Evaluasi pengelolaan limbah farmasi di RSUD Sleman periode tahun 2006 - 2012.

(1)

Kegiatan rumah sakit yang sangat kompleks berdampak positif dan negatif. Salah satu dampak negatifnya berupa limbah farmasi. Pengelolaan limbah farmasi perlu diteliti karena pengelolaan yang tidak tepat dapat mengancam kesehatan dan mencemari lingkungan. Sayangnya, belum semua rumah sakit mengelola limbah farmasi sesuai dengan prosedur.

Penelitian non eksperimental dengan rancangan observasional dan bersifat deskriptf evaluatif ini bertujuan memperoleh profil pengelolaan limbah farmasi di RSUD Sleman Periode tahun 2006 2012. Data yang diambil adalah data jenis limbah dan proses pengelolaan limbah dilengkapi dengan wawancara terhadap Kepala IFRS, Sanitasi, dan sanitarian penanggung jawab limbah.

Hasil penelitian menunjukkan 2012 ada 94.418 item limbah farmasi yang dikelola dari internal (dropping) maupun eksternal. Sediaan padat terbanyak berupa tablet dan kapsul, sediaan semi padat berupa salep dan krim, sedangkan sediaan cair terbanyak berupa larutan (dalam sachet dan ampul). Sumber eksternal terbanyak dari P.R. YAKKUM (86%) pada tahun 2009.

Berdasarkan analisis dan evaluasi data, aspek prosedur dan SDM pengelola limbah farmasi di RSUD Sleman telah sesuai dengan standar pembanding, sedangkan pada aspek proses masih memerlukan beberapa pembenahan. Direkomendasikan supaya petugas IFRS diberikan pelatihan pengelolaan limbah farmasi rumah sakit.


(2)

ABSTRACT

Hospital activities are so complex and have positive and negative impact. One of which is pharmaceutical waste. Pharmaceutical waste management need to be investigated because the improper management can threaten the health and pollute the environtment. Unfortunatelly, not all hospitals managing pharmaceutical waste in accordance with procedures.

Non experimental studies with evaluative descriptive observational design was aimed to obtain the profile of the pharmaceutical waste management in RSUD Sleman on the period of the year 2006 2012. The data retrieved is data type of waste and waste management processes, supported by interviews with leader of IFRS, sanitation, and sanitarian in charge of waste.

The results of the analysis drug extermination data in RSUD Sleman on the period of the year 2006 - 2012 showed that there were 94.418 items pharmaceutical waste were administered in RSUD Sleman, both from internal and external. Most of solid dosage form such as tablets and capsules, semi solid dosage forms such as ointments and creams, and most of liquid dosage form of

solutio (in sachets and ampoules). The Most external source of pharmaceuticals waste were derived from P.R YAKUM (86%) on the year 2009.

Based on data analysis and evaluation, from the aspect of procedures and human resource were managing pharmaceutical waste in RSUD Sleman was adequate in accordance with standart comparators, while from the aspect of process still needs some correction. So it is recommended that the staffs in IFRS given training of pharmaceutical waste management in hospital.


(3)

EVALUASI PENGELOLAAN LIMBAH FARMASI DI RSUD SLEMAN PERIODE TAHUN 2006 –2012

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Fitriana Annisa Stya Ningrum NIM : 06 8114 095

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

i

DI RSUD SLEMAN PERIODE TAHUN 2006 – 2012

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Fitriana Annisa Stya Ningrum NIM : 06 8114 095

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2013


(5)

f

Sen*&btue

ByALUASI PENGELOII\AN

LIMBAfl

FARIIilASI IH RSIM SI,EMAFI

FEMre

TAHT}N

M6

-2012

slslF+

rffi

:

Fui

*,*

x{i4gqe

: I..ffi{

:'ffi'8'Ltrrl.ffi,

dr6ryt$s$:hhh

Pmbim@glttea

61

.'

(A.

fri,&immrq

trrs. M.For, $c)

n

*

!r.,


(6)

Pengesahan Stilip$i Beriudut

EVALUASI PENGELOLAAI\I LIMBAE FARMASI

DI RST]D SLEMAN PERIODE TAHTJN

2W

-2012

Oleh:

Fitriana Annisa Stya Ningrum

Panitia Penguji : .

Tri Priantoro, Drs. M.For. Sc

Ipang Djuna*c, M. $c.,

Apt.-Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt

llr

"fl+

8114 095

Farmasi


(7)

iv

Skripsi ini Penulis persembahkan untuk :

Allah S.W .T atas berkah, rahmat, kasih, dan hidayah-N ya,

Ayah, ibu, keluarga besar penulis, dan para sahabat: Amel, Erma, Cyndi, serta yang terkasih: Hanung Aprianto, S. iK om.

terima kasih untuk segala “kesan dan pembelajaran manis maupun pahit” yang telah kalian berikan selama penyusunan skripsi ini.

Terima kasih juga untuk semua pihak yang berperan serta dalam mendukung keberhasilan Penulis.

Sesuatu yang kita anggap sulit/ rumit, jika kita M AU berusaha dan Y AK I N maka kita akan B I SA melakukannya,

U bahlah kata-kata “B isa...Tapi Sulit” menjadi “Sulit.. tapi B isa” ...I nsyaallah... 


(8)

v

Puji dan syukur Penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan berkah, rahmat, kasih, dan hidayah-Nya sehingga Penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan perkuliahan dan memperoleh gelar sarjana farmasi (S. Farm.) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulisan skripsi ini dapat terwujud berkat kerja sama dan bantuan dari berbagai pihak yang telah meluangkan tenaga dan waktunya. Oleh karena itu, Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

2. Pembimbing skripsi, Bapak A. Tri Priantoro, Drs. M.For. Sc. atas waktu dan bimbingan yang telah diberikan sehingga dapat membantu Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Kepala BAPPEDA Kabupaten Sleman, Kepala Bidang Pengendalian dan Evaluasi, Kepala Sub Bidang Litbang Ibu Sri Nurhidayah, S.Si., MT, dan Direktur RSUD Sleman Bapak dr. Joko Hastaryo, M.Kes yang telah memberikan kesempatan kepada Penulis untuk melakukan penelitian di RSUD Sleman.

4. Pembimbing lapangan, Ibu Dra. H. E. Lestariningsih, Apt. (Kepala Instalasi Farmasi RSUD Sleman) dan Ibu Yayuk Sri Rohmani, SKM (Kepala Sanitasi RSUD Sleman) atas kesabaran dan kerendahan hatinya, serta segala kebaikan yang telah diberikan selama penelitian di RSUD Sleman.


(9)

vi

5. Pembimbing akademik Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. atas arahan dan bimbingannya.

6. Untuk keluarga tercinta dan tersayang, Bapak Ibu terima kasih atas doa dan dukungan yang tak henti-hentinya baik moril maupun materiil, yang selalu meyakinkan dan membesarkan hati.

7. Untuk para sahabat, Amel, Erma, Cyndi, dan Hanung, terima kasih atas doa, dukungan, saran, hiburan, semangat, dan bantuan, yang tulus diberikan kepada Penulis.

8. Semua teman-teman farmasi almamater 2006 baik FKK maupun FST yang telah lebih dulu menempuh perjalanan karier sebagai farmasis, terima kasih atas pertemanan selama ini. Sukses untuk kita semua.

Semoga seluruh bantuan yang telah diberikan kepada Penulis mendapatkan balasan dan menjadi amal ibadah di mata Allah SWT. Dalam skripsi ini Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan karena keterbatasan yang Penulis miliki. Namun demikian Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan juga dapat dimanfaatkan untuk keperluan akademisi.

Yogyakarta, 23 September 2013 Penulis


(10)

vii

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Fitriana Annisa Styaningrum

Nomor mahasiswa : 06 8114 095

Demi pengembangan ilmu pengetahuan saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

Evaluasi Pengelolaan Limbah Farmasi di RSUD Sleman Periode Tahun 2006 – 2012 (Evaluation of Pharmaceutical Waste Management in RSUD Sleman on the Period of the Year 2006 –2012)

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya Dibuat di Yogyakarta

Pada tangal : 25 September 2013 Yang menyatakan,


(11)

viii

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiatisme dalam naskah ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang- undangan yang berlaku.

Yogyakarta, 23 September 2013 Penulis


(12)

ix

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PRAKATA ... v

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

INTISARI ... xvi

ABSTRACT ... xvii

BAB I . PENGANTAR ... 1-8 A. Latar Belakang ... 1

1. Perumusan masalah ... 5

2. Keaslian penelitian ... 6

3. Manfaat penelitian ... 7-8 a. Manfaat teoritis ... 7

b. Manfaat praktis ... 7

1). Manfaat bagi penulis ... 7

2). Manfaat bagi RSUD Sleman ... 8


(13)

x

B. Tujuan Penelitian ... 8

1. Tujuan umum ... 8

2. Tujuan khusus ... 8

BAB II . PENELAAHAN PUSTAKA ... 9-34 A. Definisi dan Kategori Limbah Rumah Sakit ... 9

B. Pengelolaan Limbah dalam Upaya Sanitasi Rumah Sakit ... 11

C. Prosedur Pengelolaan Limbah Farmasi Rumah Sakit ... 12

D. Proses Pengelolaan Limbah Farmasi Rumah Sakit ... 13-20 1. Pemisahan dan Pengumpulan ... 13

2. Pemilahan ... 14

3. Pelabelan ... 16

4. Pengangkutan ... 16

5. Penyimpanan Sementara/Penampungan ... 17

6. Pemusnahan dan Pembuangan ... 18

E. Obat-obatan Kadaluwarsa dan Tidak Terpakai ... 21-23 1. Definisi Kadaluwarsa Obat dan Tanggal Kadaluwarsa ... 21

2. Tanda-tanda Obat Kadaluwarsa dan Obat Rusak/Tidak Terpakai... 22

F. Cara Pelayanan Kefarmasian yang Baik Tahun 2011... 23

G. KepMenKes RI Nomor: 1204/MENKES/SK/X/2004... 26

H. Tenaga Kefarmasian dalam Pengelolaan Limbah Farmasi... 29

I. Keterangan Empiris... 32

BAB III. METODE PENELITIAN ... 35-42 A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 35


(14)

xi

B. Variabel Penelitian ... 35

C. Definisi Operasional ... 35

D. Tata Cara Penelitian ... 38-42 1. Perizinan ... 38

2. Persiapan Instrumen Penelitian ... 38

3. Ruang Lingkup Penelitian ... 38

4. Lokasi Penelitian ... 39

5. Teknik Pengumpulan Data ... 39

a. Wawancara ... 40

b. Observasi/pengamatan ... 40

c. Dokumentasi ... 40

d. Studi pustaka ... 41

6. Analisis data ... 41

7. Pembahasan kasus ... 41

8. Uji validitas ... 41

E. Keterbatasan Penelitian ... 42

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43-65 A. Profil Limbah Farmasi Berdasarkan Sumber/Produsen ... 43

B. Profil Limbah Farmasi Berdasarkan BSO/Satuan dan Jenis Kemasan .. 47

C. Kesesuaian Pengelolaan Limbah Farmasi dengan Prosedur Rumah Sakit dan Standar Pembanding ... 49-64 1. Kesesuaian dari aspek prosedur dan SDM... 49


(15)

xii

D.Peran IFRS dalam Pengelolaan Limbah Farmasi... 65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 66-68 A. Kesimpulan ... 66

B. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 69

LAMPIRAN ... 72


(16)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Jenis wadah dan label limbah medis padat sesuai kategori

limbah (KepMenKes 1204/MenKes/SK/X/2004)... 14 Tabel II. Metode pemusnahan dan pembuangan limbah farmasi

berdasarkan kategori obat... 20 Tabel III. Standar kualifikasi SDM dalam IFRS menurut Depkes RI,

