114
Bahasa Indonesia XII Program Bahasa
L atihan
5.5
Akhirnya Ia pun memilih pergi
Barangkali di luar sana Dapat dijumpai
Kasih sayang yang diimpikan Perhatian yang dibutuhkan
Nah, sekarang coba Siapa yang salah
Sumber: 20 Lagu Terpopuler, Ebiet G. Ade volume 2 side B
Tuliskan teks naratif berbentuk puisi balada dengan tema bebas. Yang penting dalam puisi tersebut terdapat tokoh cerita, peristiwa
cerita, setting, dan suasana cerita Cerita boleh imajinatif dan boleh pula berangkat dari realitas.
2. Menulis Jenis Teks Naratif Berbentuk Prosa
Ada bermacam-macam teks naratif yang berbentuk prosa. Saat sekarang yang sangat populer dan banyak dijumpai adalah cerpen dan
novel. Pada zaman dahulu kita kenal dongeng dengan berbagai jenisnya dan sekarang ini banyak dituturkan kembali.
Cerpen adalah fragmen kehidupan dalam cerita imajinatif yang singkat, padat, mempunyai kesatuan waktu dalam cerita, independen, dan
tuntas. Bacalah cerpen berikut ini
Pahlawan Malam Karya: Eddy D. Iskandar
Hujan deras yang turun sejak jam setengah sebelas sudah mulai reda. Tidak terdengar lagi gelegar petir. Tidak terdengar lagi deru angin.
Tinggal kelam yang mencekam, diseling bunyi tiktak air yang jatuh dari genting dan pepohonan.
“Sekaranglah saatnya” bisik hati Markum. Perlahan ia bangkit dari tempat tidur. Berdiri menatap istri dan ketiga
anaknya yang lelap tidur. Aku harus berbuat sesuatu untuk mereka Aku tak akan bisa
mengubah nasib hanya dengan mengandalkan gaji sebagai ronda malam
Di unduh dari : Bukupaket.com
Mengisi Hidup dengan Berkreasi
115
Terbayang oleh Markum peristiwa seminggu yang lalu. Anaknya, Bodin, menangis karena dimarahi Ibu Kiki. Waktu itu Bodin mendorong
sepeda yang dinaiki Kiki, atas perintah Kiki. Bodin akan diberi pinjam. Agaknya Bodin begitu bersemangat mendorong sepeda Kiki, sehingga
Kiki tak bisa menguasai, lalu terjatuh. Ia tahu persis, Bodin anak yang baik. Pasti bukan dengan sengaja hendak mencelakakan Kiki atau
karena merasa iri Kiki punya sepeda. Kalau saja mengikuti hawa nafsu, ia ingin langsung mendatangi rumah orang tua Kiki. Ingin
mendampratnya, biar mereka tahu bahwa ia bukan pengecut. Biar semua tahu bahwa, waktu muda, ia adalah seorang jagoan yang ditakuti.
Bahkan hatinya begitu sedih bila mengingat sudah lama Bodin merengek minta dibelikan sepeda.
“Sampai kapan pun Bapak takkan mampu memenuhi permintaanmu. Din Kerja Bapak hanya sebagai ronda malam” bisik
hati Markum, sambil menatap wajah anaknya yang berusia lima tahun itu dengan mata berkaca-kaca.
“Ya, aku mesti berbuat sesuatu, Imah” Tekad Markum makin mantap. Pandangannya dialihkan kepada istrinya. Markum menghela
napas panjang, “Terlalu lama aku membuatmu menderita, Imah Aku telah banyak berbuat untuk menyelamatkan harta orang lain, tapi aku
tidak pernah mendapatkan, imbalan apa-apa, karena mereka sudah merasa cukup dengan membayar iuran ronda.”
Markum masih berdiri, seperti terpaku seakan sulit untuk beranjak dari tempatnya. Kemudian, Markum memandang sekeliling, sebuah
ruangan sempit, kamar tidur yang pengap diterangi lampu sepuluh watt. Rumah yang ditempati Markum memang sebuah rumah kecil.
Isinya terdiri atas satu kamar tidur dan satu ruang tamu, bergandengan dengan sekolah taman kanak-kanak. Markum telah mendapat
kepercayaan untuk tinggal di rumah itu, dengan tugas merawat dan menjaga gedung taman kanak-kanak.
