Esai tentang Cerita Pendek Karya Sastra Terjemahan

Mengenang Peristiwa 309 f. Sintesiskan pendapat-pendapat para ahli dan kembangkanlah hasil sintesis tersebut dengan pemikiran kalian. Atau, kalian sendiri mempunyai ide-ide cemerlang, kombinasikan hal ini dengan gagasan- gagasan pakar. Dengan demikian, dalam esai terdapat ide-ide kalian dan ide-ide para ilmuwan. Jadi hendaknya kalian juga memanfaatkan ide-ide orang lain yang berbobot untuk melengkapi dan menyempurnakan esai. g. Mulailah menuangkan gagasan secara runtut, mengena, bernas, menarik, dengan mematuhi kaidah bahasa dan logika. h. Jangan lupa mencantumkan daftar pustaka berdasarkan klasifikasi buku yang kalian gunakan sebagai acuan esai.

3. Esai tentang Cerita Pendek Karya Sastra Terjemahan

Hampir semua hal bisa dikomentari dinilai, keunggulan dan kekurangannya, tidak terkecuali cerita pendek terjemahan. Kalian dapat membuat esai cerpen dengan mengomentari unsur-unsur intrinsik, unsur ekstrinsik cerpen, maupun latar belakang cerpenisnya. Perhatikan kutipan esai Linus Suryadi A.G. yang membahas buku terjemahan karya Kahlil Gibran berikut ini Sayap-sayap Patah Kahlil Gibran: Tipikal Penyair Transkultural ........................................................... Orang tua, bagi Gibran adalah ibunya, merupakan pendorong utama baginya untuk terjun ke dalam dunia kesenian. Riwayat hidup yang disertai pembahasan secukupnya oleh Drs. M. Ruslan Shiddieq, sangat menolong sidang pembaca buku lirik prosaik Sayap-sayap Patah ini. Di situ riwayat hidup berperan mengantar pribadi seorang Gibran dan latar belakang perjalanan kreatifnya, sehingga sidang pembaca dapat memperluas daya pemahaman terhadap karya penyair bersangkutan. Buku Sayap-sayap Patah terdiri atas 10 bagian, setiap bagian melukiskan semacam sequen sejumlah tokoh yang menjadi sentral kisah, di dalam ekspresi dan tinjauan hidup khas Gibran. Yakni Selma Karamy, Parris Efendi Karamy-ayah Selma yang sudah duda sekaligus ayah Gibran-dan Kahlil Gibran aku lirik. Tiga tokoh inilah sang protagon. Sedang sang antagon dipegang oleh Pendeta Bulos Galib, dan Mansour Bey Galib-keponakan pendeta- Di unduh dari : Bukupaket.com 310 Bahasa Indonesia XII Program Bahasa karena otoritas kewenangan yang bersifat paternalis kependetaannya, pak Pendeta ini menekuk lutut umatnya. Diibaratkan sebagai reptil laut yang melahap mangsanya dengan berbagai kuku-kukunya dan menghisap darahnya dengan bermacam mulut 70. Di situ Gibran membebaskan diri dari plot yang bercorak kontradiktif. Justru dari ketiadaan kontradiksi itulah Gibran menyoroti semua pelaku. Dia bertolak dari titik pemahaman pada hidup yang lain. Dia lebih suka melukiskan gerak-gerik kejiwaan masing-masing watak, sehingga pergolakan pribadi masing-masing ditarik ke dalam napas duka nestapa yang panjang oleh si aku lirik. Sebagaimana judul simbolik buku ini, sayap-sayap kehidupan yang mekar dari hasrat insanlah yang paling dasar--cinta kasih dipatahkan oleh otoritas dan hegemoni sistem norma dan nilai yang digoyahkan oleh Pak Pendeta. Maka Selma dan Farris Karamy ibarat kelinci yang gampang tergiring ke dalam perangkap nasib, tanpa kehendak hidupnya sendiri. Gibran terkaing-kaing oleh kedudukannya yang tak pernah dihitung oleh Pak Pendeta. Tapi