2004... 30 Tabel IV. Standar kompetensi apoteker indonesia dalam pemusnahan

limbah farmasi... 31 Tabel V. Data limbah farmasi yang dikelola di RSUD Sleman periode

tahun 2006 –2012 berdasarkan sumber/produsen... 45 Tabel VI. Data limbah farmasi yang dikelola di RSUD Sleman periode

tahun 2006 – 2012 berdasarkan BSO/satuan dan jenis kemasan obat... 47 Tabel VII. Evaluasi Pengelolaan Limbah Farmasi dari Aspek SDM di

IFRS... 49 Tabel VIII. Evaluasi Pengelolaan Limbah Farmasi dari Aspek SDM di

ISRS... 52 Tabel IX. Evaluasi kesesuaian prosedur rumah sakit dan praktek

pengelolaan limbah farmasi dengan standar pembanding

CPFB tahun 2011 ... 56 Tabel X. Evaluasi Pengelolaan Limbah Farmasi dari Aspek Proses... 63


(17)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Contoh struktur organisasi IFRS minimal dengan model konvensional... 29 Gambar 2. Prosedur pemusnahan sampah medis menurut SPO RSUD

Sleman... 59 Gambar 3. Troli (kereta dorong) untuk mengangkut sampah medis

(termasuk limbah farmasi)... 60 Gambar 4. TPS untuk limbah medis (termasuk limbah farmasi) yang

terdapat di Instalasi Incinerator RSUD Sleman... 60 Gambar 5. Proses penimbangan sisa abu dan sampah medis (termasuk

limbah farmasi) yang akan dibakar oleh petugas pelaksana sebelum dibakar di incinerator... 61 Gambar 6. Petugas pelaksana memasukkan sejumlah kantong plastik berisi


(18)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Panduan Wawancara / Interview Guide... 72

Lampiran 2. Tabel Hasil Wawancara... 75

Lampiran 3. Tabel Hasil Observasi... 79

Lampiran 4. Tabel Analisis Data Obat-obatan ... 85

Lampiran 5. Struktur Organisasi IFRSUD dan ISRSUD Sleman... 94

Lampiran 6. Mapping Competency Petugas ISRSUD Sleman... 95

Lampiran 7. Tabel Uraian Tugas IFRSUD dan ISRSUD Sleman... 96


(19)

xvi INTISARI

Kegiatan rumah sakit yang sangat kompleks berdampak positif dan negatif. Salah satu dampak negatifnya berupa limbah farmasi. Pengelolaan limbah farmasi perlu diteliti karena pengelolaan yang tidak tepat dapat mengancam kesehatan dan mencemari lingkungan. Sayangnya, belum semua rumah sakit mengelola limbah farmasi sesuai dengan prosedur.

Penelitian non eksperimental dengan rancangan observasional dan bersifat deskriptf evaluatif ini bertujuan memperoleh profil pengelolaan limbah farmasi di RSUD Sleman Periode tahun 2006 – 2012. Data yang diambil adalah data jenis limbah dan proses pengelolaan limbah dilengkapi dengan wawancara terhadap Kepala IFRS, Sanitasi, dan sanitarian penanggung jawab limbah.

Hasil penelitian menunjukkan 2012 ada 94.418 item limbah farmasi yang dikelola dari internal (dropping) maupun eksternal. Sediaan padat terbanyak berupa tablet dan kapsul, sediaan semi padat berupa salep dan krim, sedangkan sediaan cair terbanyak berupa larutan (dalam sachet dan ampul). Sumber eksternal terbanyak dari P.R. YAKKUM (86%) pada tahun 2009.

Berdasarkan analisis dan evaluasi data, aspek prosedur dan SDM pengelola limbah farmasi di RSUD Sleman telah sesuai dengan standar pembanding, sedangkan pada aspek proses masih memerlukan beberapa pembenahan. Direkomendasikan supaya petugas IFRS diberikan pelatihan pengelolaan limbah farmasi rumah sakit.


(20)

xvii

ABSTRACT

Hospital activities are so complex and have positive and negative impact. One of which is pharmaceutical waste. Pharmaceutical waste management need to be investigated because the improper management can threaten the health and pollute the environtment. Unfortunatelly, not all hospitals managing pharmaceutical waste in accordance with procedures.

Non experimental studies with evaluative descriptive observational design was aimed to obtain the profile of the pharmaceutical waste management in RSUD Sleman on the period of the year 2006 – 2012. The data retrieved is data type of waste and waste management processes, supported by interviews with leader of IFRS, sanitation, and sanitarian in charge of waste.

The results of the analysis drug extermination data in RSUD Sleman on the period of the year 2006 - 2012 showed that there were 94.418 items pharmaceutical waste were administered in RSUD Sleman, both from internal and external. Most of solid dosage form such as tablets and capsules, semi solid dosage forms such as ointments and creams, and most of liquid dosage form of

solutio (in sachets and ampoules). The Most external source of pharmaceuticals waste were derived from P.R YAKUM (86%) on the year 2009.

Based on data analysis and evaluation, from the aspect of procedures and human resource were managing pharmaceutical waste in RSUD Sleman was adequate in accordance with standart comparators, while from the aspect of process still needs some correction. So it is recommended that the staffs in IFRS given training of pharmaceutical waste management in hospital.


(21)

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan yang mempunyai misi untuk memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, juga sebagai tempat untuk pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan serta tempat penelitian dan pengembangan kesehatan (Siregar, 2004). Kegiatan-kegiatan rumah sakit yang berupa pelayanan preventif, kuratif, rehabilitatif, dan promotif sangat kompleks. Kegiatan tersebut tidak saja menimbulkan dampak positif tetapi juga menimbulkan dampak negatif. Dampak positif adalah meningkatnya derajat kesehatan masyarakat, sedangkan dampak negatifnya berupa limbah rumah sakit akibat proses kegiatan baik medis maupun non medis.

Menurut Sarwanto (2003) berdasarkan hasil penelitian WHO bersama dengan Departemen Kesehatan RI pada tahun 1997 yang ditunjukkan dalam profil kesehatan Indonesia, produksi limbah padat rumah sakit berupa limbah domestik sebesar 76,8% dan limbah medis padat sebesar 23,2%. Berdasarkan kriteria WHO, pengelolaan limbah medis padat yang baik bila persentase limbah medis tidak lebih dari 15%. Penelitian tersebut dilakukan terhadap rumah sakit-rumah sakit baik yang ada di dalam maupun di luar kota Jakarta. Dari 88 rumah sakit yang ada di luar kota Jakarta yang menjadi obyek penelitian, didapatkan hasil bahwa jumlah rumah sakit yang melakukan pemisahan limbah 80,7%, pewadahan


(22)

limbah 20,5%, pengangkutan limbah 72,7%, dan menggunakan incinerator untuk limbah infeksius 62%. Dari sekitar 107 rumah sakit yang berada di Jakarta, baru 10 rumah sakit yang memiliki incinerator, dan itu pun tidak semuanya insinerator yang benar. Buruknya pengelolaan limbah rumah sakit karena pengelolaan limbah belum menjadi syarat akreditasi rumah sakit, sedangkan peraturan proses pembungkusan limbah padat yang diterbitkan Departemen Kesehatan pada 1992 pun sebagian besar tidak dijalankan dengan baik.

Meskipun persentase limbah medis padat (baik yang didapatkan dari hasil penelitian maupun dari ketentuan WHO) terbilang jauh lebih kecil daripada limbah padat domestik, akan tetapi dengan persentase yang kecil itu limbah medis padat memiliki potensi bahaya yang lebih besar. Bila tidak ditangani dan dibuang secara baik dan benar maka limbah medis padat rumah sakit berpotensi untuk mencemari lingkungan, kemungkinannya menimbulkan kecelakaan kerja serta penularan penyakit/infeksi, dan tindakan-tindakan ilegal. Salah satu limbah rumah sakit yang memerlukan pengelolaan dan strategi pembuangan yang tepat adalah limbah farmasi.

Kasus yang pernah menghebohkan masyarakat Indonesia terkait dengan pengelolaan limbah farmasi yang tidak benar adalah terjadinya tindakan penggantian tahun kadaluwarsa obat pada sediaan yang telah melewati tahun kadaluwarsa di sebuah gudang obat ilegal yang kemudian obat-obatan tersebut diedarkan lagi di apotek-apotek dan rumah sakit di seluruh Aceh, seperti yang dilansir dalam artikel di majalah online Kompasiana (Yus, 2009).


(23)

Menurut Budiarie (2009) di Jawa Timur juga ada kasus penimbunan dan pemulungan limbah farmasi berupa obat-obatan kadaluwarsa dari limbah rumah sakit maupun rumah tangga untuk dipasarkan lagi di masyarakat, seperti yang dilansir dalam artikel di website Monitor Indonesia. Tentunya bagaimanapun bentuk kasus mengenai pengelolaan limbah farmasi yang belum tepat, pada akhirnya sangat merugikan konsumen terutama dari segi kesehatan, karena efek terapi obat sudah berkurang, dan yang paling membahayakan adalah apabila obat-obatan tersebut sudah terkontaminasi oleh zat berbahaya/beracun yang dapat menimbulkan toksisitas bagi yang meminum.

Permasalahan yang kerap dijumpai dalam pengelolaan limbah farmasi adalah dalam hal kesesuaian proses dengan prosedur. Contohnya adalah tidak dilakukan pemisahan dan pemilahan limbah farmasi secara benar berdasarkan kategori-kategori tertentu misalnya bentuk sediaan obat, kemasan obat, maupun berdasarkan golongan obatnya. Padahal berbeda kategori limbah farmasi bisa berbeda pula penanganannya, dan sebenarnya di Indonesia sendiri sudah terdapat cukup banyak peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh pemerintah dan bisa digunakan sebagai pedoman dalam mengelola limbah rumah sakit khususnya limbah farmasi. Namun, tidak semua peraturan yang berlaku tersebut diterapkan secara baik dan benar.

RSUD Sleman Yogyakarta merupakan sebuah rumah sakit dengan tipe/kelas B Non-pendidikan sejak bulan Desember tahun 2003 hingga saat ini, setelah dinyatakan memenuhi persyaratan dalam penilaian Tim Departemen Kesehatan RI. Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor: 9 tahun 2009, tanggal 4


(24)

Agustus 2009 dan Peraturan Bupati Sleman nomor: 48 tahun 2009 dinyatakan bahwa RSUD Sleman mempunyai tugas membantu Bupati dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Berkaitan dengan tugas tersebut, RSUD Sleman telah memiliki berbagai fasilitas pelayanan kesehatan yang cukup lengkap yaitu fasilitas rawat inap dan rawat jalan dengan fasilitas pelayanan, pendukung, dan penunjang seperti pelayanan medis dan terapi, UGD, poliklinik gigi, laboratorium, pelayanan pendidikan dan penelitian, pelayanan farmasi, hingga pelayanan pengelolaan limbah.

Sebagai bentuk pelayanan pengelolaan limbah, selain berupaya menjaga kesehatan lingkungan dan masyarakat di sekitar area rumah sakit dengan mengelola limbah secara mandiri menggunakan incinerator dan IPAL, RSUD Sleman juga mengadakan jasa pemusnahan limbah medis bagi instansi kesehatan lain yang belum memiliki fasilitas pengelolaan limbah dengan membayar sejumlah biaya sesuai ketentuan Pemda Sleman.

Dari latar belakang tersebut maka Penulis tertarik untuk melakukan penelitian di RSUD Sleman khususnya di unit kerja Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) dan Instalasi Sanitasi Rumah Sakit (ISRS) untuk melihat secara langsung bagaimana pengelolaan limbah farmasi pada periode tahun 2006 – 2012. Penelitian dilakukan di dua unit kerja karena perbekalan farmasi di RSUD Sleman dikelola oleh IFRS, sedangkan untuk perbekalan farmasi yang sudah menjadi limbah (termasuk dari instansi kesehatan lain) dikelola secara langsung oleh ISRS melalui fasilitas dan jasa pemusnahan limbah medis RSUD Sleman.


