Kesesuaian Pengelolaan Limbah Farmasi dengan Prosedur Rumah Sakit

organisasi lampiran 7. berdasarkan penelaahan data yang dilakukan Penulis, sub bagian penanggung jawab gudang dan entry data adalah yang paling krusial yang terkait dengan pengelolaan stok dan limbah farmasi secara langsung khususnya dalam hal administrasi pelaporan dan penghapusan perbekalan farmasi, dibantu oleh sub bagian penanggung jawab pelayanan farmasi dan bagian adminitrasi dan staf. Pendidikan dan pelatihan adalah suatu proses atau upaya peningkatan pengetahuan dan pemahaman di bidang kefarmasian atau bidang yang berkaitan dengan kefarmasian secara kesinambungan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan di bidang kefarmasian Depkes, 2004. Dalam hal pelatihan, petugas IFRSUD Sleman paling sering mengikuti pelatihan tentang farmasi klinik dan manajemen farmasi rumah sakit. Adanya pelatihan ini berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan petugas IFRS mengenai pengelolaan stok dan limbah farmasi, misalnya tentang penggolongan jenis dan sumber limbah farmasi, perbedaan pengertian antara kadaluwarsa dan tidak terpakai, pendataan dan penandaanpelabelan limbah farmasi, prosedur dan proses pengelolaan limbah farmasi, dan upaya-upaya yang bisa ditempuh dalam minimisasi limbah farmasi misalnya FIFO, FEFO, anjuran peresepan, yang dapat diketahui hasilnya dari proses wawancara. Dari hasil wawancara, Penulis bisa mengetahui bahwa petugas IFRSUD Sleman cukup paham tentang hal-hal tersebut. Namun, untuk pemahaman proses pengelolaan limbah farmasi hanya sampai pada proses pelabelan dengan informasi dasar sumber dan isi, sedangkan proses setelah diangkut ke sanitasi kurang begitu paham karena belum pernah mengikuti pelatihan khusus mengenai pengelolaan limbah farmasi. Meskipun demikian, di dalam pelatihan manajemen farmasi IFRS diberikan materi tentang administrasi penyimpanan, pelaporan, dan penghapusan dalam hal ini termasuk pendataan, pengecekan, dan pelabelan perbekalan farmasi sehingga secara tidak langsung merupakan upaya minimisasi limbah farmasi mulai dari sumber. Selanjutnya, evaluasi kesesuaian pengelolaan limbah farmasi dari aspek SDM di ISRS terangkum dalam tabel berikut : Tabel VIII. Evaluasi Pengelolaan Limbah Farmasi dari Aspek SDM di ISRS No. Aspek Standar pembanding Kesesuaian Keterangan 1 Struktur organisasi KepMenKes RI Nomor: 1204MENKESSKX2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan Rumah Sakit sesuai telah mencerminkan pengorganisasian usaha manajemen sanitasi rumah sakit 2 Kualifikasi petugas KepMenKes RI Nomor: 1204MENKESSKX2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan Rumah Sakit, Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia DepKes RI, 1994 sesuai terdapat dokumen Mapping Competency yang berisi informasi nama, jabatan dari Kepala sampai penanggungjawab, pendidikan aktual maupun standar, pengalaman aktual maupun standar, kolom tingkatan skill, dan rekomendasi pelatihan. 