KepMenKes RI Nomor: 1204MENKESSKX2004

padat di lingkungan rumah sakit: pengumpulan limbah dari setiap ruangan penghasil limbah menggunakan troli khusus limbah medis yang tertutup dan penyimpanan limbah harus sesuai iklim tropishangat. Tata laksana: bagi rumah sakit yang mempunyai insinerator di lingkungannya harus membakar limbahnya selambat-lambatnya 24 jam, bagi rumah sakit yang tidak mempunyai insinerator, limbah medis padatnya harus dimusnahkan melalui kerjasama dengan rumah sakit lain atau pihak lain yang mempunyai insinerator, kantong limbah medis padat sebelum dimasukkan ke kendaraan pengangkut harus diletakkan dalam kontainer yang kuat dan tertutup dan harus aman dari jangkauan manusia maupun binatang, petugas yang menangani limbah, harus menggunakan APD yang lengkap dan memenuhi syarat. 4. Persyaratan pengolahan, pemusnahan, dan pembuangan akhir limbah farmasi mengikuti ketentuan untuk limbah medis padat: limbah tidak diperbolehkan dibuang langsung ke tempat pembuangan akhir limbah domestik sebelum aman bagi kesehatan, dan cara serta teknologi pengolahan atau pemusnahan limbah disesuaikan dengan kemampuan rumah sakit. Tata laksana: limbah farmasi dalam jumlah kecil dapat diolah dengan insinerator pirolitik, rotary kiln, sanitary landfill, dibuang ke sarana air limbah atau inersisasi. Dalam jumlah besar harus menggunakan fasilitas pengolahan yang khusus seperti rotary kiln, kapsulisasi dalam drum logam, dan inersisasi, sedangkan limbah padat farmasi dalam jumlah besar harus dikembalikan kepada distributor, tetapi apabila dalam jumlah sedikit dan tidak memungkinkan dikembalikan, agar dimusnahkan melalui insinerator pada suhu diatas 1.000°C DepKes RI, 2004

H. Tenaga Kefarmasian dalam Pengelolaan Limbah Farmasi

Tenaga kefarmasian merupakan salah satu tenaga kesehatan yang terdiri dari apoteker dan teknisi farmasi. Teknisi farmasi ini terdiri dari Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah FarmasiAsisten Apoteker. Tenaga Kefarmasian di rumah sakit melaksanakan pekerjaan kefarmasian di IFRS. Tenaga kefarmasian harus memiliki keahlian dan kewenangan dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian yang didasarkan pada standar kefarmasian dan prosedur yang berlaku dimana ia bekerja DepKes RI, 2009. Dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian di rumah sakit, IFRS harus menerapkan bagan struktur organisasi minimal yang mengakomodasi penyelenggaraan pengelolaan perbekalan, pelayanan farmasi klinik dan manajemen mutu, seperti pada contoh berikut : DepKes RI, 2004. Gambar 1. Contoh struktur organisasi IFRS minimal dengan model konvensional Selan itu dalam meningkatkan mutu pelayanannya suatu organisasi IFRS harus memiliki dokumen uraian tugas untuk pendelegasian tugas dan wewenang bagi staf maupun pimpinan. Standar kualifikasi SDM juga perlu diperhatikan. Staf dan pimpinan IFRS dipimpin oleh Apoteker. Pelayanan farmasi diselenggarakan dan dikelola oleh Apoteker yang mempunyai pengalaman minimal dua tahun di bagian farmasi rumah sakit. Apoteker telah terdaftar di Depkes dan mempunyai surat ijin kerja. Pada pelaksanaannya Apoteker dibantu oleh Tenaga Ahli Madya Farmasi D III dan Tenaga Menengah FarmasiAsisten Apoteker DepKes RI, 2004. Kualifikasi SDM di dalam suatu IFRS dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel III . Standar kualifikasi SDM dalam IFRS menurut DepKes RI, 2004 Berdasarkan fungsi dan peran lintas sektoralnya, selain tergabung dalam panitia farmasi dan terapi rumah sakit bersama staf medis dokter dan perawat, IFRS juga tergabung dalam tim PPI pencegahan dan pengendali infeks rumah sakit bersama dengan staf medis dan tenaga kesehatan masyarakat sanitarian dan dalam hal ini peran IFRS adalah sebagai pengelola stok perbekalan farmasi untuk meminimalisir limbah farmasi, dan juga berperan dalam administrasi penghapusan. Administrasi penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap perbekalan farmasi yang tidak terpakai karena kadaluwarsa, rusak, mutu tidak memenuhi standar dengan cara membuat usulan penghapusan perbekalan farmasi kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur yang berlaku. Selain itu dibuat pula suatu pelaporan yang merupakan kumpulan catatan dan pendataan kegiatan administrasi perbekalan farmasi, tenaga dan perlengkapan kesehatan yang disajikan kepada pihak yang berkepentingan DepKes RI, 2004. Dari sembilan kompetensi apoteker di Indonesia yang tercantum dalam dokumen Standar Kompetensi Apoteker Indonesia, pemusnahan obat-obatan kadaluwarsatidak terpakai merupakan unit kompetensi nomor 7.4 yaitu “mampu melakukan pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan sesuai peraturan”. Tabel IV. Standar kompetensi apoteker Indonesia dalam pemusnahan limbah farmasi Elemen Kriteria kinerja Unjuk kerja 7.4.1 Memusnahkan sediaan farmasi dan alkes 1. Mampu menetapkan pemenuhan ketentuan peraturan perundang- undangan dan persyaratan keamanan berkaitan dengan pemusnahan obat • Mampu menjelaskan ketentuan perundang- undangan dan persyaratan keamanan berkaitan dengan pelaksanaan pemusnahan obat 2. Menetapkan pemenuhan kriteria obat yang harus dimusnahkan obat rusak, kadaluwarsa, dan sebagainya • Mampu menjelaskan kriteria obat harus dimusnahkan obat rusak, kadaluwarsa, dan sebagainya • Mampu melaksanakan pemusnahan sediaan farmasi sesuai peraturan perundang-undangan, sifat bahan, dan dampak lingkungan • Mampu membuat dokumentasi pemusnahan sediaan farmasi. IAI, 2011.