(25)

Periode tahun 2006 –2012 dipilih karena berdasarkan pra-survey, pengelolaan limbah farmasi dari dalam RSUD Sleman terbilang jarang sekali dilakukan kecuali pada kejadian luar biasa (KLB), sedangkan di sisi lain hampir setiap tahun sekali ada satu dua instansi luar yang menggunakan jasa pemusnahan limbah di RSUD Sleman. Maka dari itu dengan menetapkan periode penelitian tahun 2006 – 2012 akan memungkinkan diperolehnya data pengelolaan obat yang layak untuk analisis.

Lebih jauh lagi penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana peran dan fungsi tenaga kefarmasian dalam pengelolaan limbah farmasi. Mengingat adanya perubahan paradigma dari drug oriented ke patient oriented, melalui penelitian ini diharapkan akan terwujud pula sosok-sosok farmasis yang selain berkompeten dalam menjaga kualitas produk obat dan pelayanan pasien dengan baik juga memiliki kesadaran tinggi dalam upaya memelihara dan meningkatkan kesehatan lingkungan.

1. Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

a. Bagaimana profil limbah farmasi di RSUD Sleman pada periode tahun 2006 – 2012 berdasarkan sumber/produsen limbah?

b. Bagaimana profil limbah farmasi di RSUD Sleman pada periode tahun 2006 – 2012 berdasarkan bentuk sediaan/satuan dan jenis kemasan obat?


(26)

c. Bagaimana kesesuaian pengelolaan limbah farmasi di RSUD Sleman dengan prosedur rumah sakit dan standar pembanding?

d. Bagaimana peran dan fungsi IFRS dalam pengelolaan limbah farmasi di RSUD Sleman?

2. Keaslian penelitian

Berdasarkan penelaahan pustaka yang sejauh ini telah dilakukan Penulis, ditemukan bahwa penelitian-penelitian tentang evaluasi pengelolaan limbah rumah sakit telah banyak dilakukan di Indonesia. Namun, penelitian-penelitian tersebut biasanya membahas secara umum dan menyeluruh tentang pengelolaan segala jenis limbah medis yang dikelola ISRS mulai dari aspek kesesuaian proses dengan prosedur, sumber daya manusia (SDM), hingga analisis pendanaannya.

Di Universitas-universitas di Indonesia, tema penelitian mengenai pengelolaan limbah rumah sakit telah cukup banyak dibawakan khususnya di fakultas/jurusan kesehatan lingkungan dan masyarakat. Contohnya dalam tiga tahun terakhir adalah Analisis Pengelolaan Sampah dengan Pendekatan Sistem di RSUD Dr. Moerwadi Surakarta (Hapsari, 2010) dan judul penelitian lainnya

adalah Kajian Pengelolaan Limbah Padat B3 di Rumah Sakit TNI AL Dr.

Ramelan oleh (Widhiatmoko, 2010).

Dari Fakultas Farmasi USD (Rahmaroswita, 2012) sebenarnya pernah membawakan tema penelitian tentang pengelolaan limbah, akan tetapi penelitian tersebut lebih membahas ke pengelolaan limbah padat medis berupa benda tajam, alat-alat kesehatan steril, dan limbah infeksius, sementara untuk limbah farmasi


(27)

sendiri belum dibahas. Dari hasil studi pustaka dan wawancara dengan narasumber, Penulis juga menemukan bahwa penelitian mengenai limbah farmasi belum pernah dilakukan di RSUD Sleman.

Karena hal itu maka terdapat perbedaan antara penelitian-penelitian sebelumnya dengan karya Penulis, yaitu: tema penelitian mengenai limbah farmasi secara khusus belum pernah dibawakan di RSUD Sleman, Fakultas Farmasi USD, maupun universitas-universitas lain di Indonesia. Selain itu penelitian ini membahas tentang pengelolaan limbah farmasi mulai dari sumbernya (unit kerja IFRS), bukan hanya ketika limbah tersebut sudah berada di ISRS dan siap dimusnahkan.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis

1) Dapat memberikan informasi mengenai evaluasi pengelolaan limbah farmasi di RSUD Sleman pada periode tahun 2006 –2012.

2) Dapat menambah pengetahuan yang berkaitan dengan pelaksanaan

pengelolaan limbah farmasi serta menjadi bahan bacaan bagi peneliti berikutnya di waktu yang akan datang.

b. Manfaat praktis 1) Bagi penulis:

Merupakan pengalaman yang sangat berharga dalam rangka memperluas wawasan keilmuan dan mengkaji pengelolaan limbah farmasi di RSUD Sleman.


(28)

2) Bagi RSUD Sleman:

Sebagai bahan pertimbangan dalam usaha peningkatan mutu pelayanan kesehatan dan pemeliharaan kesehatan lingkungan khususnya dalam hal pengelolaan limbah farmasi.

3) Bagi masyarakat:

Menambah pengetahuan umum masyarakat mengenai manajemen sanitasi rumah sakit khususnya dalam hal pengelolaan sampah medis berupa limbah farmasi.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai pengelolaan limbah farmasi di RSUD Sleman pada periode tahun 2006 –2012.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui bagaimana profil limbah farmasi di RSUD Sleman pada periode tahun 2006 – 2012 berdasarkan sumber/produsen limbah.

b. Mengetahui bagaimana profil limbah farmasi di RSUD Sleman pada periode tahun 2006 – 2012 berdasarkan bentuk sediaan/satuan dan jenis kemasan obat.

c. Mengetahui bagaimana kesesuaian pengelolaan limbah farmasi di RSUD Sleman dengan prosedur rumah sakit dan standar pembanding.

d. Mengetahui bagaimana peran dan fungsi IFRS dalam pengelolaan limbah farmasi di RSUD Sleman.


(29)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Definisi dan Kategori Limbah Rumah Sakit

Secara umum limbah rumah sakit dibagi menjadi dua yaitu:

1. Limbah medis, adalah limbah yang dihasilkan rumah sakit dari kegiatan pelayanan medis, laboratorium, veterinary, kedokteran gigi, ataupun farmasi pada saat dilakukan pengobatan, perawatan, dan penelitian.

2. Limbah non medis, adalah limbah yang umumnya berasal dari kegiatan kantor, dapur, cuci, mesin, dan buangan kamar mandi (Fariadi, 2010).

Limbah medis rumah sakit terdiri dari:

1. Limbah infeksius: limbah yang mengandung bahan patogen, contohnya kultur laboratorium, limbah dari ruang isolasi, kapas, materi atau peralatan yang tersentuh pasien yang terinfeksi, dan ekskreta.

2. Limbah patologis: jaringan atau potongan tubuh manusia, misal hasil operasi. 3. Limbah benda tajam: contoh jarum, peralatan infus, pisau, potongan kaca. 4. Limbah farmasi: limbah yang mengandung bahan farmasi, contohnya

obat-obatan, vaksin, serum, injeksi yang sudah kadaluwarsa dan tidak terpakai atau tidak bisa dikembalikan ke distributor/PBF karena berbagai alasan misalnya rusak, terkontaminasi, nomer batch tidak sesuai spesifikasi, obat-obatan yang dibuang oleh pasien.

5. Limbah genotoksik: limbah yang mengandung bahan dengan sifat genotoksik contohnya limbah obat-obatan sitostatik (antikanker).


(30)

6. Limbah kimia adalah limbah yang mengandung bahan kimia, contohnya reagen, solven, film untuk rontgen, dan desinfektan

7. Limbah dengan kandungan logam berat tinggi: misalnya baterai, thermometer yang pecah, alat pengukur tekanan darah.

8. Wadah bertekanan: adalah sediaan semprotan kabut tipis dari sistem bertekanan, sebagian diantaranya melepaskan gas, busa, atau cairan setengah padat. Misalnya tabung gas anestesi, peralatan terapi pernafasan, oksigen dalam bentuk gas atau cair, kaleng aerosol, dan tabung inhaler.

9. Limbah radioaktif: limbah yang mengandung bahan radioaktif, contoh cairan yang tidak terpakai dari terapi radioaktif atau riset di laboratorium (Anonim, 2009).

Jika ditinjau dari wujudnya, limbah yang dihasilkan rumah sakit dapat berupa bahan padat (seperti sisa benda tajam, sisa jaringan tubuh, serta limbah dari kegiatan kantor dan dapur), bahan cair (seperti cairan infeksius, cairan jaringan tubuh, cairan buangan farmasi, buangan laboratorium dan dapat juga berasal dari kegiatan pencucian dapur atau laundry), dan gas (seperti hasil buangan dari peralatan medis dan pembakaran) (Fariadi, 2010).

Berdasarkan sifat dan potensi bahayanya, limbah medis dapat dikategorikan menjadi lima jenis:

1. Golongan A, adalah limbah medis padat yang memiliki sifat infeksius paling besar yang berasal dari aktifitas kegiatan pengobatan yang memungkinkan penularan penyakit jika mengalami kontak dengan limbah tersebut dengan media penularan bakteri, virus, parasit, dan jamur. Contoh: sisa potongan


(31)

tubuh, sisa binatang percobaan, bahan-bahan linen dari kasus penyakit infeksi (seperti pembalut/pempers dan verban bekas pakai), bekas infus/tranfusi set. 2. Golongan B, adalah limbah padat yang memiliki sifat infeksius karena

mempunyai bentuk tajam yang dapat melukai dan memotong pada kegiatan terapi dan pengobatan yang memungkinkan penularan penyakit dengan media penularan bakteri, virus, parasit, dan jamur. Terdiri dari: spuit/suntikan bekas, jarum bekas, cartridge, pecahan gelas/botol/ampul obat, pisau bekas bedah. 3. Golongan C, adalah limbah padat yang memiliki sifat infeksius karena

digunakan langsung oleh pasien yang memungkinkan penularan penyakit dengan media penularan bakteri, virus, parasit, dan jamur. Contohnya: periak, tempat muntah, dan pispot yang terkontaminasi.

4. Golongan D, terdiri dari: limbah padat farmasi seperti obat-obat kadaluwarsa dan tidak terpakai, sisa kemasan dan kontainer obat, termasuk juga peralatan yang terkontaminasi bahan farmasi.

5. Golongan E, adalah limbah padat sisa aktifitas pelayanan pasien, contohnya pelapis bed-pan disposable (Depkes RI, 1992).

B. Pengelolaan Limbah dalam Upaya Sanitasi Rumah Sakit

Sanitasi adalah suatu cara untuk mencegah berjangkitnya penularan penyakit dengan jalan memutuskan mata rantai dari sumber penyakit. Sanitasi merupakan usaha kesehatan yang menitikberatkan pada penguasaan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan (Arifin, 2009).


(32)

Upaya sanitasi rumah sakit meliputi kegiatan-kegiatan yang kompleks sehingga memerlukan penanganan secara lintas program dan lintas sektor serta berdimensi multi disiplin, untuk itu diperlukan tenaga dan sarana prasarana yang memadai dalam pengawasan kesehatan lingkungan rumah sakit (Depkes RI, 2004).

Penerapan sanitasi rumah sakit salah satunya adalah pengelolaan limbah yang merupakan serangkaian kegiatan pengelolaan limbah mulai dari sumbernya hingga hasil akhir limbah setelah diolah. Pengelolaan diterapkan mulai dari sumber daya yang tersedia seperti SDM, fasilitas, metode, dan proses pengelolaan limbah hingga evaluasi terhadap kegiatan pengelolaan tersebut (Adisasmito, 2007).

C. Prosedur Pengelolaan Limbah Farmasi Rumah Sakit

Langkah-langkah penanganan limbah farmasi yang benar meliputi:

1. Pengambilan keputusan: memutuskan kapan tindakan akan dilaksanakan

karena adanya penimbunan obat-obatan kadaluwarsa dan tidak terpakai. 2. Persetujuan: persetujuan pembuangan obat-obatan harus dimintakan dari pihak

berwenang, seperti Dinas Kesehatan, BPOM, atau bahkan KLH.