3 Uraian tugas KepMenKes RI Nomor: 1204MENKESSKX2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan Rumah Sakit sesuai terdapat dokumen uraian tugas masing- masing jabatan dan juga ketugasan lain kerja sama antar bidang 4 Pelatihan petugas KepMenKes RI Nomor: 1204MENKESSKX2004 dan dokumen Pedoman Sanitasi Rumah Sakit sesuai sudah pernah mendapatkan dan sering mengikuti pelatihan manajemen sanitasi khususnya pengelolaan limbah dan pengambilan sampel limbah 5 Pengetahuan Pedoman sanitasi rumah sakit cukup paham ISRSUD Sleman cukup paham mengenai apa saja yang termasuk dalam limbah farmasi, darimana sumbernya, pendataan pemusnahan limbah farmasi, kelengkapan berita acara, dan proses penelolaan mulai dari pemisahan dan pengumpulan hingga pemusnahan untuk limbah medis secara umum saja, pengoperasionalan dan perawatan incinerator, tetapi pengetahuan tentang jenis kemasan ampul yang tidak boleh dibakar masih kurang. Dari tabel di atas, struktur organisasi ISRSUD Sleman telah sesuai dengan ketentuan yang mencerminkan pengorganisasian usaha manajemen sanitasi rumah sakit dengan wadah kegiatan yang terdiri dari unsur: pimpinan layanan sanitasi, teknis sanitasi penanggung jawab bidang-bidang yang berada langsung di bawah Pimpinan ISRS yang mewakili persyaratan dan tata laksana penanganan limbah medis maupun nonmedis, dan penunjang layanan sanitasi admin dan logistik. Teknis sanitasi antara lain: penanggung jawab limbah cair, limbah padat, sterilisasi, pengendalian air bersih PAB, pengendalian serangga, sanitasi ruang dan bangunan, dan penanggung jawab laundry lampiran 5. Dari aspek kualifikasi petugas, kualifikasi sanitarian di RSUD Sleman telah memenuhi persyaratan lampiran 6 yaitu: a. Penanggung jawab kesehatan lingkungan di rumah sakit tipe B adalah seorang tenaga yang memiliki kualifikasi sanitarian serendah-rendahnya berijazah sarjana S1 di bidang kesehatan lingkungan, teknik lingkungan, biologi, teknik kimia, dan teknik sipil. Secara standar, ISRSUD Sleman menetapkan jenjang pendidikan minimal S1, dan secara aktual Pimpinan ISRSUD Sleman adalah lulusan S1 SKM dengan pelatihan manajemen SDM. b. Limbah dari tiap unit pelayanan fungsional dalam rumah sakit dikumpulkan oleh tenaga perawat khususnya yang menyangkut pemisahan limbah medis dan non medis, sedang ruang lain dapat dilakukan oleh tenaga kebersihan. Di RSUD Sleman, pengumpulan kemasan obat ditangani langsung oleh perawat sedangkan bila berupa sediaan farmasi yang mendekati tanggal kadaluwarsa akan dikembalikan dan dikelola oleh IFRS. c. Proses pengangkutan limbah dilakukan oleh tenaga sanitasi dengan kualifikasi SMP ditambah latihan khusus. d. Pengawasan pengelolaan limbah rumah sakit dilakukan oleh tenaga sanitasi dengan kualifikasi D1 ditambah latihan khusus. Penanggungjawabpengawas pengelolaan sampah di RSUD Sleman baik itu berupa limbah padat maupun limbah cair memiliki standar kualifikasi lulusan DIII dengan pelatihan manajemen sanitasi. Dari aspek uraian tugas, ISRSUD Sleman telah memiliki dokumen uraian tugas yang jelas. Untuk pengelolaan limbah farmasi sendiri merupakan tugas dari penanggung jawab pengelolaan limbah medis padat dibantu oleh penanggung jawab kebersihan lingkungan dan tenaga kebersihan, serta bagianpenanggungjawab lain yang ditunjuk atau ditugaskan lampiran 7. Untuk aspek pendidikan dan pelatihan, petugas ISRSUD Sleman paling sering mengikuti pelatihan manajemen sanitasi pengelolaan limbah dan pengambilan sampel limbah bersama dengan Tim PPI lainnya seperti dokter dan perawat. Pelatihan eksternal diadakan tiga kali setahun, sedangkan pelatihan internal satu hingga dua kali setahun. Selain ISRS, dokter, dan perawat, IFRSUD