sekali lagi kisah lirik prosais ini tidak memperhadapkan masing-masing tokoh secara frontal. Dari sikap dan pandangan hidupnya, tampak jelas latar kehidupan para tokoh dipaparkan dengan sudut pandang yang mengutamakan keluhuran budi, penuh ungkapan kebijaksanaan, dan kaya akan lukisan alam yang berpeta keabadian. Topangan pokok untuk meletakkan dasar dasar sikap demikian, tidak lain dan tidak bukan, ialah kerendahan hati dan kesabaran. Agaknya kerendahan hati dan sabar itulah satu-satunya tata cara untuk bisa mengambil hikmah dan pelajaran. Tidak aneh, ungkapan ekspresi hidup yang tertuang bercorak kenabian. Usiaku baru delapan belas tahun ketika cinta membuka mataku dengan sinar-sinar ajaibnya dan menyentuh jiwaku untuk pertama kalinya dengan jari-jemarinya yang membara, dan Selma Karamy adalah wanita pertama yang membangkitkan jiwaku dengan kecantikannya serta membimbingku ke dalam taman cinta kasih yang luhur, tempat hari-hari berlalu laksana mimpi dan malam-malam bagaikan perkawinan. Di unduh dari : Bukupaket.com Mengenang Peristiwa 311 Selma Karamylah yang mengajariku memuja keindahan lewat kecantikannya sendiri dan menyampaikan padaku rahasia cinta dengan segenap perasaan hatinya. Dialah yang pertama kali menyanyikan puisi kehidupan hakiki untukku. Setiap orang muda pasti teringat cinta pertamanya dan mencoba menangkap kembali hari-hari yang asing itu, yang kenangannya mengubah perasan di relung hatinya dan membuatnya begitu bahagia di balik segala kepahitan misterinya. Dalam hidup setiap orang muda pasti ada seorang Selma yang tiba-tiba muncul padanya di hari-hari musim semi kahidupannya, dan mengubah kesendiriannya menjadi saat-saat bahgia serta memenuhi keheningan malam-malamnya dengan irama musik Pendahuluan, halaman 29-30 Posisi dan peran kenabian Gibran tidak memperkenankan caci maki, kelakar, seloroh cabul dan binal. Itu hanya milik kaum sekuler, yang justru di luar perbendaharaan hidup penyair Timur ini. Di sinilah paradoks hidup manusia Gibran terjadi: dia hidup di kota-pulau modern New York. Tantangan dan ujian paling besar sekaligus berat, untuk mempertahankan prinsip-prinsip dan pendirian pribadi. Tapi pada pihak lain, di sanalah justru terbuka kemerdekaan individual untuk merealitaskan pendirian dan keputusan pribadinya itu. .......................................... Sumber: Di Balik Sejumlah Nama, Linus Suryadi A.G., 1989 Linus Suryadi AG Dilahirkan di Kadisobo, Tirtomulyo, Sleman Yogyakarta, 3 Maret 1951, dan meninggal di Yogyakarta, 30 Juli 1999. Pernah menempuh Jurusan Bahasa Inggris IKIP Sanata Dharma 1972; tidak tamat. Pernah mengikuti International Writing Program di Universitas Iowa, Iowa City, AS 1982. Prosa liriknya, Pengakuan Pariyem 1981 banyak mendapat perhatian dari pengamat dan penelaah sastra di dalam dan di luar negeri; tahun 1985 prosa lirik ini terbit dalam edisi Belanda dengan judul De bekentenis van Pariyem terjemahan Maria Thermorshuizen. J ejak T okoh Di unduh dari : Bukupaket.com 312 Bahasa Indonesia XII Program Bahasa L atihan11 .6 Tulislah sebuah esai yang membahas tentang cerita pendek terjemahan berikut ini Si Pintar W.Somerset Maugham Saya belum bertemu dengan Tuan Kelada, akan tetapi sudah merasa tidak suka padanya. Ketika itu