3. Perencanaan: perencanaan mengenai pembiayaan, ahli yang diperlukan, SDM, waktu, tempat, peralatan, material dan cara pembuangan yang dibutuhkan. 4. Penyusunan kelompok kerja: pekerjaan harus dilakukan oleh kelompok yang

terdiri dari ahli farmasi (teknisi farmasi atau petugas gudang farmasi yang berpengalaman sebagai pengawas) dan pekerja kesehatan/sanitarian.


(33)

5. Kesehatan dan keselamatan kelompok kerja: Semua pekerja harus menggunakan alat perlindungan diri/APD yang sesuai berupa pakaian dan sepatu bot yang dipergunakan setiap saat, serta sarung tangan, masker dan tutup kepala pada keadaan-keadaan tertentu.

6. Proses pengelolaan limbah farmasi, dengan perhatian khusus pada tahap pemilahan dan metode pembuangan.

7. Keamanan: obat-obat yang memerlukan pengawasan khusus (narkotik,

psikotropika, zat adiktif) memerlukan tindakan pengamanan yang ketat karena sering terjadi masalah pemulungan obat (WHO, 1999).

D. Proses Pengelolaan Limbah Farmasi Rumah Sakit 1. Pemisahan dan Pengumpulan

Tahap pemisahan disini merupakan proses dimana suatu limbah farmasi dipisahkan dari limbah medis lainnya, yang kemudian dikumpulkan sesuai jenisnya. Pemisahan harus dilakukan mulai dari sumber yang menghasilkan limbah. Limbah jangan sampai menumpuk di satu titik pengumpulan. Limbah harus dikumpulkan setiap hari (atau sesuai frekuensi yang ditetapkan) dan diangkut ke pusat lokasi penampungan yang ditentukan. Kontainer pengumpul harus dibersihkan sebelum digunakan lagi. Kantong pengumpul harus diganti segera dengan kantong baru dari jenis yang sama, dan persediaan kantong pengumpul yang baru harus siap tersedia di semua lokasi yang menghasilkan limbah (Pruss, 2005).


(34)

Kriteria wadah (kantong atau kontainer) limbah farmasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

Tabel I. Jenis wadah dan label limbah medis padat sesuai kategori limbah (KepMenKes 1204/MenKes/SK/X/2004)

2. Pemilahan

Cara utama untuk mencapai metode dan manajemen pengelolaan limbah

yang cost effective adalah dengan melakukan pemilahan materi untuk

meminimalkan kebutuhan akan metode pembuangan yang rumit atau mahal. Tujuan pemilahan adalah memisahkan limbah ke dalam kategori-kategori tertentu yang memerlukan metode pembuangan berbeda (WHO, 1999).

Untuk limbah farmasi sendiri, pemilahan meliputi evaluasi awal secara keseluruhan terhadap stok obat-obatan dan pemisahan obat-obatan tersebut menjadi kategori. Proses pemilahan limbah farmasi meliputi:

a. Identifikasi item,


(35)

c. Jika masih layak digunakan atau direncanakan untuk dikembalikan (retur) ke distributor/PBF, biarkan kemasan dalam keadaan utuh,

d. Jika sudah tidak layak digunakan, dibuat keputusan metode pembuangan yang optimal sesuai dengan kategori obat (WHO, 1999).

Kategori pemilahan limbah farmasi antara lain: a. Obat-obatan kadaluwarsa atau tidak terpakai

Obat-obatan yang tidak boleh dipergunakan dan harus selalu dianggap sebagai limbah farmasi adalah:

1) Semua obat-obatan kadaluwarsa;

2) Semua sediaan obat yang tidak bersegel, tidak memiliki label yang jelas, dan tidak berada dalam kemasan aslinya (kadaluwarsa maupun tidak);

3) Semua obat-obatan tidak kadaluwarsa yang rusak rantai dinginnya (cold chain) yaitu yang seharusnya disimpan di tempat dingin namun tidak (contoh: insulin, hormon polipeptida, gamma globulin dan vaksin) (WHO, 1999). b. Obat-obatan yang masih bermanfaat

Jika memungkinkan, obat-obatan yang masih dalam masa berlakunya dan dianggap bermanfaat dipisahkan dan dipergunakan segera oleh institusi dengan membuat daftar mengenai barang-barang yang ada, jumlah dan tanggal kadaluwarsanya (WHO, 1999).

c. Bahan yang dapat didaur ulang

Bahan-bahan yang dapat didaur ulang misalnya kemasan obat dapat dibuang ke tempat pembuangan sampah ataupun didaur ulang (jika fasilitas tersedia). Bahan-bahan kemasan obat ada yang terbuat dari plastik, logam ataupun


(36)

gelas/kaca. Kemasan obat tersebut harus dipisahkan dari obat-obatan sebelum dilaksanakan proses pemusnahan dan pembuangan obat. (WHO, 1999).

Pemilahan juga bisa dilakukan berdasarkan bentuk sediaan obat. Selain itu bisa juga dilakukan pemilahan berdasarkan kandungan zat aktifnya, misalnya yang membutuhkan cara pembuangan khusus, meliputi: narkotik, psikotropika, obat-obatan antibiotik, obat-obatan anti kanker/sitotoksik, anti septik dan disinfektan. (WHO, 1999).

3. Pelabelan

Label yang terpasang pada semua kantong atau kontainer limbah layanan kesehatan harus memuat informasi dasar mengenai jenis/isi limbah dan nama produsen limbah. Informasi tersebut dapat ditulis langsung pada kantong atau kontainer atau pada label yang sudah dicetak sebelumnya yang menempel dengan kuat. Informasi tambahan yang sebaiknya juga tercantum dalam label antara lain: tanggal pengumpulan dan tujuan akhir limbah. Seandainya muncul masalah yang berkaitan dengan limbah maka pelabelan secara lengkap dan benar akan memungkinkan dilakukannya penelusuran terhadap asal limbah. Pelabelan juga memberitahu staf pelaksana dan masyarakat umum mengenai sifat bahaya dari limbah tersebut (Pruss, 2005).

4. Pengangkutan

Kantong limbah dapat langsung ditempatkan dalam kendaraan pengangkut, akan tetapi akan lebih aman jika menempatkannya dalam kontainer sekunder (misalnya kotak kardus, plastik bertutup, atau kontainer berlapis seng). Kendaraan yang digunakan untuk mengangkut limbah harus memenuhi kriteria


(37)

yang dipersyaratkan, juga tidak boleh digunakan untuk mengangkut materi lainnya selain limbah layanan kesehatan. Limbah harus diangkut melalui rute yang paling cepat dari titik penghasil limbah yang harus direncanakan sebelum pengangkutan dimulai sebagai upaya untuk mencegah terjadinya penanganan lebih lanjut yang tidak diharapkan. Khusus untuk pengiriman limbah ke luar instansi, sebelum pengangkutan limbah, dokumen pelepasan harus dilengkapi, semua persiapan harus dilakukan antara pengirim, pengantar, dan penerima (Pruss, 2005).

5. Penyimpanan Sementara/Penampungan

Lokasi penyimpanan sementara untuk limbah harus dirancang agar berada di dalam wilayah instansi layanan kesehatan. Limbah harus ditampung di area, ruangan, atau bangunan terpisah yang ukurannya sesuai dengan kuantitas limbah yang dihasilkan dan frekuensi pengumpulannya. Rekomendasi untuk fasilitas penampungan limbah layanan kesehatan, antara lain :

a. Area penampungan harus memiliki lantai yang kokoh, impermeabel,

drainasenya baik, mudah dibersihkan dan didesinfeksi b. Harus ada persediaan air untuk tujuan pembersihan

c. Area harus mudah dijangkau oleh staf yang bertugas menangani limbah d. Ruangan/area harus dapat dikunci

e. Adanya kemudahan akses oleh kendaraan pengumpul limbah f. Ventilasi dan pencahayaannya baik

g. Area penampungan jangan sampai mudah dimasuki serangga, burung, atau binatang lainnya


(38)

h. Lokasi penampungan tidak boleh berada di dekat lokasi penyimpanan makanan mentah atau lokasi penyiapan makanan.

i. Persediaan perlengkapan kebersihan, pakaian pelindung, dan kantong atau kontainer limbah harus diletakkan di lokasi yang cukup dekat dengan lokasi penampungan limbah.

j. Kecuali digunakan ruang yang memiliki pendingin, waktu tampung sementara untuk limbah hingga pemusnahan tidak melebihi 48 jam di musim hujan dan 24 jam di musim kemarau (untuk iklim hangat) (Pruss, 2005).

6. Pemusnahan dan Pembuangan

Metode penanganan limbah farmasi ada beberapa cara, yaitu:

a. Pengembalian kepada distributor: limbah farmasi dalam jumlah besar harus dikembalikan kepada distributor/PBF.

b. Penimbunan (penempatan limbah langsung ke lahan penimbunan sampah tanpa perlakuan atau persiapan sebelumnya), misalnya dengan:

1) Pembuangan terbuka sederhana dan tanpa pengendalian: pembuangan limbah farmasi tanpa pengelolaan ke pembuangan terbuka tidak disarankan kecuali bila tidak ada pilihan lain, karena langkah ini tidak ramah lingkungan dan tidak aman karena bisa menyebabkan pemulungan limbah untuk tujuan diedarkan kembali.

2) Penimbunan berteknologi tinggi: tempat penimbunan harus memiliki saluran pengeluaran yang terisolasi dari sumber air dan berada di atas lapisan air tanah. Limbah farmasi dipadatkan dan ditutupi dengan tanah untuk menjamin keamanan dan kebersihan.


(39)

c. Imobilisasi limbah dengan enkapsulasi, yaitu: peng-imobilisasian obat-obatan dengan memadatkannya dalam tong plastik atau besi.

d. Imobilisasi limbah dengan inersiasi: merupakan varian enkapsulasi dengan pelepasan bahan-bahan pembungkus, kertas, karton dan plastik dari obat-obatan sebelum obat-obat-obatan tersebut ditanam kemudian ditambahkan campuran air, semen dan kapur dengan perbandingan 5:15:15 sehingga terbentuk pasta cair yang homogen yang dapat berubah menjadi massa padat saat bercampur dengan limbah rumah tangga.

e. Pembuangan melalui saluran pembuangan air: air yang mengalir dengan deras dapat dipergunakan untuk membilas dan membuang sejumlah kecil obat-obatan cair atau anti septik cair yang telah diencerkan sebelumnya. f. Pembakaran dalam wadah terbuka: cara ini hanya untuk limbah farmasi

dengan jumlah yang sangat sedikit karena pembakaran bersuhu rendah dalam wadah terbuka menghasilkan polutan beracun yang dapat dilepaskan ke udara.

g. Insinerasi suhu sedang (suhu minimum 850oC): penggunaan fasilitas incinerator suhu sedang lebih disarankan sebagai langkah sementara, daripada penggunakan pilihan yang kurang aman seperti pembuangan langsung ke tempat penampungan akhir.

h. Insinerasi suhu tinggi (lebih tinggi dari 1000oC), contohnya pembakaran limbah farmasi di industri semen karena memiliki waktu retensi pembakaran yang lebih lama dan mengeluarkan gas buangan melalui cerobong yang tinggi. Selama proses pembakaran, bahan baku semen


(40)

mencapai suhu 1450oC sementara gas pembakaran mencapai suhu 2000oC. Pada suhu setinggi ini waktu tinggal gas hanya beberapa detik. Pada keadaan ini semua komponen organik limbah akan hancur secara efektif. Beberapa hasil pembakaran yang beracun atau berbahaya terserap oleh produk kerak semen atau dikeluarkan oleh pertukaran panas.

i. Dekomposisi kimiawi : tidak disarankan bila tidak terdapat ahli kimia. Berikut ini adalah rangkuman dari metode pemusnahan dan pembuangan limbah farmasi berdasarkan kategori obat menurut ketentuan WHO (1999):


(41)

E. Obat-obatan Kadaluwarsa dan Tidak Terpakai 1. Definisi Kadaluwarsa Obat dan Tanggal Kadaluwarsa

Dalam ilmu farmakoterapi terdapat risiko yang berkaitan dengan penggunaan obat baik yang diketahui ataupun tidak. Kejadian atau bahaya yang dihasilkan dari risiko tersebut didefinisikan sebagai ‘drug misadventure’, dalam hal ini termasuk ’medication error’ yaitu pemakaian obat yang tidak tepat dan menimbulkan kerugian pada pasien, walaupun pengobatan tersebut berada dalam pengawasan profesional kesehatan, pasien dan konsumen. Hal ini menjadi masalah di seluruh dunia yang terjadi sebagai akibat dari kesalahan manusia atau lemahnya sistem yang ada. Terkait dengan permasalahan ini, penggunaan limbah farmasi seperti obat-obatan kadaluwarsa atau integritas obat-obatan yang secara fisik dan kimia telah menurun (’deteriorated drug error’) merupakan salah satu bentuk dari ’medication error’ (Anonim, 2010).