Sleman termasuk juga dalam tim PPI tetapi belum pernah mengikuti pelatihan pengelolaan limbah bersama tim PPI lainnya. Pada aspek pengetahuan petugas, selain harus mengetahui jenis, sumber, dan pendataan limbah farmasi, ISRSUD Sleman juga wajib mengetahui tahapan pengelolaan limbah farmasi tersebut mulai dari pengumpulan hingga pemusnahan, serta bagaimana mengopersionalkan dan melakukan perawatan incinerator. Dari hasil wawancara, Penulis mendapatkan informasi yang cukup jelas mengenai pengetahuan petugas tentang proses pengelolaan limbah farmasi, terutama mulai dari tahapan pengangkutan hingga pemusnahan dan pembuangan, dan juga pengoperasionalan dan perawatan incinerator. Hal ini disebabkan karena untuk proses pengumpulan limbah farmasi hingga proses pelabelan merupakan tanggung jawab IFRS dan petugas unit pelayananbangsal, dan biasanya setelah melalui proses pengangkutan limbah hanya disimpan maksimal 24 jam untuk dimusnahkan, tidak ada perlakuan lagi sebelumnya untuk menghindari resiko paparan terhadap petugas. Pembahasan selanjutnya akan mengevaluasi secara teoritis tentang kesesuaian antara prosedur rumah sakit yang terkait dengan pengelolaan limbah farmasi di RSUD Sleman dengan standar pembanding. RSUD Sleman sendiri telah memiliki suatu SPO dengan judul dokumen “PEDOMAN MUTU SISTEM MANAJEMEN MUTU SMM 9001 : 2008 RSUD SLEMAN” yang disusun berdasarkan Keputusan Direktur No. 308Kep.Dir2011 tanggal 1 November 2011 tentang pembuatan SPO di lingkungan RSUD Sleman, dan Keputusan Direktur No. 012Kep.Dir2012 tanggal 2 Januari 2012 tentang pemberlakuan SPO di lingkungan RSUD Sleman. SPO tersebut merupakan update version pada tahun 2010 dari versi sebelumnya yang telah memperoleh sertifikat ISO 9001:2000. SPO ini didukung dengan adanya sertifikat Komisi Akreditasi Rumah Sakit nomor: KARS-SERT92X201, dengan status terakreditasi: LULUS TINGKAT LENGKAP, berlaku 3 tiga tahun mulai tanggal 12 Oktober 2011 sampai dengan 12 Oktober 2014, dimana sertifikat tersebut pada dasarnya adalah pengakuan telah terpenuhinya standar pelayanan rumah sakit yang meliputi enam belas pelayanan, termasuk pelayanan Farmasi, Kesehatan dan Keselamatan kerja K3, dan pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi PPI di rumah sakit yang berkaitan dengan pengelolaan limbah farmasi rumah sakit oleh IFRS dan ISRS. Ada empat SPO RSUD Sleman yang berkaitan dengan pengelolaan limbah farmasi. Berikut adalah rangkumannya dalam bentuk tabel: Tabel IX. Evaluasi kesesuaian prosedur rumah sakit dan praktek pengelolaan limbah farmasi dengan standar pembanding CPFB tahun 2011 Judul SPO Prosedur dan praktek Standar Pembanding Kesesuaian Keterangan SPO Penetapan Identifikasi Waktu Expired Date ED ObatAlkes a. pencatatan waktu ED pada kartu stok dan buku ED √ √ CPFB 2011 No. A-07 tentang Pemeriksaan Tanggal Kadaluwarsa sesuai tujuan: agar obatalkes yang ED kurang dari enam bulan dapat diketahui sehingga dapat menghindari penggunaan obat yang tidak terjamin mutu, stabilitas, potensi, dan keamanannya. selama periode penelitian, prosedur ini hanya berlaku untuk limbah farmasi yang berasal dari stok IFRS point d bisa dilakukan berdasarkan PBF berikut faktur dan berdasarkan BSO b. penyimpanan stok secara FIFOFEFO untuk distribusi pelayanan, √ c. pengecekan setiap bulan, √ d. pemilahan dan pendataan