Lack Of Knowledge Lack of practice or feedback. Lack of cues or opportunities. Lack of reinforcement. Interfering problem behavior.

Hurlock, 2005: 286. Pemberian kesempatan pada anak untuk menjalin hubungan dengan teman sebaya ini merupakan media bagi anak untuk mencoba dan mengembangkan keterampilan sosial yang telah didapatnya dari orang tua. Adanya pengawasan orang tua dapat memastikan bahwa anak tetap menginternalisasikan nilai-nilai yang disosialisasikannya.

2.1.5 Faktor-Faktor Yang Berkontribusi Dalam Defisit Keterampilan Sosial

Beberapa penyebab anak tidak menunjukkan keterampilan sosial yang memadai, yaitu anak tidak memiliki informasi mengenai keterampilan sosial yang menunjang; lingkungan tidak memberikan encouragement yang cukup pada anak untuk berperilaku walaupun sebenarnya anak mengetahui bagaimana perilaku tersebut dilakukan. Tidak ada reward atas dilakukannya perilaku sosial yang sesuai, dan adanya perasaan tidak menyenangkan seperti kecemasan atau rasa takut yang berhubungan dengan perilaku sosial yang sesuai sehingga anak menghindar dari perilaku atau anak tidak menampilkan perilaku tersebut. Elliot Gresham dalam Bakhtiary, 2009: 6-7 menjabarkan beberapa faktor yang dapat berkontribusi di dalam defisit keterampilan sosial seorang anak:

2.2.5.1 Lack Of Knowledge

Anak kemungkinan kurang memahami tujuan dalam berinteraksi dengan teman sebayanya, selain itu, anak mungkin kurang mengetahui strategi perilaku untuk mencapai tujuan perilaku sosial yang sesuai, dan ia mungkin tidak tahu caranya dalam berperilaku secara tepat.

2.2.5.2 Lack of practice or feedback.

Banyak anak yang mengalami defisit di dalam keterampilan sosial disebabkan oleh kurangnya kesempatan untuk melatih keterampilan baru dan jarang menampilkan perilaku tersebut membuat ia kurang mendapatkan umpan balik dari perilaku yang ditampilkan.

2.2.5.3 Lack of cues or opportunities.

Beberapa anak yang memiliki hambatan di dalam keterampilan sosial disebabkan oleh tidak adanya petunjuk sosial sosial cues yang menjadi petunjuk prompt bagi anak untuk melakukan perilaku yang sesuai. Selain itu, kurangnya kesempatan anak untuk menampilkan keterampilan sosial pada beberapa kondisi dan situasi juga menyebabkan anak memiliki defisit dalam keterampilan sosial.

2.2.5.4 Lack of reinforcement.

Kurangnya faktor penguat reinforcement dari lingkungan untuk menampilkan perilaku yang diharapkan juga salah satu faktor yang dapat bnerkontribusi dalam defisit keterampilan sosial seorang anak. Oleh karena itu, reinforcement sosial seperti pujian dan juga acungan jempol sangat penting dilakukan bila anak menampilkan perilaku yang diharapkan.

2.2.5.5 Interfering problem behavior.

Faktor terakhir yang dapat berkontribusi terhadap defisit di dalam keterampilan sosial anak adalah adanya masalah perilaku yang dimiliki oleh anak. Misalnya: faktor eksternal bertengkar, temper tantrum, faktor internal kecemasan, depresi, dan self-esteem rendah, dan masalah hiperaktifitas.

2.2 Pelatihan Dasar

2.2.1 Pengertian Pelatihan Dasar

Berry dalam Sasongko, 2005: 255 mendefinisikan pelatihan adalah sebagai seperangkat pengalaman belajar terencana yang didesain untuk memodifikasi ciri-ciri tertentu perilaku seseorang. Esensi pelatihan adalah sebuah pembelajaran, oleh karena itu, pelatihan m,erupakan suatu program terstruktur serta memiliki faktor-faktor penentu dalam rangkaian yang sistematis, dimana tujuan utama dari pelatihan adalah penguasaan keterampilan dan informasi tertentu As’ad 1995: 66 berpendapat bahwa pelatihan memiliki beberapa fungsi antara lain mempercepat penyelesaian tugas, memberikan kepuasan lebih besar, dan merangsang dorongan untuk bertindak. Pelatihan lebih banyak membahas suatu proses yang terencana untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan. Goldstein dalam Sasongko, 2005: 256 berpendapat bahwa pelatihan mencapai hasil terbaik apabila tersusun dalam rangkaian kegiatan yang teratur, yang dimulai dengan pengukuran kebutuhan need assesment, pelaksanaan dan diakhiri dengan evaluasi. Tahap pertama pengukuran kebutuhan terdiri dari proses analisis organisasional, analisis tugas, pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan serta analisis personal. Hasil analisis-analisis tersebut menentukan perlu tidaknya suatu pelatihan. Tahap kedua yaitu pelatihan itu sendiri, terdiri atas pemilihan dan pembuatan desain program intruksional pelatihan. Tahap akhir yaitu evaluasi yang terdiri dari pembentukan kriteria keberhasilan pelatihan dan pembuatan bentuk