Markum tersentak ketika mendengar bunyi tiang listrik dipukul. Yang memukul tiang listrik itu pasti dua orang temannya, Hamid dan
Jufri. Ia sendiri siang tadi sudah minta izin karena tidak bisa meronda. Tadi siang, ketika ia hendak menagih iuran ronda ke rumah Pak
Karjo, direktur sebuah perusahaan, yang menyambut hanya pembantu wanitanya saja. Menurut keterangan pembantu wanita itu, Pak Karjo
sekeluarga sedang bepergian ke luar daerah, dan rencana pulangnya besok pagi.
Di unduh dari : Bukupaket.com
116
Bahasa Indonesia XII Program Bahasa
Entah mengapa, tiba-tiba saja, secara spontan, timbul niat buruk dalam benak Markum.
“Ini kesempatan baik bagiku, untuk menguras harta kekayaan Pak Karjo” bisik hati Markum. Karena itu, Markum pura-pura merasa tak
enak badan, minta izin untuk absen ronda malam. “Ya, kalau tidak sekarang, kapan lagi?”
Hati-hati sekali Markum melangkah meninggalkan kamar. Ia sudah biasa meninggalkan istri dan anak-anaknya dalam keadaan lelap.
Markum memandang pakaian dinasnya tergantung. Ia tak berhasrat untuk meraihnya, mengenakan pakaian itu. Kali ini ia
memakai kaus dan celana panjang berwarna hitam. Markum tertegun tatkala mendengar lolong anjing. Kemudian suara
burung malam yang melintas di atas rumahnya. Tiba-tiba ia merasa kecut.
“Seperti pertanda buruk” hati Markum berdegup kencang. Ragu-ragu Markum hendak melangkah ke luar. Tapi, bayangan
anak-anaknya, bayangan istrinya, melintas lagi. Aku harus berbuat sesuatu untuk mereka Aku tak boleh takut, tak boleh ragu-ragu Ini
kesempatan yang baik
Markum mengambil kain lebar berwarna gelap, untuk penutup wajah. Berkali-kali ia menghela napas seakan diburu sesuatu. Kemudian
ia membuka pintu. Menutupnya lagi. Berjalan dalam gelap malam. Udara dingin seperti menusuk tulang. Jalanan becek karena belum
diaspal. Markum menuju sebuah rumah gedung, letaknya agak terpisah dari kompleks perumahan, menghadap ke lapangan dan tak jauh dari
sawah.
Markum melihat arlojinya, jarum jam sudah menunjuk ke angka dua. Saat itu orang-orang lelap tidur. Apalagi dalam cuaca dingin sehabis
hujan. “Mau ke mana kau, Markum?”
Markum tersentak. Ia mendengar suara, tekanannya begitu dalam, suara yang begitu akrab. Ia menghentikan langkah, memperhatikan
keadaan sekeliling yang gelap. Tak ada siapa-siapa. “Siapa yang bertanya itu?” bisik hati Markum.
“Mengapa malam ini kau tidak bertugas? Mengapa tidak kaukenakan pakaian dinasmu? Mengapa berjalan sendirian?”
Markum tercenung. Berdiri terpaku menatap ke arah rumah Pak Karjo yang diterangi listrik temaram. Hanya beberapa langkah lagi
untuk menembus rumah yang nampak sepi itu.
Di unduh dari : Bukupaket.com
Mengisi Hidup dengan Berkreasi
117
“Kau hendak merampok?” “Ya. Aku hendak merampok Aku harus merampok” Markum
menjawab dengan kesal, meskipun ia tak melihat ada siapa-siapa. “Anak istrimu tidak butuh hasil rampokan Mereka akan kecewa,
Markum Mereka lebih senang apa adanya seperti sekarang.” “Aku harus berbuat sesuatu untuk istri dan anak-anakku”
“Tapi jangan dengan merampok. Bagaimana kalau kau tertangkap? Bayangkan olehmu, Markum Bayangkan kalau kau
tertangkap. Seorang ronda malam merampok harta warganya. Di mana letak tanggung jawabmu sebagai seorang petugas keamanan? Mau
dikemanakan harga dirimu? Semua akan mencibir ke arahmu, semua tidak akan mempercayai lagi, semua jasamu akan hapus, yang ada
hanya namamu yang tercela.”