stok yang belum dekat ED dan yang sudah dekat ED, √ e. stok dengan ED kurang dari 6 bulan harus dikembalikan ke IFRS untuk distribusi dengan anjuran peresepan √ f. stok dengan ED maksimal 1 bulan lagi harus sudah dikembalikan ke distributor √ SPO Pemusnahan Obat RusakResepArsip a. inventarisasi dan laporan stok, resep, dan arsip kadaluwarsa kepada Direktur RS, √ CPFB 2011 No. E-02 tentang pemusnahan sediaan farmasi dan alkes sesuai tujuan : agar arsip IFRSUD tidak menumpuk dan obat yang rusak tidak digunakan oleh pihak lain tidak ada observasi, tapi dari hasil wawancara telah dilakukan sesuai prosedur selama periode penelitian, prosedur ini hanya berlaku untuk limbah farmasi yang berasal dari dropping Tim Pemeriksaan : IFRS, Instalasi Pemeliharaan ISRS, Wakil Managemen RSUD, Petugas dari BPKKD, KPDL, dan Admin Pemerintahan. b. usulan pembentukan Tim Pemeriksa, √ c. rapat dan pembuatan berita acara pemeriksaan, √ d. usulan ijin pemusnahan dari IFRS melalui Direktur kepada Bupati, √ e. pembentukan dan rapat Tim Pemusnah, √ f. kegiatan dan pembuatan berita acara pemusnahan √ Lanjutan SPO Penanganan Limbah Farmasi a. Pengumpulan botol suntikansyrupinfusan bekas pemakaian pasien di bangsal dalam kantong khusus limbah farmasi x CPFB 2011 No. A-08 Pengelolaan sediaan farmasi dan alkes yang telah kadaluwarsa sesuai tujuan: agar tidak terjadi penyalahgunaan dan tidak terjadi paparan obat point a kantong khusus limbah farmasi menggunakan kantong khusus limbah infeksius prosedur berlaku hanya untuk limbah farmasi dari unit pelayananbangsal berupa kemasan dan karena kemasan digolongkan dalam limbah medis umum maka tidak dibahas lebih lanjut b. Semua botol bekaspipet maupun alat injeksi untuk imunisasi di poliklinik dikumpulkan ke dalam wadah khusus limbah imunisasi hingga cukup 23 wadah √ c. Setelah kantong penuh, diserahkan kepada petugas ISRS yang bertugas di bagian bangsal maupun poliklinik untuk dimusnahkan di incinerator √ SPO Pemusnahan Limbah Farmasi a. Identifikasi stok ED oleh IFRS, pewadahan sesuai jeniskategori limbah, √ CPFB 2011 No. E-02 tentang pemusnahan sediaan farmasi dan alkes sesuai tujuan: limbah obat yang dibuang atau dimusnahkan tidak menimbulkan resiko paparan pada petugas dan lingkungan selama periode penelitian, prosedur hanya berlaku pada sisa stok sediaan farmasi yang berasal dari dropping b. laporan kepada Tim Pemeriksa, √ c. pengajuan izin pemusnahan, √ d. koordinasi dengan Tim Pemusnah, √ e. pemusnahan menggunakan incinerator √ Keterangan : Tanda √ = sudah dilakukan dalam praktek sesuai dengan prosedur SPO-SPO tersebut dievaluasi secara teoritis menggunakan standar pembanding CPFB tahun 2011 karena dalam penelitian tidak memungkinkan dilakukannya observasi terhadap kegiatan administrasi penghapusan perbekalan farmasi di RSUD Sleman yang bersifat retrospektif tahun 2006. Pada prakteknya, berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber, pengelolaan perbekalan dan limbah farmasi telah diterapkan sesuai SPO, kecuali berdasarkan hasil observasi Penulis untuk pengelolaan limbah farmasi dari bangsal yang hanya berupa kemasan obat, infusan, botol infus tidak menggunakan kantong khusus limbah farmasi, tetapi kontainerwadah yang digunakan adalah kantong khusus limbah medis umum dengan logo limbah infeksius. 