Kadaluwarsa obat adalah berakhirnya batas aktif dari obat yang memungkinkan obat menjadi kurang aktif atau bahkan menjadi toksik (beracun). Kadaluwarsa obat juga diartikan sebagai batas waktu dimana produsen obat menyatakan bahwa suatu produk dijamin stabil dan mengandung kadar zat sesuai dengan yang tercantum dalam kemasannya pada penyimpanan sesuai dengan anjuran. Obat yang sudah kadaluwarsa, kadar/konsenstrasinya sudah berkurang antara 25-30% dari konsentrasi awalnya (Anonim, 2010).

Tanggal kadaluwarsa mulai banyak muncul pada kemasan obat sejak tahun 1979, setelah undang-undang yang mengharuskan pabrik obat mencantumkan tanggal kadaluwarsa di Amerika Serikat yang akhirnya menular ke


(42)

seluruh dunia. Tanggal kadaluwarsa adalah tanggal yang dicantumkan pada masing-masing wadah produk obat (umumnya pada penandaan), yang menyatakan sampai dengan tanggal tersebut jika produk disimpan dengan benar (berada dalam kemasannya dan disimpan dalam kondisi normal), maka produk diharapkan tetap memenuhi spesifikasi standar mutu yang disyaratkan. Umumnya tanggal kadaluwarsa ditulis dengan angka bulan dan tahun dan ditetapkan dua hingga tiga tahun sejak obat dikemas (Kimin, 2010).

Tanggal kadaluwarsa bukanlah tanggal yang ditentukan oleh pemerintah maupun departemen kesehatan dan sebenarnya tanggal ini tidak menunjukkan berapa lama suatu obat layak untuk dikonsumsi, karena obat dapat rusak sebelum tanggal kadaluwarsa yang ditetapkan oleh pabrik ataupun masih dapat dikonsumsi meskipun sudah lewat beberapa tahun setelah lewat tanggal kadaluwarsanya (Anonim, 2009).

2. Tanda-tanda Obat Kadaluwarsa dan Obat Rusak/Tidak Terpakai

Tanda-tanda kadaluwarsa obat tergantung dari jenis/bentuk sediannya.

a. Padat, berupa sediaan tablet, kapsul, pil dan serbuk.

Umumnya mengalami perubahan berupa perubahan warna, bau, rasa dan konsistensinya. Tablet dan kapsul mudah menyerap air dari udara sehingga menjadi meleleh, lengket dan rusak. Kemasan mungkin menjadi menggelembung. Tablet berubah ukuran ketebalannya dan terdapat bintik-bintik. Masing-masing tablet dalam kemasan ukurannya tidak sama dan tulisan pada tablet dapat memudar. Kapsul berubah ukuran dan panjangnya,


(43)

mengalami keretakan dan warna kapsul memudar. Obat puyer/serbuk dapat terjadi penggumpalan.

b. Semisolid, berupa sediaan salep, krim, pasta, dan jeli.

Umumnya mengalami perubahan karena dipengaruhi oleh panas. Salep dan krim berubah konsistensinya dan dapat menjadi terpisah-pisah, bau dan viskositasnya berubah, melembut, kehilangan komponen airnya, tidak homogen lagi, penyebaran ukuran dan bentuk partikel tidak merata serta pH nya berubah.

c. Cair, dapat berupa sediaan sirup, emulsi dan suspensi oral. Umumnya dipengaruhi oleh panas. Perubahannya dalam hal warna, konsistensi, pH, kelarutan, dan viskositas, Bentuk sediaan cair menjadi tidak homogen. Beberapa obat, seperti obat suntik dan tetes mata atau telinga, cepat rusak bila terkena sinar. Terdapat partikel-partikel kecil yang mengambang pada obat cair (namun hal ini normal pada suspensi). Bau dan rasa obat berubah menjadi tajam seperti bleach, acid, gasoline, punguent/getir.

d. Gas, contohnya oksigen. Aerosol mengalami kebocoran, kontaminasi

partikelnya, fungsi tabungnya rusak dan beratnya berkurang. Jika diukur dosisnya maka terdapat perbedaan dosis (Anonim, 2009).

F. Cara Pelayanan Kefarmasian yang Baik (CPFB) tahun 2011

Ada beberapa hal mengenai pengelolaan limbah farmasi yang diatur dalam dokumen Cara Pelayanan Kefarmasian yang Baik (CPFB) 2011 atau disebut juga Good Pharmacy Practice (GPP), yaitu sebagai berikut:


(44)

1. SPO CPFB 2011 No. A-07 (28 Oktober 2011) tentang Pemeriksaan Tanggal Kadaluwarsa :

a. Melakukan pemeriksaan tanggal kadaluwarsa secara berkala (1, 2 atau 3 bulan sekali)

b. Melakukan pemeriksaan tanggal kadaluwarsa melalui 2 (dua) cara yaitu :. 1) Melakukan pemeriksaan secara berkala untuk masing-masing obat

(a) Menetapkan petugas yang ditunjuk bertanggungjawab terhadap pemeriksaan tanggal kadaluwarsa

(b) Melakukan pemeriksaan tanggal kadaluwarsa untuk masing-masing obat pada satu bagian dari rak

(c) Untuk obat yang mendekati tanggat kadaluwarsa (1 - 3 bulan sebelumnya) beri perhatian khusus agar didistribusikan sebelum tanggal kadaluwarsa. Atau mengembalikan (reture) obat kepada distributor sesuai dengan persyaratan yang disepakati

(d) Menyisihkan obat yang telah kadaluwarsa dan simpan ditempat tersendiri dengan diberi label/ tulisan OBAT KADALUWARSA (e) Melakukan prosedur di atas kembali untuk bagian rak yang lain (f) Mencatat hasil pemeriksaan tanggal kadaluwarsa pada buku tersendiri

2) Melakukan pemeriksaan pada saat pengambilan obat pada tahapan

penyiapan obat

(a) Pada saat mengambil obat untuk pelayanan harus selalu melakukan pemeriksaan tanggal kadaluwarsa.


(45)

(b) Sisihkan obat yang telah kadaluwarsa dan simpan ditempat tersendiri dengan diberi label/tulisan : OBAT KADALUWARSA.

(c) Mencatat hasil pemeriksaan tanggal kadaluwarsa pada buku tersendiri 2. SPO CPFB 2011 No. A-08 (28 Oktober 2011) tentang Pengelolaan sediaan

farmasi dan alkes yang telah kadaluwarsa:

a. Menyediakan tempat khusus untuk menyimpan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang telah kadaluwarsa

b. Tempat khusus penyimpanan komoditi harus terpisah dari ruang peracikan.

c. Memberi label KOMODITI KADALUWARSA DILARANG DUUAL

pada tempat khusus

d. Menunjuk petugas yang bertanggungjawab mengelola komoditi ini.

e. Sebelum memasukkan komoditi yang telah kadaluwarsa pada tempat

khusus terlebih dahulu dicatat dalam buku

f. Melakukan pemusnahan komoditi sesuai tata cara yang berlaku

3. SPO CPFB 2011 No. E-02 (28 Oktober 2011) tentang pemusnahan sediaan farmasi dan alkes:

a. Melakukan inventarisasi sediaan farmasi dan alat kesehatan yang akan dimusnahkan

b. Menyiapkan administrasi (berupa laporan dan Berita Acara Pemusnahan Sediaan farmasi dan alkes)

c. Menetapkan jadwal, metoda dan tempat pemusnahan.


(46)

e. Membuat laporan pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang sekurang-kurangnya memuat :

1) Waktu dan tempat pelaksanaan pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan

2) Nama dan jumlah sediaan farmasi dan alat kesehatan yang

dimusnahkan

3) Nama Apoteker pelaksana pemusnahan sediaan farmasi dan alat

kesehatan

4) Nama saksi dalam pelaksanaan pernusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan

f. Membuat laporan pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang ditanda tangani oleh Apoteker dan saksi dalam pelaksanaan pemusnahan (IAI, 2011).

G. KepMenKes RI Nomor: 1204/MENKES/SK/X/2004

Pengelolaan limbah farmasi rumah sakit juga diatur dalam KepMenKes

RI Nomor: 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan

Lingkungan Rumah Sakit yang secara khusus dibahas dalam Bab IV yaitu tentang Persyaratan dan Tata Laksana Penanganan Limbah Medis Padat.

Ada beberapa persyaratan dan tata laksana yang berkaitan dengan penanganan limbah farmasi yaitu:


(47)

1. Persyaratan minimisasi limbah farmasi: setiap rumah sakit harus melakukan reduksi limbah dimulai dari sumber dan melakukan pengelolaan stok bahan farmasi.

Tata laksana: menggunakan bahan-bahan yang diproduksi lebih awal untuk menghindari kadaluwarsa, menghabiskan bahan dari setiap kemasan, dan mengecek tanggal kadaluwarsa bahan-bahan pada saat diantar oleh distributor. 2. Persyaratan pemilahan, pewadahan, pemanfaatan kembali dan daur ulang limbah farmasi: pemilahan limbah harus dilakukan mulai dari sumbernya, limbah yang akan dimanfaatkan kembali harus dipisahkan dari limbah yang tidak dapat dimanfaatkan kembali, dan pewadahan limbah farmasi harus memenuhi persyaratan dengan penggunaan kontainer/kantong plastik berwarna coklat.

Tata laksana: dilakukan pemisahan limbah farmasi dari jenis limbah medis padat lainnya mulai dari sumber limbah, tempat pewadahan limbah farmasi mengikuti aturan untuk pewadahan limbah medis padat (kantong/kontainer warna coklat tanpa simbol khusus) dan terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap air, dan mempunyai permukaan yang halus pada bagian dalamnya, siap tersedia di setiap sumber penghasil limbah, kantong plastik diangkat setiap hari atau kurang dari sehari apabila 2/3 bagian telah terisi, dan kantong plastik yang telah dipakai dan kontak langsung dengan limbah tidak boleh digunakan lagi.

3. Persyaratan pengumpulan, pengemasan, penyimpanan sementara, dan


(48)

padat) di lingkungan rumah sakit: pengumpulan limbah dari setiap ruangan penghasil limbah menggunakan troli khusus limbah medis yang tertutup dan penyimpanan limbah harus sesuai iklim tropis/hangat.

