TEORI HUKUM MURNI filsafat hukum filsafat

98 Positivisme Pragmatik dan Analitik merupakan kubu-kubu yang terpisah dalam konsep -konsep hukum mereka. Bagi kaum positivis Analitis, hukum dipisahkan dari etika, sernentara kaum Positivis Prag- matis melekatkan makna penting kebaikan etik , tetapi esensi dari kebaikan -sebagairnana dinyatakan oleh WiIIiam James- adalah benar- benar memuaskan keinginan-keinginan. Roscoe Pound lahir 1870 pendiri fiIsafat sosial Amerika , benar -benar terpengaruh oleh filsafat Pragmatis yang dikemukakan oleh William lames, karena ia meng- anggap tujuan akhir hukum dalam rangka memuaskan keinginan- keinginan semaksimal mungkin. Hukum menurut Positivisme Pragmatik , harus ditentukan oleh fakta-fakta sosial yang berarti sebuah konsepsi hukum dalam perubah- an terus menerus dan konsep masyarakat yang berubah lebih cepat dibandingkan hukum, sementara Positivisme Analitik mempertahan- kan kestabilan yang kaku dalam hukum . Kaum Positivis Pragmatis mementingkan hukum seharusnya, sedangkan tcori Austin hanya me- mentingkan apa hukum itu?. Perbedaan ini disamping yang lainnya membuat Positivisme menjadi scbuah teori yang mengalami kontra- diksi dalam dirinya sendiri.

