D. Pandangan Anak Terhadap Pendidikan
Kesiapan anak dalam hal pendidikan, terutama hal untuk belajar siap atau tidak untuk belajar adalah sebagai dasar anak untuk memperoleh
pengetahuan. Rasa ingin tahu anak tentang hal baru akan mempengaruhi sikap anak untuk mendapatkan hal tersebut. Ketika anak dapat menetapkan
tujuan untuk dirinya sendiri, anak akan melakukan apa saja dengan maksimal untuk mencapai tujuan tersebut. Namun bila anak belum siap
belajar, anak akan melakukan hal yang membuang-buang waktu dan menimbulkan perilaku yang buruk. Havighurst dalam Hurlock 1998
menamakan matangnya kesiapan sebagai “saat untuk diajar” Teachable moment
. Sebagaimana dikatakannya, “ketika badan sudah matang, masyarakat memintanya, dan dirinya telah siap untuk menerima tugas
tertantu, maka saat untuk diajar telah tiba. Usaha pengajaran akan terbuang percuma bila dilakukan sebelumnya dan akan membuahkan hasil yang
memuaskan bila dilakukan pada saat yang tepat, ketika tugas memang harus dipelajari”.
Untuk mengetahui seorang anak telah mencapai saat untuk diajar? Havighurst dalam Hurlock 1998 membagi ada tiga kriteria secara umum
untuk melihatnya. Kritertia yang pertama dilihat dalam Minat Belajar. Anak-anak menunjukkan minat belajar mereka dengan keinginan untuk
diajar atau belajar sendiri. Kedua, Minat yang bertahan. Ketika anak telah siap belajar, minat mereka tetap walaupun mereka menghadapi hambatan-
hambatan dan kesulitan. Ketiga Kemajuan, dengan berlatih, anak yang
telah siap belajar akan menunjukkan kemajuan – walaupun sedikit dan
berangsur-angsur.
E. Kegagalan anak dalam pendidikan
Dari pengertian anak, ciri-ciri anak hingga tugas perkembangan anak disitu semua dijelaskan usia anak untuk mendapatkan pendidikan yang
formal di sekolah dasar. Usia anak dari 6 – 12 tahun anak dituntut harus
sudah dapat belajar mandiri dapat membaca dan menulis serta pengoprasian angka dan bilangan dengan benar. Kegagalan anak dalam
mendapatkan semua hal tersebut berasal dari dalam diri anak dan luar anak. Dalam diri anak karena sangat rendahnya keingininan anak untuk
maju dalam pendidikan serta rendahnya kesadaran anak untuk niat datang ke sekolah untuk menuntut ilmu yang sebenarnya sangat berguna untuk
diri sendiri. Dari luar anak berasal dari orang tua dan teman bermain anak,
kesadaran dan keikutsertaan orang tua dalam membimbing dan mengarahkan anak untuk menuntaskan belajar ini begitu kurang. Orang tua
terkadang pasif apa yang menjadi keinginan anak orang tua hanya menurutinya tanpa memikirkan akibatnya untuk anak. Teman bermain
anak ini sangat mempengaruhi keinginan anak untuk tetap sekolah atau ikut teman-temannya lain yang sudah putus sekolah bahkan ada yang sama
sekali tidak pernah sekolah. Keadaan seperti ini menjadi lingkungan bermain anak setiap hari dan akhirnya anak menjadi ikut terbawa pola
hidup teman-teman yang lain karena yang menjadi penyemangat mereka saat bersekolah adalah teman-temannya tersebut dan teman-teman tersebut
sudah terdahulu putus sekolah. Keadaan seperti inilah membuat anak dilema dan akhirnya anak memilih untuk mengikuti jejak teman-temannya.
Kerena disinilah anak bisa merasa nyaman dan diterima ditengah-tengah temannya anak menjadi lebih bersemangat dari pada berada di sekolah
tanpa anak bisa berfikir jauh untuk masa depan dan bekal hidupnya kelak.
F. Pendidikan
1. Konsep Pendidikan
Pendidikan formal merupakan sebuah sistem yang terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar
peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, emosional, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan serta ketramplan yang diperlukan untuk dirinya. Dalam Dictionary Of Education 2007
, pendidikan merupakan: a Proses dimana seseorang mengambangkan kemampuan, sikap dan bentuk-bentuk tingkah
laku lainnya dalam masyarakat dimana dia hidup. b Proses sosial dimana orang dikontrol khususnya yang datang dari sekolah , sehingga
merekadapat memperoleh dan mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individual yang optimum.
Dari pokok pikiran di atas, pendidikan menyangkut: pertama, adanya aktivitas atau kegiatan dimana dalam pokok pikiran nomor satu ditekankan
adanya kekuatan pertama dari pihak individu yang memiliki potensi untuk