Tata laksana: bagi rumah sakit yang mempunyai insinerator di lingkungannya harus membakar limbahnya selambat-lambatnya 24 jam, bagi rumah sakit yang tidak mempunyai insinerator, limbah medis padatnya harus dimusnahkan melalui kerjasama dengan rumah sakit lain atau pihak lain yang mempunyai insinerator, kantong limbah medis padat sebelum dimasukkan ke kendaraan pengangkut harus diletakkan dalam kontainer yang kuat dan tertutup dan harus aman dari jangkauan manusia maupun binatang, petugas yang menangani limbah, harus menggunakan APD yang lengkap dan memenuhi syarat.

4. Persyaratan pengolahan, pemusnahan, dan pembuangan akhir limbah farmasi (mengikuti ketentuan untuk limbah medis padat): limbah tidak diperbolehkan dibuang langsung ke tempat pembuangan akhir limbah domestik sebelum aman bagi kesehatan, dan cara serta teknologi pengolahan atau pemusnahan limbah disesuaikan dengan kemampuan rumah sakit.

Tata laksana: limbah farmasi dalam jumlah kecil dapat diolah dengan insinerator pirolitik, rotary kiln, sanitary landfill, dibuang ke sarana air limbah atau inersisasi. Dalam jumlah besar harus menggunakan fasilitas pengolahan yang khusus seperti rotary kiln, kapsulisasi dalam drum logam, dan inersisasi, sedangkan limbah padat farmasi dalam jumlah besar harus dikembalikan kepada distributor, tetapi apabila dalam jumlah sedikit dan tidak


(49)

memungkinkan dikembalikan, agar dimusnahkan melalui insinerator pada suhu diatas 1.000°C (DepKes RI, 2004)

H. Tenaga Kefarmasian dalam Pengelolaan Limbah Farmasi

Tenaga kefarmasian merupakan salah satu tenaga kesehatan yang terdiri dari apoteker dan teknisi farmasi. Teknisi farmasi ini terdiri dari Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker. Tenaga Kefarmasian di rumah sakit melaksanakan pekerjaan kefarmasian di IFRS. Tenaga kefarmasian harus memiliki keahlian dan kewenangan dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian yang didasarkan pada standar kefarmasian dan prosedur yang berlaku dimana ia bekerja (DepKes RI, 2009).

Dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian di rumah sakit, IFRS harus menerapkan bagan struktur organisasi minimal yang mengakomodasi penyelenggaraan pengelolaan perbekalan, pelayanan farmasi klinik dan manajemen mutu, seperti pada contoh berikut :

(DepKes RI, 2004).


(50)

Selan itu dalam meningkatkan mutu pelayanannya suatu organisasi IFRS harus memiliki dokumen uraian tugas untuk pendelegasian tugas dan wewenang bagi staf maupun pimpinan. Standar kualifikasi SDM juga perlu diperhatikan. Staf dan pimpinan IFRS dipimpin oleh Apoteker. Pelayanan farmasi diselenggarakan dan dikelola oleh Apoteker yang mempunyai pengalaman minimal dua tahun di bagian farmasi rumah sakit. Apoteker telah terdaftar di Depkes dan mempunyai surat ijin kerja. Pada pelaksanaannya Apoteker dibantu oleh Tenaga Ahli Madya Farmasi (D III) dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker (DepKes RI, 2004).

Kualifikasi SDM di dalam suatu IFRS dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel III. Standar kualifikasi SDM dalam IFRS menurut DepKes RI, 2004

Berdasarkan fungsi dan peran lintas sektoralnya, selain tergabung dalam panitia farmasi dan terapi rumah sakit bersama staf medis (dokter dan perawat), IFRS juga tergabung dalam tim PPI (pencegahan dan pengendali infeks) rumah sakit bersama dengan staf medis dan tenaga kesehatan masyarakat (sanitarian) dan


(51)

dalam hal ini peran IFRS adalah sebagai pengelola stok perbekalan farmasi untuk meminimalisir limbah farmasi, dan juga berperan dalam administrasi penghapusan. Administrasi penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap perbekalan farmasi yang tidak terpakai karena kadaluwarsa, rusak, mutu tidak memenuhi standar dengan cara membuat usulan penghapusan perbekalan farmasi kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur yang berlaku. Selain itu dibuat pula suatu pelaporan yang merupakan kumpulan catatan dan pendataan kegiatan administrasi perbekalan farmasi, tenaga dan perlengkapan kesehatan yang disajikan kepada pihak yang berkepentingan (DepKes RI, 2004).

Dari sembilan kompetensi apoteker di Indonesia yang tercantum dalam dokumen Standar Kompetensi Apoteker Indonesia, pemusnahan obat-obatan kadaluwarsa/tidak terpakai merupakan unit kompetensi nomor 7.4 yaitu “mampu melakukan pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan sesuai peraturan”.

Tabel IV. Standar kompetensi apoteker Indonesia dalam pemusnahan limbah farmasi

Elemen Kriteria kinerja Unjuk kerja

7.4.1

Memusnahkan sediaan farmasi dan alkes

1. Mampu menetapkan pemenuhan ketentuan peraturan perundang-undangan dan persyaratan keamanan berkaitan dengan pemusnahan obat

• Mampu menjelaskan ketentuan perundang-undangan dan persyaratan keamanan berkaitan dengan pelaksanaan pemusnahan obat

2. Menetapkan pemenuhan kriteria obat yang harus dimusnahkan (obat rusak, kadaluwarsa, dan sebagainya)

• Mampu menjelaskan kriteria obat harus dimusnahkan (obat rusak, kadaluwarsa, dan sebagainya)

• Mampu melaksanakan pemusnahan sediaan farmasi sesuai peraturan perundang-undangan, sifat bahan, dan dampak lingkungan

• Mampu membuat dokumentasi pemusnahan sediaan farmasi.


(52)

I. Keterangan Empiris

Limbah farmasi merupakan salah satu limbah medis rumah sakit yang berdasarkan potensi bahayanya termasuk ke dalam golongan D. Limbah farmasi ini bisa berupa obat-obatan, vaksin, serum, maupun injeksi yang sudah kadaluwarsa dan tidak terpakai karena berbagai alasan. Pengelolaan limbah farmasi termasuk dalam salah satu upaya sanitasi rumah sakit, yang melibatkan lintas program dan sektoral (khususnya IFRS dan ISRS).

Pada penerapannya terdapat serangkaian kegiatan pengelolaan limbah farmasi mulai dari pengelolaan SDM, fasilitas, metode, dan proses pengelolaan limbah hingga evaluasi. Untuk itu diperlukan prosedur yang harus dipenuhi antara lain pengambilan keputusan, persetujuan dari pihak berwenang, perencanaan segala aspek, penyusunan kelompok kerja, kesehatan dan keselamatan kelompok kerja, proses pengelolaan limbah, dan keamanan. Proses pengelolaan limbah farmasi yang baik dan tepat terdiri dari beberapa tahap yaitu pemisahan dan pengumpulan, pemilahan, pelabelan, pengangkutan, penyimpanan sementara, dan pemusnahan serta pembuangan.

Pengelolaan limbah farmasi perlu mendapatkan perhatian lebih dari komite terapi di rumah sakit karena pemberian limbah farmasi seperti obat-obatan kadaluwarsa dan tidak terpakai, diketahui ataupun tidak merupakan salah satu bentuk medication error yaitu deteriorated drug error yang dapat menimbulkan kerugian pada pasien. Dengan demikian komite terapi khususnya IFRS harus mengetahui tanda-tanda sediaan farmasi yang kadaluwarsa atau rusak dengan mencermati dan melakukan pemeriksaan terhadap tanggal kadaluwarsa obat


(53)

secara berkala atau setiap pengambilan dan juga melihat perubahan visual baik yang terjadi secara fisik maupun kimia pada sediaan obat tersebut.

Pengelolaan limbah farmasi secara baik dan tepat merupakan bentuk ketaatan terhadap peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, antara lain

yang diatur dalam CPFB 2011 dan KepMenKes RI Nomor:

1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Lebih jauh lagi, pengelolaan limbah farmasi bisa menggambarkan bagaimana peran dan fungsi tenaga kefarmasian di instansi layanan kesehatan tersebut dalam upaya minimisasi limbah famasi dari sumbernya.

Berbagai macam penelitian mengenai pengelolaan limbah medis telah banyak dilakukan, diantaranya adalah: Studi Evaluasi Sistem Pengumpulan, Pewadahan, Penyimpanan, dan Pengangkutan Limbah Padat B3 (Studi Kasus PT. Phapros TBK Semarang) oleh Priyambada (2006). Meskipun penelitian tersebut dilakukan tidak di rumah sakit melainkan di industri farmasi, akan tetapi konsep penelitiannya sama dengan penelitian ini yaitu untuk melihat kesesuaian antara teori (dalam hal ini adalah prosedur rumah sakit dan standar pembanding) dengan kenyataan di lapangan. Metode yang digunakan juga sama dengan penelitian ini yaitu observasi, wawancara, dan studi pustaka.

Dalam tiga tahun terakhir ini terdapat penelitian serupa tetapi dilakukan di rumah sakit, contohnya: Analisis Pengelolaan Sampah dengan Pendekatan Sistem di RSUD Dr. Moerwadi Surakarta (Hapsari, 2010) dan Kajian Pengelolaan Limbah Padat B3 di Rumah Sakit TNI AL Dr. Ramelan oleh (Widhiatmoko, 2010), dimana penelitian tersebut memaparkan profil limbah


(54)

bahan berbahaya dan beracun (B3) padat dan mengevaluasi serta memberikan rekomendasi terhadap pengelolaan limbah berdasarkan standar pembanding yang

sama dengan penelitian ini yaitu KepMenKes RI Nomor:

1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

Selain itu terdapat pula penelitian pendukung mengenai incinerator untuk pembakaran sampah medis yang dilakukan oleh Setyo Purwoto (tahun 2008). Dalam penelitian tersebut dilakukan eksperimen untuk menguji incinerator meliputi variasi suhu, lama pembakaran, dan volume sampah yang paling optimal dalam pembakaran sampah medis rumah sakit, dimana hasilnya adalah kondisi optimal incinerator dicapai pada suhu 900o, lama pembakaran 2 jam, dan volume sampah 2/3 bagian dari volume ruang bakar.

Dengan contoh penelitian-penelitian sebelumnya yang memiliki kesamaan tujuan penelitian, kesamaan metode, dan kesamaan standar pembanding, penelitian ini diharapkan mampu memberikan hasil dan pembahasan mengenai pengelolaan limbah farmasi yang optimal, bisa menambah kajian penelitian untuk pengelolaan limbah farmasi rumah sakit, serta mampu memberikan rekomendasi terhadap permasalahan-permasalahan yang mungkin ada.


(55)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah non eksperimental dengan rancangan penelitian observasional dan bersifat deskriptif evaluatif. Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental karena tidak ada perlakuan terhadap subjek uji, dan merupakan penelitian observasional karena dilakukan dengan cara observasi. Penelitian ini bersifat deskriptif evaluatif karena penyajian data dan pembahasannya dilakukan secara deskriptif serta dilakukan pula evaluasi menggunakan standar pembanding.

B. Variabel Penelitian

1. Jenis limbah farmasi berdasarkan sumber limbah (internal, eksternal) dan berdasarkan BSO/satuan (padat, semi padat, cair) dan jenis kemasan.

2. SDM yang terlibat dalam pengelolaan limbah farmasi dan prosedur

pengelolaan limbah farmasi 3. Proses pengelolaan limbah farmasi

C. Definisi Operasional

1. Limbah farmasi adalah perbekalan farmasi berupa obat-obatan dan sediaan steril yang sudah kadaluwarsa dan tidak terpakai karena berbagai alasan (berikut juga kemasan obatnya), tidak termasuk alat kesehatan.


(56)

2. Pengelolaan limbah farmasi adalah unsur-unsur yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi dalam pengelolaan limbah farmasi di RSUD Sleman, meliputi apa yang dikelola (profil limbah), siapa yang mengelola (SDM), dan bagaimana cara mengelolanya (prosedur dan proses).

