Positivisme Analitik POSITIVISME HUKUM 1. Pengertian

94

2. Positivisme Analitik

Sarjana yang membahas secara kompr ehen sif sistem positivis- me hukum analitik adalah John Austin 1790-1859, seorang yuris Inggris. la mendefinisikan hukum sebagai suatu aturan yang ditentu - kan untuk membimbing makhluk berakal oleh makhluk berakal yang telah memiliki kekuatan mengalahkannya. Sehingga karenanya hu- kum, yang dipisahkan dari keadilan dan sebagai gantinya didasarkan pada ide-ide baik dan buruk, dilandaskan pada kekuasaan yang ter- tinggi Friedmann, 1990: 258. , Menurut Austin, ilmu yurisprudensi membicarakan hukum- hukum positif, karena mempertimbangkan tanpa memperhatikan baik atau buruknya hukum-hukum itu. Semua hukum positif berasal dari pembuat hukum yang sangat menentukan, sebagai yang berdaulat. la mendefinisikan penguasa sebagai seorang manusia superiori yang menentukan, bukan dalam kebiasaan ketaatan kepada seorang yang seakan-akan superiori dan yang menerima kebiasaan ketaatan dari suatu masyarakat tertentu. la menjelaskan bahwa atasan itu mungkin seorang individu, sebuah lernbaga atau sekumpulan individu. Pengua- sa tidak dengan sendirinya diikat oleh batasan hukum baik dipaksakan oleh prinsip-prinsip atasan atau oleh hukum-hukumnya sendiri. Karakteristik hukum yang terpenting menurut teori Austin ter- letak pada karakter imperatifnya . Hukum dipahami sebagai suatu perintah dari penguasa. Akan tetapi memang tidak semua perintah oleh Austin dianggap sebagai hukum , menurut pandangannya hanya perintah-perintah umum yang mengharuskan seseorang atau orang- orang untuk bertindak atau bersabar dari suatu kelas pantas mendapat atribut hukum Bodenheimer, 1967: 95. Menurut Austin sebuah perintah yang memenuhi syarat sebagai hukum tidak harus keluar langsung dari sebuah badan legislatif suatu negara, semi sal Parlemen di Inggris. la bisa saja keluar dari sebuah badan resmi pemerintah dimana otoritas pembuatan hukum telah didelegasikan oleh penguasa. Menurut Austin hukum buatan hakim adalah hukum positif dalam pengertian yang sebenamya dari istilah ini, karena aturan-aturan yang dibuat hakim melalui kekuatan hukum mereka berupa kekuasaan yang 95 diberikan oleh negara. Dengan otoritas semacam itu mungkin telah dijamin secara jelas; tapi biasanya ia memberinya melalui persetujuan secara diam-diam Bodenheimer, 1967 : 96. Adanya berbagai jenis hukum diterangkan oleh tokoh positivis- me John Austin 1970-1859. Menurut dia hukum dibedakan menjadi dua: I. Hukum Allah, merupakan suatu moral hidup daripada hukum dalam arti sejati. 2. Hukum manusia, yakni segala peraturan yang dibuat oleh manusia sendiri. Hukum manusia dibedakan lagi menjadi: a. Hukum yang sungguh-sungguh properly so called. Hukum ini adalah undang-undang yang berasal dari suatu kekuasaan politik, atau peraturan-peraturan pribadi-pribadi swasta yang menurut undang-undang yang berlaku . b. Hukum yang sebenamya bukan hukum improperly so called . Seperti peraturan -peraturan yang berlaku bagi suatu klub olahraga, pabrik , dan sebagainya. Peraturan-peraturan ini bukan hukum dalam arti yang sesungguhnya, sebab tidak berkaitan dengan pemerintah sebagai pembentuk hukum. Jika kita mengacu pada apa yang dikatakan oleh Austin maka menurut Huijbers 1995: 41 ada dua turunan pandangan: 1 . Bidang yuridis mendapat tempat yang terbatas, yaitu menjadi unsur negara. Wilayah hukum bertepatan dengan wilayah suatu negara. 