perang baru selesai dan kapal- kapal selalu penuh dengan penumpang. Susah benar mendapat kamar di kapal, dan orang terpaksa menerima apa saja yang dapat diberikan agen kapal, dan saya merasa berbahagia dapat sebuah kamar dengan dua tempat tidur di dalamnya. Akan tetapi ketika saya dengar nama kawan saya sekamar, maka hatiku jadi kecil sekali. Namanya mengingatkan aku akan orang yang menutup jendela kamar untuk menolak angin malam. Sudah cukup celaka harus berdua satu kamar empat belas hari di kapal aku berangkat dari San Fransisco ke Yokohama dan hatiku tidak akan terlalu kecil, jika nama kawanku sekamar umpamanya Smith atau Brown. Akan tetapi Kelada .... Ketika aku naik kapal, saya lihat barang tuan Kelada telah tiba. Hatiku sudah tak enak melihat barang-barang itu: kopor-kopornya terlalu banyak ditempel dengan segala macam cap dan merk, dan kopor pakaiannya terlalu besar. ....................................................................................................... Sungguh aku tidak suka pada Mr. Kelada. Bukan saja aku sekamar dengan dia, dan tiga kali sehari makan bersama-sama, akan tetapi aku juga tidak dapat berjalan-jalan di atas geladak sendirian. Segera saja dia datang mengawani aku. Tidak mungkin mengelakkan dia. Tidak pernah dapat dirasakannya, bahwa dia tidak dikehendaki. Dia yakin benar, bahwa orang senang melihat dia, serupa dia senang melihat engkau. Jika engkau di rumahmu sendiri, engkau boleh memandangnya ke luar pintu, dan belum dia akan merasa, bahwa dia tidak disukai datang ke rumahmu. Dalam tiga hari saja telah semua orang di kapal dikenalinya. Semuanya diurusnya. Di unduh dari : Bukupaket.com Mengenang Peristiwa 313 ....................................................................................................... Sungguh-sungguh dia adalah orang yang paling dibenci di kapal. Kami menamakannya Si Pintar, juga padanya sendiri. Akan tetapi sebutan ini dianggapnya sebuah pujian. Yang paling tidak tertahan ialah jika waktu makan, dan dia mulai berbicara, dan kami tidak bisa lari. Dia lebih mengetahui tentang semua hal lebih baik dari siapa pun juga, dan jika engkau menyatakan engkau tidak setuju dengan apa yang dikatakannya, maka dia merasa terhina. Dan dia tidak akan berhenti berbicara sebelum engkau mengakui bahwa dia benar. Tidak pernah terlintas dalam pikirannya, bahwa dia juga mungkin salah. Dia adalah orang yang tahu segala apa. Kami duduk makan di meja dokter kapal. Jika tidak ada seorang bernama Ramsay yang juga duduk bersama kami, maka pastilah Mr. Kelada jadi raja di meja itu. Dokter itu seorang pemalas, dan saya tidak peduli. Akan tetapi Ramsay sama keras seperti Mr. Kelada. Perdebatan mereka bukan main ramainya. Ramsay bekerja di konsulat Amerika dan kantornya di Kobe. Orangnya besar dan gemuk dari negara barat-tengah Amerika Serikat. Gemuk penuh di bawah kulitnya dan memenuhi bajunya. Dia kembali ke Kobe dari New York untuk menjemput istrinya, yang setahun lamanya ditinggalkannya. Nyonya Ramsay seorang wanita kecil yang amat cantik, baik tingkah lakunya dan rasa humornya besar pula. Bekerja di konsulat tidak besar gajinya, dan Nyonya Ramsay selalu memakai pakaian yang sederhana. Akan tetapi dia tahu memakai. Rupanya selalu menarik hati siapa yang