan dan pemecahannya. Dengan demikian kultur
lingkungan kerja merupakan faktor yang membentuk karyawan menjadi pribadi yang optimis, berani tampil, berperilaku kooperatif, mempunyai
kecakapan personal dan akademik. Pada kultur lingkungan kerja yang bercirikan power distance kecil,
derajat hubungan kecerdasan emosional karyawan dengan kualitas pelayanan karyawan akan lebih tinggi dibandingkan pada power distance
besar. Hal ini disebabkan karena power distance kecil terdapat sistem desentralisasi, adanya ketergantungan antara karyawan yang lemah dan
yang kuat, karyawan tingkat bawah ikut serta dalam mengambil keputusan, dan kepala karyawan yang ideal adalah yang demokratis dan
banyak ide. Kondisi demikian akan menimbulkan rasa saling menghargai dan saling membutuhkan antar karyawan, bawahan akan merasa dihargai
karena diikutkan dalam pengambilan keputusan, dan karyawan dipimpin oleh pemimpin yang ideal dan demokratis, sehingga para karyawan akan
merasa segan kepada pemimpinnya dan melakukan pekerjaannya sesuai PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dengan pembagian kerja. Dan pada power distance besar akan berdampak adanya manajer supervisi yang banyak, struktur organisasi
yang merepotkan banyak orang, sistem penggajian yang sangat berbeda pada
karyawan atasan
dan bawahan,
karyawan relative
tidak berpendidikan dan bekerja secara manual, dan terjadi persaingan antar
karyawan. Pada kultur lingkungan kerja yang bercirikan collectivism derajat
hubungan kecerdasan emosional karyawan dengan kualitas pelayanan karyawan diduga akan lebih tinggi dibandingkan pada individualism. Hal
ini dikarenakan pada kultur lingkungan kerja yang bercirikan collectivism terdapat komunikasi yang lancar, adanya hubungan kekeluargaan antar
karyawan, selalu mempertahankan keharmonisan, dan menghindari konfrontasi langsung. Dengan demikian suasana dalam bekerja menjadi
lebih nyaman dan kondusif, jauh dari perselisihan antar karyawan karena karyawan akan menyadari bahwa karyawan lain adalah rekan kerjanya
bukan pesaing kerjanya, terjadinya rasa saling menghargai dan saling membantu antar karyawan. Dan pada kultur lingkungan kerja yang
bercirikan individualism terdapat adanya komunikasi rendah, hubungan antara karyawan hanya berdasarkan keuntungan pribadi, dan manajemen
yang berlaku adalah invidualistis. Pada kultur lingkungan kerja yang bercirikan femininity derajat
hubungan kecerdasan emosional karyawan dengan kualitas pelayanan karyawan diduga akan lebih tinggi dari pada masculinity. Hal ini
disebabkan pada kultur lingkungan kerja yang bercirikan femininity terdapat hubungan yang hangat, cara menyelesaikan masalah dengan
berunding, dan manajer menggunakan perasaan serta kesepakatan bersama. Dengan demikian akan terdapat kesempatan untuk saling
menolong dan bekerja sama sebab keputusan yang diambil tidak didasarkan pada manajer saja tetapi berdasarkan keputusan bersama. Dan
pada kultur lingkungan kerja yang bercirikan masculinity terdapat pengambilan keputusan hanya berdasarkan pada manajer, cara mengatasi
konflik dengan mengeluarkan karyawan, dan terjadi persaingan antar karyawan.
Pada kultur
lingkungan kerja
yang bercirikan
uncertainty avoidance
lemah, derajat hubungan kecerdasan emosional karyawan dengan kualitas pelayanan karyawan diduga akan lebih tinggi dari pada
uncertainty avoidance yang kuat. Pada kultur lingkungan kerja yang
bercirikan uncertainty avoidance yang lemah terdapat orientasi dalam bekerja, adanya motivasi terhadap hasil dan penghargaan dan ketelitian
merupakan hal yang perlu dipelajari. Dengan demikian semangat kerja karyawan dapat meningkat dan ketika bekerja karyawan merasa tidak ada
waktu untuk menganggur sebab semua waktunya didedikasikan untuk bekerja, dan adanya semangat belajar untuk mencapai hasil yang
sempurna. Dan pada kultur lingkungan kerja bercirikan uncertainty avoidance
yang kuat akan menimbulkan penyerangan yang sering terjadi diantara karyawan, membuang-buang waktu dan terburu-buru dalam
bekerja, dan tidak ada kemauan untuk belajar karena merasa sudah ahli dibidangnya.
2. Pengaruh locus of control pada hubungan antara kecerdasan emosional
dengan kualitas pelayanan karyawan. Derajat hubungan kecerdasan emosional karyawan dengan kualitas
pelayanan karyawan diduga kuat berbeda pada locus of control yang berbeda. Pada locus of control internal, derajat hubungan kecerdasan
emosional karyawan dengan kualitas pelayanan karyawan lebih tinggi dari pada karyawan yang mempunyai keyakinan locus of control
eksternal. Locus of control merupakan keyakinan seseorang tentang faktor-faktor yang mengatur kejadian-kejadian dalam hidupnya, faktor-
faktor tersebut ada yang dapat dikontrol locus of control internal dan yang di luar kontrol dirinya locus of control eksternal, serta sejauh
mana orang tersebut merasakan adanya hubungan antara usaha-usaha yang telah dilakukan dengan akibat-akibat yang terjadi. Seorang
karyawan yang mempunyai kecenderungan locus of control internal mempunyai ciri-ciri tidak mudah terpengaruh, aktif, mempunyai rasa
percaya diri, dan mempunyai motivasi untuk berprestasi yang tinggi sehingga kualitas pelayanan yang diberikan akan baik. Dengan demikian
semangat karyawan dan rasa percaya diri untuk bekerja, sehingga karyawan mendapatkan kemudahan dan kecepatan dalam bekerja. Dan
pada locus of control eksternal, karyawan yakin bahwa kegagalan dan keberhasilan dipengaruhi oleh faktor di luar dirinya, sehingga berdampak
pada sikap mudah menyerah, kecemasan tinggi, merasa tidak berdaya, rasa percaya diri yang rendah, dan penyesuaian diri yang kurang baik.
Dengan demikian karyawan tidak bersemangat dalam bekerja dan kurang percaya diri, sehingga karyawan akan kesulitan dan karyawan lamban
dalam berkerja.
F. Kerangka Berpikir