2. Hukum mengandung arti kemajemukan sebab terdapat beberapa bidang hukum di samping negara, walaupun bidang-bidang itu tidak mempunyai arti hukum dalam arti yang penuh. Hukum dalam arti yang sesungguhnya adalah hukum yang berasal dari negara dan yang dikukuhkan oleh negara, Hukum-hukum lain tetap dapat disebut hukum, tetapi tidak memiliki arti yuridis yang sesungguhnya. 96 Austin menyatakan demikian karena bertolak dari kenyataan bahwa terdapat suatu kekuasaan yang mernberikan perintah-perintah dan ada orang yang menaati perintah-perint ah t ersebut. Tidak penting mengapa orang menaati perintah -perintah te rs ebut, ada orang yang mentaati karena rnerasa memilik i kew ajib an u ntuk memperhatikan kepentingan umum , takut akan kekacauan , t erpaksa dan lain sebagai- nya tidak menjadi persoalan. Yang jela s jik a ti dak mentaati, maka akan dikenakan sanksi . Maka untuk dap at dise but hukum menurut Austin diperlukan adanya unsur -unsur s ebagai berikut: 1 adanya penguasa souvereighnityy , 2 s uatu pe rintah command , 3 kewa- jiban untuk menaati duty , dan 4 s anksi b agi mereka yang tidak taat sanction . Dengan demikian Austin, sebagaimana dikatakan oleh Fried- man 1990, mengganti ideal keadilan yang secara tradisional dipan- dang sebagai pokok utama segala hukum, d engan perintah seorang penguasa. Definisi Austin dalam Friedman , 1990 tentang hukum berbunyi sebagai berikut: Every positiv e is di rectly o r c ircuitously, by sou vereighn individual or body, to a m ember o r m emb ers of ind ependent political society its auth or i s s upreme. Hukum adalah tiap -tiap undan g-undang positif yang ditentukan secara langsung atau tidak Ian gsun g ol eh seorang pribadi atau seke- lompok orang yang berwibawa bag i scoran g anggota atau anggota- anggota suatu masyarakat politik yang b crdaulat, dimana yang mem- bentuk hukum adalah yang tcrtinggi. Menurut Huijbers 1995 kelemahan utama t eori Austin terletak pada pandangan bahwa negara dan hukum adalah kenyataan belaka. Hukum dianggapnya tidak lain daripada perintah-perintah yang dike- l uarkan oleh yang berkuasa dan yang biasanya ditaati . Hal ini berarti jika peraturan-peraturan tersebut secara d e fa cto ditaati, peraturan- peraturan tersebut dianggap berlaku juga secara de jure. Hal ini menurut Huijbers tidak dapat dibenarkan, menurut Huijbers hukum yang sesungguhnya adalah hukum yang legal. 97 Teori Austin yang berlandaskan pada perintah pengu asa- penguasa dalam arti negara modem kemudian d ikembangkan oleh Rudolf von Jhering dan George Jellinek. Kaum po sitivi sme se j ak dar i Austin, amat terpengaruh oleh teori hukum deng an m en gubah pene- kanan dari teori-teori keadilan menjadi teori-teori n egara berdaul at nasional sebagai gudang dan sumber kekuasaan hukum . Ha ns K elsen dan para pengikutnya yang secara kolekt if dik enal s eba gai Mazhab Wina kemudian mengembangkan positivi sme a na litis A ustin . Kritik atas Teori Austin Penggolongan Austin yang mengkategorikan s emua hukum sebagai perintah telah dikritik oleh berbagai penulis seperti Bryce, Gray, Dicey, yang menganggap hak-hak privat, undang-undang admi- nistratif dan hukum-hukum deklaratori tidak bisa digolongkan seb agai perintah. Disamping itu, teori Austin tidak menawarkan pem ecahan dalam menghadapi interpretasi-interpretasi yang bertentangan den gan suatu keadaan atau preseden. Pemisahan hukum secara ketat da ri cita- cita keadilan juga dibantah oleh pemikir-p ernikir lain .

3. Positivisme Pragmatik