2. Kesesuaian dari aspek proses Berdasarkan studi pustaka yang dilakukan oleh Penulis, proses pengelolaan limbah farmasi yang baik dan benar terdiri dalam beberapa tahap yaitu: pemisahan dan pengumpulan, pemilahan, pelabelan, penyimpanan sementara, pengangkutan, pemusnahan dan pembuangan akhir limbah. Namun, dari hasil wawancara terhadap narasumber dan juga berdasarkan hasil observasi Penulis tidak semua tahapan tersebut dilakukan dalam pengelolaan limbah farmasi di RSUD Sleman. Tahapan pengelolaan limbah farmasi yang dilakukan di RSUD Sleman tergantung dari sumber limbah itu sendiri: a. Limbah farmasi yang berasal dari dropping: mengalami keseluruhan proses pengelolaan limbah farmasi, dilakukan atas kerjasama IFRS, ISRS, bersama tim Pemeriksa dan Pemusnah lainnya dengan izin resmi dari Bupati. Observasi tidak dapat dilakukan oleh Penulis karena RSUD Sleman terakhir mengelola limbah farmasi dropping pada tahun 2006. Namun, dari hasil wawancara dengan narasumber, semua tahapan dilakukan sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku. b. Limbah farmasi yang berasal dari stok IFRSUD Sleman: stok sediaan farmasi hanya mengalami proses pemisahan dan pengumpulan, pemilahan, dan pelabelan sesuai prosedur “Penetapan Identifikasi Waktu Expired Date ED ObatAlkes” untuk kemudian dikembalikan ke distributorPBF sebelum kadaluwarsa dan menjadi limbah farmasi. c. Limbah farmasi yang berasal dari sumber eksternal: hanya mengalami proses dari pengangkutan dilengkapi dengan dokumen resmi hingga pemusnahanpembakaran di incinerator, yang semuanya dilakukan oleh ISRS tanpa melibatkan IFRS. Observasi tidak dilakukan karena pada saat penelitian dilakukan Juni - Juli 2012 tidak ada pengelolaan limbah farmasi dari sumber eksternal. Prakteknya mengikuti prosedur “Pemusnahan Sampah Medis” RSUD Sleman, yaitu sebagai berikut: Gambar 2. Prosedur pemusnahan sampah medis menurut SPO RSUD Sleman Limbah farmasi eksternal yang dikirim ke RSUD Sleman diangkut ke tempat penyimpanan sementara TPS menggunakan troli sampah medis. Troli sampah medis ini berupa box plastik yang terbuat dari bahan kedap air tetapi mudah dibersihkan dengan tinggi kurang lebih satu meter, memiliki tutup, memiliki roda di samping kiri dan kanan bawah, berwarna kuning dengan logo biohazard dan tulisan “troli sampah medis”. Dari hasil observasi Penulis, troli sampah medis di RSUD Sleman ini masih dalam kondisi bagus, dimana tidak terdapat kebocoran dan juga tidak menimbulkan kebisingan pada saat dijalankan. Untuk jalur lintasan pengangkutan limbah medis RSUD Sleman belum memiliki jalur khusus karena sejauh ini masih menggunakan jalur umumkoridor untuk staf, pengunjung, dan pasien. Dalam proses pengangkutan ini petugas pelaksana wajib mengenakan alat perlindungan diri APD minimal sarung tangan, masker kain, dan sepatu boot agar tidak terpapar oleh limbah yang diangkut. Gambar 3. Troli kereta dorong untuk mengangkut sampah medis termasuk limbah farmasi Setelah diangkut, sampah disimpan di TPS yang masih berada di dalam kawasan instalasi incinerator. TPS tersebut berupa bangunan semen berbentuk bak persegi panjang bercat kuning dengan tinggi kurang lebih setengah meter dilengkapi pintu kayu kecil berkunci namun sudah agak rusak dan tutup seng yang dapat dibuka tutup dan disangga. Logo terdapat di dinding atas sebelah box TPS bertuliskan “TPS MedisInfeksius”. Lantai di sekitar TPS cukup permeable dan memiliki drainase yang cukup baik. Limbah berada di TPS maksimal 24 jam sebelum dimusnahkan untuk menghindari penumpukan. Gambar 4. TPS untuk limbah medis termasuk limbah farmasi yang terdapat di Instalasi Incinerator RSUD Sleman Kemudian sebelum dilakukan proses pembakaran menggunakan incinerator, tungku incinerator dibersihkan dengan cara mengeluarkan abu sisa pembakaran sebelumnya, ditimbang, dan dicatat beratnya. Dilanjutkan dengan penimbangan limbah medis yang akan dimusnahkan. Angka yang diperoleh nantinya akan dimasukkan ke dalam Buku Laporan Incinerator. Penimbangan sampah medis dan abu sisa pembakaran ini perlu dilakukan untuk menghitung efisiensi incinerator, dengan rumus: jumlah abu sisa pembakaran kg dibagi dengan jumlah sampah yang dibakar sebelumnya kg dikalikan 100. Gambar 5 . Proses penimbangan sisa abu dan sampah medis termasuk limbah farmasi yang akan dibakar oleh petugas pelaksana sebelum dibakar di incinerator Setelah penimbangan dan pencatatan selesai, dilakukan proses pemanasan pra-operasional terhadap incinerator dengan membakar sejumlah sampah medis yang mudah terbakar misalnya plastik dan kertas kemasan obat untuk optimasi kapasitas incinerator. Setelah itu baru dilakukan proses pembakaranpemusnahan dengan waktu pembakaran selama ± 1 jam, dan waktu pendinginan ± 1 hari. Incinerator yang tungku ganda untuk pembakaran sampah dan pembakaran asap dengan suhu yang tinggi 800 C sampai dengan 1200 C dan kapasitas tungku 50 – 90 kg. Incinerator tersebut sudah berusia sekitar 10 tahun tahun 1992 - 2012. Gambar 6 . Petugas pelaksana memasukkan sejumlah kantong plastik berisi limbah medis ke dalam tungku incinerator untuk dibakar Sisa abu pembakaran yang sudah aman bagi kesehatan ini akan dibuang ke tempat pembuangan akhir TPA bersama sampah non medis maksimal dua kali dalam satu minggu. TPA ini merupakan hasil penunjukkan dari pemerintah daerah, dan menurut wawancara TPA ini berlokasi di daerah Piyungan, tidak di dalam area rumah sakit karena RSUD Sleman belum memiliki lahan dan fasilitas untuk itu. Berkaitan dengan profil limbah farmasi, hal yang masih memerlukan peninjauan ulang disini adalah semua jenis kemasan limbah farmasi dimusnahkan menggunakan incinerator. Padahal menurut ketentuan WHO, kemasan seperti ampul tidak boleh di-insinerasi karena akan meledak, yang kemungkinan akan menyebabkan cedera pada operator dan kerusakan pada tungku incinerator. Lelehan kaca ampul juga akan menyumbat jeruji tungku jika suhu operasional melampaui titik leleh kaca. Ampul dapat dihancurkan di atas permukaan keras yang impermeabel misal beton atau dalam drum baja atau ember dengan menggunakan balok kayu keras atau palu. Yang terpenting, petugas harus menggunakan APD. Pecahan kaca harus disapu, ditempatkan dalam kontainer yang sesuai untuk benda tajam, disegelditutup, dan dibuang ke landfill. Cairan yang keluar dari ampul harus dilarutkan dan dibuangkan melalui IPAL. Menurut Standar Kompetensi Apoteker Indonesia, farmasis harus mampu melaksanakan pemusnahan sediaan farmasi sesuai peraturan perundang-undangan, sifat bahan, dan dampak lingkungan. Dalam hal ini belum ada himbauan dari pihak IFRS kepada ISRS terkait dengan pemusnahan ampul. Kemungkinan penyebabnya adalah pengetahuan petugas