3. Periode tahun 2006 – 2012 adalah rentang tahun yang digunakan Penulis untuk membatasi periode penelitian dimana data yang diambil dan dianalisis merupakan data pengelolaan limbah farmasi tahun 2006 (setelah gempa di Yogyakarta) hingga penelitian ini selesai dilakukan (Juni 2012).

4. Limbah farmasi internal adalah limbah farmasi yang berasal dari sisa stok

dropping dan dari stok sediaan farmasi di IFRSUD Sleman yang dikelola dan dimusnahkan di incinerator RSUD Sleman.

5. Limbah farmasi eksternal limbah farmasi yang dikirim dari instansi kesehatan luar untuk dimusnahkan menggunakan fasilitas jasa pemusnahan limbah di RSUD Sleman.

6. Limbah farmasi padat adalah limbah farmasi yang dikelola di RSUD Sleman berupa bentuk sediaan obat padat yang terdiri dari tablet, kapsul, kaplet, suppositoria, dan serbuk.

7. Limbah farmasi semi padat adalah limbah farmasi yang dikelola di RSUD Sleman yang terdiri dari bentuk sediaan obat semi padat berupa salep dan krim.

8. Limbah farmasi cair adalah limbah farmasi yang dikelola di RSUD Sleman berupa bentuk sediaan cair yang terdiri dari larutan (termasuk juga dry syrup


(57)

9. Prosedur pengelolaan limbah farmasi adalah prosedur yang berlaku dan diterapkan di RSUD Sleman mulai dari identifikasi waktu kadaluwarsa hingga pemusnahan limbah farmasi.

10.SDM adalah petugas-petugas yang terlibat langsung dalam pengelolaan perbekalan dan limbah farmasi di RSUD Sleman, berasal dari IFRS dan ISRS, meliputi struktur organisasi, uraian tugas, kualifikasi, pelatihan, dan pengetahuan mengenai limbah farmasi.

11.Standar pembanding utama adalah standar pembanding yang digunakan

Penulis untuk mengevaluasi pengelolaan limbah farmasi di RSUD Sleman, evaluasi pada tingkat IFRS menggunakan standar pembanding CPFB 2011 sedangkan evaluasi pada tingkat ISRS menggunakan standar pembanding KepMenKes RI Nomor: 1204/MENKES/SK/X/2004.

12.Standar pembanding pendukung adalah standar pembanding yang digunakan Penulis untuk mengevaluasi pengelolaan limbah farmasi di RSUD Sleman yang mendukung ketentuan dalam standar pembanding utama atau mengemukakan hal-hal yang belum diatur dalam standar pembanding utama, yaitu: KepMenKes RI Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di rumah sakit, Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di rumah sakit, Standar Kompetensi Apoteker Indonesia, Dokumen Manajemen Sanitasi Rumah sakit, dan Pedoman Cara Pembuangan Secara Aman Obat-obatan Tak Terpakai Saat dan Pasca Kedaruratan yang diterbitkan oleh WHO tahun 1999.


(58)

D. Tata Cara Penelitian

Prosedur penelitian dilakukan mulai dari penyusunan dan pengajuan proposal, pembuatan izin penelitian, persiapan instrumen, pengumpulan data, analisis dan penyajian data dengan pendekatan deskriptif, pembahasan hasil penelitian dengan menggunakan metode deskriptif evaluatif (menggunakan standar pembanding), pengambilan kesimpulan dan saran, dan terakhir adalah penyusunan laporan penelitian (skripsi).

1. Perizinan

Perizinan diperlukan sebagai upaya legalisasi agar penelitian dapat dilakukan. Perizinan dibuktikan dengan surat izin penelitian yang diperoleh dari pihak Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Sleman, dan izin dari Instalasi Diklat RSUD Sleman (dengan tembusan kepada IFRS dan ISRS).

2. Persiapan Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian terdiri dari alat dan bahan yang digunakan untuk kepentingan penelitian. Bahan–bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa

hard board, map, kertas, dan alat tulis, sedangkan alat-alat yang digunakan antara lain interview guide/panduan wawancara, worksheet/lembar kerja berupa tabel untuk observasi, kamera digital, dan laptop serta printer untuk penyusunan skripsi.

3. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah pengelolaan sampah medis padat di RSUD Sleman yang difokuskan pada limbah farmasi di unit kerja IFRS dan ISRS


(59)

serta mengevaluasi pengelolaan limbah farmasi tersebut dengan menggunakan standar pembanding utama dan pendukung.

4. Lokasi Penelitian

Penelitian ini berlangsung di RSUD Sleman yang beralamatkan di Jalan Raya Yogyakarta-Magelang atau Jl. Bhayangkara 48, Murangan, Triharjo, Sleman. Penelitian dilakukan di dua unit kerja yaitu IFRS dan ISRS (termasuk juga Instalasi Incinerator yang masih termasuk dalam unit kerja ISRS).

5. Teknik Pengumpulan Data

Sumber utama penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lainnya (Moleong, 1998). Penelitian ini menggunakan dua jenis data yaitu:

a. Data primer

Data primer adalah sumber data utama penelitian yang berasal langsung dari responden. Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara terhadap Kepala IFRS, Sanitasi, dan petugas penanggungjawab limbah.

b. Data sekunder

Data sekunder adalah data penunjang penelitian yang berasal dari selain responden, misalnya dari kajian pustaka. Data sekunder dalam penelitian ini berupa: hasil observasi, dokumentasi/foto, dan berbagai dokumen seperti: dokumen Berita Acara Pemusnahan Obat dari tahun 2006 hingga 2012, dokumen SISTEM MANAJEMEN MUTU (SMM) 9001 : 2008 RSUD Sleman, dokumen Profil Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) RSUD Sleman Tahun 2011, dokumen Petunjuk Pemakaian Incinerator, dokumen


(60)

Struktur Organisasi Instalasi Farmasi dan Instalasi Sanitasi RSUD Sleman, dokumen Mapping Competency Instalasi Sanitasi, dan dokumen Uraian Tugas Instalasi Farmasi dan Instalasi Sanitasi RSUD Sleman. Didukung pula oleh berbagai teori dari studi pustaka yang dilakukan peneliti.

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan beberapa teknik, yaitu :

1) Wawancara

Wawancara merupakan suatu metode penelitian pengumpulan data dengan cara langsung/tanya jawab terhadap responden menggunakan interview guide/pedoman wawancara.

2) Observasi/pengamatan

Yaitu suatu cara pengumpulan data dengan melakukan pencatatan secara cermat dan sistematis dan dilakukan secara langsung di lapangan (meliputi data primer dan sekunder). Observasi dalam penelitian ini menggunakan alat bantu berupa worksheet/lembar kerja berupa tabel. Observasi yang dilakukan adalah tentang proses pengelolaan limbah farmasi termasuk juga mengenai kelengkapan dan kelayakan peralatan dan fasilitas yang digunakan.

3) Dokumentasi

Merupakan suatu cara pengumpulan data untuk memperoleh bukti otentik yang mendukung hasil observasi. Dokumentasi dilakukan dengan cara pengambilan gambar/foto terhadap fasilitas dan proses pengelolaan sampah medis limbah farmasi di RSUD Sleman.


(61)

4) Studi pustaka

Diarahkan dengan maksud untuk memperjelas dalam pembahasan. Penelitian tidak luput dari banyaknya informasi yang diperoleh baik dengan cara membaca buku-buku ilmiah, browsing di internet dan pengetahuan umum yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Teknik ini juga berguna untuk mendukung data penelitian yang minim karena kesulitan akses dokumen.

6. Analisis Data

Dilakukan secara deskriptif dalam bentuk uraian, gambar, tabel, dan diagram.

7. Pembahasan Kasus

Dilakukan secara deskriptif evaluatif mengenai kesesuaian data dan fakta yang diperoleh menggunakan standar pembanding.

8. Uji Validitas

Guna memperolah data yang valid maka digunakan triangulasi teknik data yakni untuk menguji kredibilitas data yang dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa teknik pengambilan data, yang bisa dilihat dari skema berikut ini :

Wawancara Observasi

Dokumentasi

Ketiga teknik data tersebut kemudian dievaluasi berdasarkan standar pembanding dengan menggunakan teknik studi pustaka.


(62)

E. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian ini adalah obyek penelitian yang masih relatif luas yaitu dalam hal “pengelolaan” dimana melibatkan banyak sekali aspek mulai dari apa yang dikelola, siapa yang mengelola, hingga bagaimana prosesnya (yang juga meliputi banyak prosedur dan tahapan) sedangkan waktu penelitian yang dimiliki terbatas, sehingga masih terdapat kekurangan dalam penelitian ini yaitu tidak ada pembahasan mengenai aspek pendanaan (anggaran pengelolaan).

Selanjutnya, keterbatasan mengenai akses data, dimana tidak semua data yang dibutuhkan bisa dengan mudah diakses oleh Penulis meskipun sebenarnya ada, contohnya adalah data kualifikasi petugas di IFRS dan data obat-obatan yang dikembalikan atau di-retur ke distributor. Padahal dengan adanya data tersebut bisa mendukung dan menguatkan pembahasan dalam penelitian.

Keterbatasan berikutnya adalah adanya ketidaksesuaian antara definisi operasional “limbah farmasi” antara Penulis dengan pihak RSUD, dimana kemasan obat yang pada teori-teori sebelumnya digolongkan ke dalam limbah farmasi (dan oleh Penulis juga diterapkan sebagai definisi operasional penelitian) tidak dianggap demikian oleh pihak RSUD karena limbah kemasan obat digolongkan ke dalam limbah medis umum termasuk juga pendataan dan cara penanganannya. Karena hal itu maka data pemusnahan kemasan obat tidak bisa secara khusus ditelaah sebagai limbah farmasi sehingga pada tahun-tahun setelah 2006 tidak ada data pengelolaan limbah farmasi secara internal.

Penulis berharap semoga keterbatasan-keterbatasan dalam penelitian ini dapat diperbaiki atau lebih difokuskan pada penelitian-penelitian selanjutnya.


(63)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Profil Limbah Farmasi Berdasarkan Sumber/Produsen

Limbah farmasi merupakan salah satu jenis limbah medis padat yang dikelola di RSUD Sleman, terdiri dari dua golongan yaitu limbah farmasi berupa obat-obatan, sediaan steril (di luar sitostatika) dan limbah farmasi berupa alat kesehatan/alkes. Namun, limbah alkes tidak termasuk dalam kajian penelitian ini.

Pada periode tahun 2006 –2012, RSUD Sleman mengelola limbah farmasi dari dua sumber yaitu internal dan eksternal. Limbah farmasi internal berasal dari sisa stok dropping dan dari stok IFRS, sedangkan limbah farmasi eksternal berasal dari instansi lain yang menggunakan jasa pemusnahan limbah farmasi di RSUD Sleman. Berdasarkan data pengelolaan limbah farmasi yang ditelaah Penulis dan dari hasil wawancara dengan narasumber, pada periode tahun 2006 – 2012, sumber limbah farmasi internal hanyalah dari sisa stok dropping

karena dengan adanya prosedur rumah sakit stok sediaan farmasi yang mendekati

Expired Date (ED) bisa dikembalikan ke distributor/PBF dengan penggantian barang atau uang, sehingga tidak ada kasus dari IFRS maupun unit pelayanan lain mengenai obat-obatan rusak atau kadaluwarsa yang harus dikelola hingga pemusnahan. Sayangnya, karena adanya keterbatasan penelitian maka data mengenai obat-obatan yang dikembalikan atau di-retur dari pihak IFRS ke distributor/PBF tersebut tidak bisa ditelaah dan dilampirkan oleh Penulis guna mendukung pembahasan dalam penelitian ini.