memandangnya. Kelitahan benar dia seorang wanita yang sederhana dan baik. Pada suatu malam percakapan di meja kami sampai mempersoalkan mutiara. Di surat kabar banyak disiarkan tentang pemeliharaan lokan oleh orang Jepang, dan dokter itu berkata, bahwa mutiara Jepang ini pasti akan menurunkan harga mutiara yang asli. Kualitetnya sudah bagus sekarang, dan tidak lama lagi akan menjadi sempurna sama sekali. Seperti biasa segera juga Mr. Kelada ikut campur berbicara. Dia menceritakan pada kami semua rahasia mutiara. Saya tidak percaya Ramsay mengerti pula tentang mutiara, akan tetapi dia rupanya tidak dapat menahan hatinya untuk mendebat Mr. Kelada, dan dalam lima menit saja mereka sudah berdebat bukan kepalang hebatnya. Saya sudah biasa tetapi belum Di unduh dari : Bukupaket.com 314 Bahasa Indonesia XII Program Bahasa pernah saya lihat dia berbicara lancar, dan belum pernah saya lihat dia berbicara bernafsu dan begitu lancar seperti malam itu. Akhirnya sesuatu yang dikatakan Ramsay menyayat hatinya, dan berteriak: Saya harus tahu apa yang saya katakan. Saya pergi ke Jepang untuk memeriksa perusahaan mutiara Jepang ini. Saya pedagang mutiara dan tidak seorang pedagang mutiara di dunia ini yang dapat membantah perkataan saya tentang mutiara. Saya kenal semua mutiara yang terbaik di dunia ini, dan yang saya tidak ketahui tentang mutiara, maka tidak ada manfaatnya lagi untuk diketahui. Ini berita baru bagiku, karena Mr. Kelada biarpun begitu banyak berbicara, tidak pernah menceritakan kepada siapa juga apa kerjanya. Kami hanya mendengar dia ke Jepang untuk berdagang. Dia memandang berkeliling meja, wajahnya penuh kemenangan. –– Tidak mungkin mereka akan dapat membuat mutiara yang tidak akan saya kenali dengan sebelah mata saja. Dan dia menunjuk pada kalung mutiara nyang dipakai Nyonya Ramsay. –– Saya, katanya, kalung yang nyonya pakai ini tidak akan bisa berkurang harganya sesen pun juga dari harga yang sekarang. Nyonya Ramsay merah mukanya agak kemalu-maluan dan menyembunyikan kalung itu ke dalam bajunya. Ramsay membungkuk ke meja. Dia memandang pada kami, dan di matanya bersinar senyum. –– Kalung Nyonya Ramsay bagus, bukan? –– Segera juga saya lihat, kata Mr.Kelada, alangkah bagusnya mutiara itu. –– Mutiara itu tidak saja saya beli sendiri, akan tetapi ingin tahu berapa menurut taksiran harganya. –– Oh, dalam perdagangan kurang lebih lima belas ribu dollar. Akan tetapi jika mutiara itu dibeli di Fifth Avenue saya tidak akan heran jika harganya tiga puluh ribu. Ramsay tersenyum bengis. –– Engkau akan terkejut mendengarnya, bahwa Nyonya Ramsay membeli kalung itu hanya di toko murah saja sehari sebelum kami meninggalkan New York. Harganya delapan belas dollar. Muka Mr. Kelada merah padam. –– Omong kosong. Bukan saja itu mutiara asli, akan tetapi kalung itu termasuk mutiara yang terbaik yang pernah saya lihat. Di unduh dari : Bukupaket.com Mengenang Peristiwa 315 –– Engkau berani bertaruh? Saya berani bertaruh seratus dolar bahwa itu imitasi. –– Jadi –– Oh, Elmer, kata Nyonya Ramsay, janganlah bertaruh kalau engkau tahu engkau mesti akan menang. Dia tersenyum kecil, dan suaranya halus memarahi suaminya. –– Mengapa tidak? Jika ada kesempatan dapat uang secara gampang, gila benar jika tidak