IFRSUD Sleman mengenai pengelolaan limbah farmasi setelah keluar dari gudang obat juga belum memadai karena belum pernah mendapatkan pendidikan dan pelatihan khusus mengenai pengelolaan limbah farmasi. Selain itu, dari pihak ISRS juga sepertinya kurang memperhatikan detail kecil ini, padahal jika ditinjau ulang bisa mengoptimalkan perawatan dan kerja mesin incinerator. Evaluasi pengelolaan limbah farmasi dari aspek proses dari uraian-uraian tersebut terangkum dalam tabel sebagai berikut: Tabel X. Evaluasi Pengelolaan Limbah Farmasi dari Aspek Proses Aspek proses Sasaran limbah Prosedur dan standar pembanding Kesesuaian Keterangan pemisahan dan pengumpulan Internal dropping dan stok IFRS a. SPO Penetapan Identifikasi Waktu Expired Date ED ObatAlkes b. CPFB 2011 No. A-07 tentang Pemeriksaan Tanggal Kadaluwarsa c. KepMenKes RI Nomor: 1204MENKESSKX2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit persyaratan minimisasi limbah farmasi sesuai ada prosedur pengecekan dan pencatatan terhadap stok sediaan farmasi secara berkala atau pada setiap pengambilan, dan ada pula pemisahan dan penandaan terhadap sediaan farmasi yang mendekati ED, penggunaan secara FIFO dan FEFO Lanjutan pemilahan Internal dropping dan stok IFRS a. SPO Penetapan Identifikasi Waktu Expired Date ED ObatAlkes b. CPFB 2011 No. A-07 tentang Pemeriksaan Tanggal Kadaluwarsa sesuai pemilahan berdasarkan kemanfaatan obat dekat ED tapi masih bisa digunakan, PBF, dan bentuk sediaan obat pelabelan Internal dropping dan stok IFRS a. CPFB 2011 No. A-07 tentang Pemeriksaan Tanggal Kadaluwarsa b. KepMenKes RI Nomor: 1204MENKESSKX2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit tabel pewadahan berdasarkan kategori limbah cukup sesuai pelabelan untuk stok perbekalan farmasi di IFRS yang dekat ED dengan penandaan di etalase khusus dengan kartu stok dan spidol marker. Pelabelan untuk dikirim ke ISRS masih minim info dasar sumber dan jenisisi limbah pengangkutan Internal dropping dan Eksternal KepMenKes RI Nomor: 1204MENKESSKX2004 cukup sesuai ada jasa pemusnahan limbah farmasi bagi eksternal yang belum memiliki fasilitas pengelolaan limbah pengangkutan menggunakan troli khusus medis sesuai kondisi yang dipersyaratkan petugas pengangkut menggunakan APD belum ada jalur khusus pengangkutan limbah menuju TPS penyimpanan sementara Internal dropping dan Eksternal KepMenKes RI Nomor: 1204MENKESSKX2004 cukup sesuai sesuai = limbah berada di TPS maksimal 24 jam pewadahan kemasan obat masih menggunakan kantong limbah infeksius perbaikan = pintu TPS sudah mulai rusak pemusnahan dan pembuangan Internal dropping dan Eksternal a. No. E-02 28 Oktober 2011 tentang pemusnahan sediaan farmasi dan alkes b. KepMenKes RI Nomor: 1204MENKESSKX2004, c. Pedoman Cara Pembuangan Secara Aman Obat-obatan Tak Terpakai Saat dan Pasca Kedaruratan WHO 99 cukup sesuai limbah farmasi tidak dibuang sebelum ada pengelolaan yang aman menggunakan incinerator sediaan dalam kemasan ampul dan vial masih dimusnahkan menggunakan incinerator dan belum ada peninjauan ulang dari IFRS maupun ISRS belum sesuai denan standar pembanding c.

D. Peran dan Fungsi IFRS dalam Pengelolaan Limbah Farmasi