“Aku tak bisa hidup terus-menerus begini” “Setiap orang pasti ingin mengubah nasibnya. Kau juga harus
punya keinginan seperti itu, tapi tidak dengan jalan merampok harta orang lain”
Markum terdiam. Malam kelam. Lampu halaman rumah Pak Karjo masih tetap
temaram. Aku harus berbuat sesuatu untuk istri dan anak-anakku Markum memancangkan tekadnya lagi.
Tapi, baru saja melangkah, kembali terhenti. Markum mendengar deru mobil pelan-pelan, berhenti di depan rumah Pak Karjo. Markum
segera bersembunyi di balik pepohonan. Ia mengira Pak Karjo baru pulang. Tapi tidak. Agak lama, tak ada yang turun dari mobil itu.
Kemudian Markum melihat seseorang yang bertubuh tegap, berambut pendek, turun dari mobil. Orang itu tidak segera masuk, tetapi
memperhatikan keadaan sekelilingnya. Secara hati-hati sekali orang itu menaiki pagar besi.
Markum yakin, orang itu bukan tamu Pak Karjo. Ia pasti tamu tak diundang. Kecurigaan Markum makin mantap karena mobil itu
menunggu dalam keadaan mesin masih hidup. Ia memperhatikan penumpang dalam mobil itu hanya dua orang, termasuk sopir.
Niatnya untuk merampok mendadak urung. Yang tinggal dalam benaknya, tekad untuk menggagalkan perampokan.
Markum melihat orang yang masuk ke dalam rumah Pak Karjo, keluar rumah dengan tenang dengan membuka pintu depan. Ia
memberi isyarat agar temannya masuk. Seorang temannya segera masuk. Di dalam mobil tinggal sopir.
Di unduh dari : Bukupaket.com
118
Bahasa Indonesia XII Program Bahasa
L atihan
5.6
Ia tak menyia-nyiakan kesempatan. Hati-hati sekali ia mendekati sopir dari belakang. Lalu dengan gesit ia memukul wajah sopir, keras
sekali. Sopir tersungkur ke samping. Markum segera membuka pintu, naik ke mobil langsung menghajar lagi sopir itu tanpa ada kesempatan
melawan. Sopir itu mengaduh kesakitan. Tak berkutik. Markum yang tak bisa mengemudikan mobil, memijat klakson. Tekanannya keras,
sehingga bunyinya hingar-bingar memecah sepinya malam.
Dua orang tamu tak diundang itu keluar terburu-buru dari dalam rumah. Markum segera keluar dari mobil, sambil membawa kunci
kontak. Keduanya kaget dan panik. Niat hendak menyerang Markum
menjadi urung ketika beberapa orang penghuni rumah berdatangan. Keduanya lari menyelamatkan diri.
Markum berdiri termangu. Segalanya berjalan begitu cepat, segalanya di luar dugaan.
“Kau selamat, Markum Kau bukan perampok Kau pahlawan Pahlawan tak memerlukan belas kasih Pahlawan berbuat baik tanpa
pamrih Kau menang, Markum” Suara itu terdengar begitu jelas, begitu menyentuh, jauh dari dalam
batinnya.
Sumber: Kisah dan Hikmah, Eddy D. Iskandar, 1987: 79-84
Bagaimana pendapat kalian dengan cerpen di atas? Cukup menarik bukan? Cerpen tersebut juga memuat unsur-unsur cerpen secara lengkap
dan isi keseluruhan menjalin ikatan yang padu dan runtut. Kalian pun diharapkan mampu menulis cerpen dengan lebih baik. Tentukan tema
cerpen dan buatlah kerangkanya terlebih dahulu sebelum mengembangkannya menjadi cerpen.
Tulislah teks naratif berbentuk prosa fiksi berupa cerpen dengan tema bebas Di dalam cerpen tersebut harus terdapat unsur-unsur cerpen
seperti tokoh, alur, peristiwa, setting, dan suasana ceritanya Tulislah cerpen kalian dalam suatu alur atau plot yang mengalir lancar, boleh
lurus, boleh flashback. Semuanya tergantung kreativitas dan kemampuan kalian menulis cerpen. Kerahkan segala daya untuk membuat cerpen
yang terbaik
Di unduh dari : Bukupaket.com
Mengisi Hidup dengan Berkreasi
119
L atihan
5.7
3. Mempublikasikan Karya ke Dalam Media yang Ada di Sekolah