(64)

Dari data pengelolaan obat dengan sumber internal (sisa stok dropping) dan eksternal yang ditelaah Penulis, ada 94.418 item limbah farmasi berupa obat-obatan dan sediaan steril kadaluwarsa dan tidak terpakai. Pengelolaan limbah farmasi internal pada periode tersebut terbilang sangat sedikit (2,34%). Limbah farmasi yang dikelola di RSUD Sleman lebih banyak berasal dari eksternal (97,66%) karena adanya fasilitas jasa pemusnahan limbah. Dari wawancara yang dilakukan antara Penulis dengan Kepala ISRSUD Sleman, jasa pemusnahan limbah farmasi ini dinilai memiliki dampak positif bagi RSUD Sleman karena selain dapat meningkatkan keprofesionalitasan dalam pelayanan kesehatan dan pemeliharaan lingkungan, RSUD Sleman juga memperoleh pendapatan ekstra yang bisa dialokasikan untuk pemeliharaan fasilitas incinerator ataupun inventaris sanitasi.

Ada tiga instansi kesehatan eksternal yang mempercayakan pengelolaan limbah farmasi-nya kepada RSUD Sleman pada periode tahun 2006 – 2012, yaitu Puskesmas Mlati II Sleman yang memusnahkan limbah farmasi-nya pada tahun 2008, Pusat Rehabilitasi YAKKUM yang memusnahkan limbah farmasi-nya pada tahun 2009, dan Puskesmas Seyegan yang memusnahkan limbah farmasinya pada tahun 2008 hingga 2011. Selama periode tahun 2006 – 2012 tersebut, Puskesmas Mlati II Sleman memusnahkan 5,22% limbah farmasi, Puskesmas Seyegan 6,43% limbah farmasi, dan Pusat rehabilitasi YAKKUM memusnahkan paling banyak yaitu 86 % limbah farmasi.


(65)

Tabel V. Data limbah farmasi yang dikelola di RSUD Sleman periode tahun 2006 – 2012 berdasarkan sumber/produsen

Sumber th.

2006 th. 2007 th. 2008 th. 2009 th. 2010 th. 2011 th. 2012 ∑

item %

Internal

RSUD Sleman

(dropping) 2211 − − − − − − 2211 2,34

Eksternal

a. Puskesmas Mlati II − − 4930 − − − − 4930 5,22

b. Puskesmas Seyegan − − 178 570 2873 2452 − 6073 6,43

c. P.R. YAKKUM − − − 81204 − − − 81204 86,00

Total 2211 − 5108 81774 2873 2452 − 94418 100,00

Dari tabel tersebut, bisa dilihat bahwa pada tahun 2006, tidak terdapat dokumen pengelolaan limbah farmasi eksternal. Keseluruhan limbah farmasi yang dikelola merupakan internal RSUD Sleman, akan tetapi bukan merupakan stok IFRSUD Sleman sendiri melainkan sisa stok sediaan farmasi dan steril dropping

(berasal dari donasi gempa) yaitu sebanyak 2211 item (2,34%).

Peneliti tidak mendapatkan adanya dokumen pengelolaan obat pada tahun 2007. Namun, berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti dengan narasumber, bila tidak ada data bukan berarti sama sekali tidak dilakukan pengelolaan limbah farmasi karena secara teori limbah farmasi yang dimaksud tidak hanya berupa obat-obatan, sediaan steril, ataupun alkes, tetapi juga kemasan obat itu sendiri. Hampir setiap hari di RSUD Sleman selalu dihasilkan limbah kemasan obat yang berasal dari gudang obat, apotek, laboratorium, maupun bangsal-bangsal perawatan pasien, sehingga setiap harinya pasti ada saja limbah kemasan obat yang dimusnahkan. Namun, oleh pihak RSUD Sleman limbah farmasi yang hanya berupa kemasan obat saja digolongkan ke dalam limbah medis umum. Pengumpulan, pewadahan, penimbangan, pencatatan, dan


(66)

pemusnahannya menjadi satu dengan limbah medis umum. Pelaporannya bukan berupa berita acara pemusnahan obat, akan tetapi hanya dimasukkan ke dalam Buku Laporan Incinerator yang memuat informasi tentang hari dan waktu pemusnahan, asal dan volume limbah, penanganan yang dilakukan, dan petugas terkait. Karena praktek yang demikian tersebut maka Penulis tidak bisa menyinkronkan antara definisi operasional Penulis mengenai “limbah farmasi” dengan definisi limbah farmasi di RSUD Sleman menurut prakteknya, dan juga tidak bisa melakukan analisis terhadap limbah farmasi berupa kemasan obat dan menyajikannya dalam tabel karena pendataannya sudah bercampur dengan limbah medis lainnya.

Pada periode tahun 2008, berdasarkan data yang diperoleh, limbah farmasi yang dikelola di RSUD Sleman berasal dari dua sumber eksternal, yaitu Puskesmas Seyegan dan Puskesmas Mlati II Sleman dengan total 5.108 item. Dari Puskesmas Mlati II Sleman ada 4.930 item sedangkan dari Puskesmas Seyegan ada 178 item limbah farmasi. Pada tahun 2009 limbah farmasi yang dikelola di RSUD Sleman juga berasal dari sumber eksternal yaitu Puskesmas Seyegan dan Pusat Rehabilitasi YAKKUM dengan total 81.774 item. Dari Puskesmas Seyegan ada 570 item limbah farmasi, sedangkan dari Pusat Rehabilitasi YAKKUM ada 81.204 item limbah farmasi, yang merupakan sisa stok obat-obatan dropping

pasca gempa Yogya. Pada tahun 2010, limbah farmasi yang dikelola di RSUD Sleman berasal dari Puskesmas Seyegan dengan total 2.873 item. Selanjutnya, sumber eksternal mempercayakan pengelolaan limbah farmasi kepada RSUD Sleman pada tahun 2011 adalah Puskesmas Seyegan, sebanyak 2.452 item.


(67)

Untuk tahun 2012 penulis mengalami kesulitan dalam memperoleh data pengelolaan limbah farmasi di RSUD Sleman. Hal ini disebabkan karena pada tahun ini, hingga penelitian selesai dilakukan belum disusun arsip berita acara pemusnahan obat dari sumber eksternal. Namun, berdasarkan wawancara terhadap narasumber, pada tahun ini tetap dilakukan pengelolaan secara internal, hanya terhadap kemasan-kemasan obat saja, sehingga tidak menjadi pembahasan.

B. Profil Limbah Farmasi Berdasarkan BSO/Satuan dan Jenis Kemasan

Bentuk sediaan obat (BSO) atau satuan obat dan sediaan steril yang dikelola di RSUD Sleman baik dari sumber internal maupun eksternal selama periode tahun 2006 – 2012 terdiri dari bermacam-macam jenis. Ada yang padat, semi padat, maupun cair dan dikemas dalam berbagi jenis wadah. Berikut ini adalah tabel yang menyajikan data limbah farmasi yang dikelola di RSUD Sleman periode tahun 2006 – 2012 baik berdasarkan BSO/satuan dan jenis kemasan:

Tabel VI. Data limbah farmasi yang dikelola di RSUD Sleman periode tahun 2006 – 2012 berdasarkan BSO/satuan dan jenis kemasan obat

Dapat dilihat bahwa BSO padat terbanyak yang dikelola adalah berupa tablet dengan jumlah 82.633 item, dimana ferous Sulfas merupakan item tablet terbanyak yaitu 28.000 dari keseluruhan. BSO padat terbanyak kedua berupa kapsul yaitu 8.666 item, dimana Moxilen® 250 merupakan merk dagang kapsul terbanyak yaitu 6.000 item dari keseluruhan.


(1)

Lampiran 6.

Mapping Competency

Petugas ISRSUD Sleman

Keterangan kriteria skill: (kolom skill diisi dengan angka 1=pemula, 2=masih perlu supervisi, 3=tidak perlu supervisi, 4=ahli)

Ka. Instalasi Sarana Sanitasi

1. Kemampuan memimpin

2. Kemampuan mendelegasikan tugas 3. Kemampuan membuat rencana kerja 4. Kemampuan mengoperasikan alat 5. Kemampuan analisa masalah 6. Kemampuan pemecahan masalah 7. Kemampuan memahami standar aturan

Penanggung jawab kebersihan

1. Kemampuan melakukan pengawasan 2. Kemampuan mendelegasikan tugas 3. Kemampuan mengoperasikan alat 4. Kemampuan melakukan penataan

lingkungan

5. Kemampuan mendekorasi taman 6. Kemampuan menjalankan & pahami tugas 7. Kemampuan bekerja sama

Sanitarian

1. Kemampuan melakukan pemantauan lingkungan

2. Kemampuan melakukan teknik sampling 3. Kemampuan pengoperasionalan alat 4. Kemampuan inspeksi sanitasi 5. Kemampuan membuat rencana kerja 6. Kemampuan analisa masalah 7. Kemampuan pemecahan masalah

Supervisor Laundry

1. Kemampuan mengawasi aktivitas pengelolaan laundry

2. Kemampuan membuat rekapan jumlah cucian

3. Kemampuan membuat usulan kebutuhan linen

4. Kemampuan membuat laporan PPI 5. Kemampuan mengecek hasil cucian selesai

diproses

6. Kemampuan bekerja sama Jabatan

Pendidikan

Pengalaman

(tahun) Skill Rekomendasi Std Aktual Std Aktual 1 2 3 4 5 6 7

Ka Instalasi Sanitasi RS Sanitasi Ruang & Bangunan

S1 S1 SKM

5 23 4 4 4 4 4 4 4 Pelatihan manajemen SDM

Sterilisasi, desinfeksi & Kebersihan Lingkungan

D III

D IV

3 14 4 4 4 4 4 4 4

Pelatihan ahli K3

Pengendalian Serangga D III S 1 3 5 3 2 3 2 2 2 2 Pelatihan ilmu sanitasi

Pengl. Limbah Cair D III D III 3 5 4 4 3 3 2 2 2

Pelatihan Manajemen Sanitasi

Pengl. Limbah Padat D III D III 3 5 4 4 3 3 2 2 2 Pelat. Manj. Sanitasi Penyediaan Air Bersih D III D III 3 3 2 3 3 2 2 2 2 Pelat. Manj. Sanitasi Supervisor Laundry 1 D III SLTA 3 26 4 4 4 4 4 4 4 Pelat. Manj.Laundry Supervisor Laundry 2 D III SLTA 3 5 2 2 2 2 2 2 2 Pelat. Manj.Laundry


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Penulis bernama lengkap

Fitriana Annisa

Stya

Ningrum, lahir di

Yogyakarta

pada tanggal

28

Desember

1987

sebagai

anak

bungsu

dafi

dua bersaudara.

Penulis

merupakan malrasiswa

Sl

fakultas farmasi

angkatan

2046

Universitas Sanata

Dharma

Yogyakarta

dengan

konsentrasi

jurusan

yaitu

farmasi komunitas

klinik

(FKK).

Sebelum

menjadi

mahasiswa

Sl

farmasi, Penulis

menempuh

jelnependidikan

di

TI(

Sukro

Krido

(1992-1994),

SD Negeri

Klodangan

(tahun 1994-20ffi), SLTP Negeri

9

Yogyakarta

(tahun

z0ffi-

,

2003),

dan

SMANegeri

8

Yogyakarta (tahun 2003-2006).

Sebagai mahasiswa

farmasi, Penulis

pemah

mengikuti ajang

Program

Kreatifitas

Mahasiswa

(PKM)

yang diadakan oleh

DIKTI

pada

tahun 2008

sampai

ke tingkat

DIY-Jateng

bersama

dengan

tim

penelifrannya membawakaa

tema

penelrtian

tentang

insektisida alami dari

daun

tembakau.

Selain berstatus

sebagai

matrasisw4

Penulis yang menggemari

dunia tulis-menulis

dan

menggambar

ini

juga

bekerja

secara

free

lance

dalam

penulisan

dan

penyusunan

Laporan Tahunan/Tutup

Bukubeberapakoperasi simpanpinjam di kabupaten

Sleman.