Secara umum, IFRSUD Sleman memiliki peran sebagai pengelola stok perbekalan farmasi melalui berbagai siklus kegiatan manajemen farmasi mulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta evaluasi stok obat-obatan yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan. Fungsi tenaga kefarmasian dalam hal ini adalah untuk menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian dan menjalankan pengawasan stok obat berdasarkan aturanprosedur yang berlaku. Dari peran dan fungsi tersebut maka kualitas dari obat-obatan yang didistribusikan bisa terjaga sehingga pada akhirnya mampu meningkatkan layanan mutu kefarmasian RSUD Sleman. Selain itu peran IFRSUD Sleman adalah tergabung dalam komite pencegahan dan pengendali infeksi PPI di rumah sakit. Dengan menjalankan fungsinya sebagai pengelola perbekalan farmasi dengan baik, secara tidak langsung IFRS telah menerapkan upaya minimisasi limbah farmasi dari sumbernya, hal ini mendukung peran IFRS sebagai tim PPI karena menghindarkan pasien dari meluasnya potensi bahaya limbah farmasi.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. a. Profil limbah farmasi di RSUD Sleman pada periode tahun 2006 – 2012 berdasarkan sumberprodusen limbah mempunyai total 94.418 item yang dihasilkan dari dua sumber yaitu sumber internal sejumlah 2.211 item 2,34 berupa obat-obatan dropping yang dikelola pada tahun 2006, dan sumber eksternal sejumlah 92.207 item 97,66 dari tiga instansi kesehatan luar, dengan Pusat Rehabilitasi YAKKUM sebagai sumberprodusen limbah farmasi terbesar 86 dalam satu kali pengelolaan yaitu pada tahun 2009. b. Tidak adanya data pengelolaan limbah farmasi internal yang berasal dari stok IFRSUD Sleman mengindikasikan bahwa IFRSUD Sleman telah menerapkan prosedur dan melaksanakan manajemen pengelolaan stok sediaan farmasi dengan baik, karena sebelum menjadi limbah, perbekalan farmasi yang hampir mendekati ED dikembalikan ke distributorPBF. 2. Profil limbah farmasi di RSUD Sleman pada periode tahun 2006 – 2012 berdasarkan BSOsatuan dan jenis kemasan obat adalah: sediaan padat terbanyak berupa tablet ferous sulfas dan kapsul Moxilen 250 ® , sediaan semi padat berupa oksitetra salep mata dan krim Chloramfecort-H ®, sedangkan untuk sediaan cair terbanyak berupa Tolak Angin ® sachet 15ml dan ampul 2 FDC Fase Intensif. 3. Secara keseluruhan, dari aspek SDM dan proses pengelolaan limbah farmasi di RSUD Sleman sesuai dengan prosedur rumah sakit dan standar pembanding, hanya masih terdapat beberapa kekurangan yang harus diperbaiki dan ditinjau ulang, seperti kurangnya pelatihan dan pendidikan pengelolaan limbah farmasi bagi IFRS untuk meningkatkan kompetensinya, belum adanya ketaatan dalam pewadahan menggunakan kantong khusus limbah farmasi, belum adanya jalur khusus untuk pengangkutan limbah, pintu TPS yang agak rusak, dan jenis kemasan ampul yang masih dimusnahkan menggunakan incinerator. 4. Peran IFRS dalam pengelolaan limbah farmasi adalah sebagai pengelola perbekalan farmasi dan adminstrasi penghapusan, dengan menjalankan fungsinya dalam mendata dan mengecek ED stok sediaan farmasi, memproses pengembalian obat ke distributorPBF, memproses ijin pemusnahan obat, hadir sebagai saksi pemusnahan, dan juga menyusun berita acara pemeriksaan dan pemusnahan limbah farmasi. Fungsi-fungsi tersebut secara tidak langsung mendukung peran IFRS sebagai tim PPI rumah sakit sebagai upaya minimisasi limbah farmasi agar potensi bahaya yang ditimbulkan tidak meluas.