aku pergunakan. –– Akan tetapi bagaimana dapat dibuktikan, tanya Nyonya Ramsay, hanya perkataanku melawan perkataan Mr. Kelada. –– Izinkan saya melihat kalung itu. Jika kalung itu imitasi segera juga akan saya akui. Bagi saya tidak apa kalah seratus dolar, kata Mr. Kelada. –– Berikanlah padanya, sayang. Biar diperiksanya sepuas- puasnya. Nyonya Ramsay ragu-ragu. Dipegangnya kunci kalung. –– Tidak bisa saya buka, Mr. Kelada harus percaya pada saya. Tiba-tiba saya merasa sesuatu yang tidak enak akan terjadi, tetapi saya tidak dapat memikirkan apa yang harus saya katakan. Ramsay berdiri. –– Mari saya buka, katanya. Dia memberikan kalung itu kepada Mr. Kelada. Mr. Kelada mengambil sebuah gelas pembesar dari sakunya, dan memeriksa kalung itu dengan cermat. Sebuah senyum kemenangan bergelut di bibirnya, kalung itu dikembalikannya. Tiba-tiba dia melihat wajah Nyonya Ramsay. Muka Nyonya Ramsay pucat pasi, dan dia seakan-akan hendak jatuh pingsan. Nyonya Ramsay memandang pada Mr. Kelada dengan mata penuh ketakutan. Dalam matanya seakan ada sinar minta tolong; semua ini jelas benar, hingga saya heran suaminya tidak melihatnya. Mr. Kelada berhenti berbicara, mulutnya ternganga. Mukanya jadi merah padam. Kelihatan dia berjuang dalam hatinya. –– Saya yang salah, katanya kemudian. Kalung itu sebuah imitasi yang bagus sekali. Tentu saja segera setelah saya periksa dengan kaca pembesar, maka kelihatan mutiara itu tidak asli. Delapan belas dolar memang harga yang paling pantas untuk barang terkutuk itu. Dia mengeluarkan dompetnya, mengeluarkan sehelai uang kertas seratus dolar, dan dengan tiada berkata apa-apa diberikannya uang itu kepada Ramsay. Di unduh dari : Bukupaket.com 316 Bahasa Indonesia XII Program Bahasa Saya lihat tangan Mr. Kelada gemetar. Seperti biasa cerita itu segera juga tersiar ke seluruh kapal, dan malam itu habis dia diganggu orang. Orang menganggap amat lucunya Si Pintar telah kena jebak. Nyonya Ramsay kemudian pergi ke kamarnya, katanya dia sakit kepala. Esok paginya saya bangun dan mencukur muka saya. Mr. Kelada masih berbaring di tempat tidur sambil merokok. Tiba-tiba di luar pintu terdengar seakan orang menggores, dan sebuah surat ditolak di bawah pintu ke dalam kamar. Saya buka pintu, akan tetapi tidak ada seorang juga. Saya pungut surat dari lantai. Untuk Mr. Kelada. Namanya ditulis dengan huruf besar, saya berikan surat itu padanya. –– Dari siapa? tanyanya –– oh serunya. Dari amplop itu dikeluarkannya bukan surat, akan tetapi sehelai uang kertas seratus dolar. Dia memandang padaku, dan mukanya merah padam. Amplop itu dikoyak-koyaknya, dan diberikannya padaku. –– Maukah engkau menolong membuangkannya keluar jendela? tanyanya. Saya buangkan kertas itu, dan kemudian saya memandang padanya dengan tersenyum. –– Tidak ada orang suka diperlakukan seperti si dungu, katanya. –– Aslikah mutiara Nyonya Ramsay itu? –– Jika saya mempunyai isteri muda dan cantik, maka tidak akan saya biarkan dia tinggal setahun sendirian di New York, sedang saya bekerja di Kobe, katanya. Pada saat itu saya bukan tidak suka lagi pada Mr. Kelada. Dia menjangkau dompetnya, dan dengan cermat disimpannya uang kertas seratus itu. Sumber: Sastra dan Tekniknya, Mochtar Lubis, 1997.

E. Menyusun Dialog dalam Drama