C. TEORI HUKUM MURNI

Pembahasan utama Hans Kelsen lahir 1881 dalam teori hukum murni adalah untuk membebaskan ilmu hukum dari unsur ideologis . Kcadilan misalnya, oleh Kelsen dipandang sebagai sebuah konsep ideologis. la melihat dalam keadilan sebuah ide yang tidak rasional dan teori hukum murni tidak bisa menjawab tentang perta- nyaan tentang apa yang membentuk keadilan karena pernyataan ini sama sekali tidak bisa dijawab secara ilmiah. Jika keadilan harus di- identikkan dengan legaIitas, dalam arti tempat, kcadilan berarti meme- lihara sebuah tatanan hukum positif melalui aplikasi kesadaran atasnya. Teori hukum murni menenurut Kelsen adalah sebuah teori hukum positif . Teori ini berusaha menjawab pertanyaan apa hukum 99 itu? tetapi bukan pertanyaan apa hukum itu seharu snya?. Teori ini mengkonsentrasikan diri pada hukum semata-mat a d an berusaha melepaskan ilmu pengetahuan hukum dari campur tan gan ilrnu penge- tahuan asing seperti psikologi dan etika. Kelsen m emisahk an penger- tian hukum dari segala unsur yang berperan dal am p embentukan hukum seperti unsur-unsur psikologi , sosiolog i, se jarah, politik , dan bahkan juga etika. Semua un sur ini termasuk id e hukum atau isi hukum . Isi hukum tidak pernah lepas dari unsur politik, psik is, sosial- budaya, dan lain-lain. Bukan demikian halnya dengan pengertian hukum. Pengertian hukum menyatakan hukum dalam arti formalnya, yaitu sebagai pcraturan yang berIaku s ecara yuridis . In ilah hukum dalam arti yang benar , hukum yang murni das rein e Recht. Mengapa kewajiban yang terIetak dalam kaidah hukum adalah suatu kewajiban yuridis? Menurut pcnganut positivisme, hal ini ter- sangkut dengan suatu kcharusan ekstem , yaitu karena ada paksaan- ancaman dari pihak luar jika tidak menaati. Dasarnya adalah bahwa asal mula segala hukum adalah undang-undang dasar negara. Oalam relasi negara ada penguasa dan ada rakyat, ada yang memberi perintah dan ada yang harus menaati perintah. Pandangan kedua menyatakan bahwa hal ini tersangkut dengan suatu kewajiban intern , yaitu karena dorongan dari batin untuk mene- rimanya sebagai suatu kewajiban yang harus ditaati. Kewajiban yuri- dis dianggap sebagai suatu dorongan batin yang tidak dapat dielakkan. Lalu bagaimana hukum dapat mewajibkan secara batin? Menurut Hans Kelsen 1881-1973 adalah karena adanya kewajiban yuridis, sebab memang beginilah pengertian kita tentang hukum . suatu per- aturan yang a-normatiftidak masuk akal , dan tidak merupakan hukum. Meminjam istilah Immanuel Kant , K elsen menyatakan bahwa kewa- jiban hukum tennasuk dalam peng ertian transedental-logis , yaitu mewajibkan harus diterima sebagi syarat yang tidak dapat dielakkan untuk mengerti hukum sebagai hukum. Jika menurut Kant ada norma dasar grundnorm bagi moral yang berbunyi: berlakulah sesuai dengan suara hatimu, maka menurut Hans Kelsen dalam hukum juga terdapat suatu norma dasar yang harus dianggap sebagai sumber keha- rusan dibidang hukum . Norma dasar grundnorm tersebut berbunyi: 100 orang-orang harus menyesuaikan diriya dengan apa yang telah ditentukan. Meskipun Kelsen telah berusaha menjawab pertanyaan tentang mengapa hukum mewaj ibkan secara batin, . namun jawaban Kelsen banyak dikritik karena konsep norma dasar abstraknya tidak dapat dipahami. Kritik ini membawa Kelsen menerima teori stufenbau. Menurut Kelsen syarat satu-satunya bagi suatu peraturan untuk dapat disebut sebagai hukum yang mewaj ibkan adalah bahwa terdapat suatu minimum efektivitas yaitu orang harus menaatinya. Dengan kesim- pulan ini Kelsen sudah beralih ke positivisme hukum. Jawaban yang lain diberikan oleh konsepsi Islam tentang makna syariat sebagai hukum yang mewajibkan. Seorang muslim harus menginsyafi bahwa kehidupannya telah diatur oleh syariat. Syariat tersebutlah yang memberi makna sakral pada setiap aspek kehidupan, meneiptakan keseimbangan pada masyarakat, dan menyediakan media bagi umat manusia agar dapat menjalankan kehidupan sal eh sarat dengan nilai, serta untuk memenuhi fungsi manusia sebagai makhluk Tuhan yang ditempatkan di muka bumi agar mengabdikan diri kepada kehendak-Nya. Menurut Sayyid Hossein Nasr 2003: 90 melalui syariat , seorang muslim mempunyai potensi untuk dapat melampui makna esoterik syariat itu sendiri dan menempuh jalan thariqat menuju kebenaran hakikat yang terkandung di balik sisi lahir dan ajaran-ajaran hukum yang suei. Nasr menjelaskan bahwa syariat adalah garis yang mernbentuk sebuah lingkaran , tiap-tiap titik dalam garis yang melingkar tersebut mewakili tempat berpijak umat muslim. Tiap-tiap radius yang meng- hubungkan setiap titik sudut pada garis lingkaran ke titik di tengah lingkaran itu menyirnbolkan thariqat, dan titik yang berada ditengah adalah hakikat, yang menjadi sumber keberadaan garis radial, dan sudut garis yang membentuk lingkaran. Semua bagian lingkaran, dengan titik di tengah, garis lingkaran dan garis radialnya dapat dium- pamakan mewakili totalitas tradisi Islam. Seseoranng diperkenankan untuk memilih salah sa tu I garis radial sebagai rute yang mengantar- kannya ke titik yang berada di tengah-tengah lingkaran, namun dengan satu syarat yakni melalui garis perrnulaan dari lini yang 101 membentuk lingkaran. Sedemikian besar makna syariat, sehingga tanpanya pengembaraan spiritual tidak akan mungkin dapat ditempuh, dan dengan dernikian agama itu sendiri tidak akan dapat dipraktikan. Dari sini kita mengetahui bahwa konsep Nasr diatas telah menjelaskan konsep transedental-Iogis hukum yang dikemukakan Immanuel Kant. Kritik atas teori Kelsen Singkatnya teori Kelsen mernbatasi dirinya pada hukum seba- gaimana adanya tanpa memperhatikan keadilan atau ketidakadilannya. Akan tetapi menurut Stammer kemurnian mutlak bagi teori hukum : apapun adalah tidak mungkin. Kelsen harus mengakui manakala teori ini memasuki pertanyaan tentang norma-norma fundamental yang bertentangan. Pertanyaan, yang merupakan norma-norma fundamental yang valid, dirnana teori murninya tidak bisa menghindari, karena tanpa itu maka keseluruhan bangunan itu akan runtuh Friedrnann, 1990: 285. Dari sisi lain, Lauterpaeht seorang pengikut Kelsen telah mernpertanyakan apakah teori hierarki norma-norma hukum tidak menyatakan seeara langsung sebuah pengakuan akan prinsip-prinsip hukum alam, walaupun Kelsen menyerang keras ideologi hukum alam Friedmann, 1990: 286. Keeuali teori hukum murni menyatakan bahwa situasi-situasi yang mengabaikan pilihan diantara dua ideologi alternatif, semi sal interpretasi-interpretasi yang memperdebatkan undang-undang, teori ini menolak mernberikan bimbingan apapun juga bagi pemeeahan atas-atas konflik semaeam itu. Tidak dapat disangkal bahwa hukum dalam kasus-kasus semaeam itu tidak bisa diinterpretasikan dengan tanpa menunjuk kepada cita-cita hukum. Selanjutnya hukum menurut Austin dan Kelsen merupakan sebuah tatanan yang digaransi oleh aneaman-aneaman -yang menurut Friedmann merupakan eiri khas hukum kriminal- ia mengabaikan fungsi utama hukum sebagai alat kontrol sosial, diluar proses pengadilan atau penuntutan perdata. Dengan pernberian kekuasaan, tidak : melalui tatanan yang digaransi oleh aneaman-aneaman, hukum memiliki kontribusi dalam kehidupan 102 sosial. la memungkinkan individu-individu bisa membentuk hubung- an-hubungan hukum mereka dengan orang-orang lain melalui kontrak, wasiat, perkawinan dan tindakan hukum lainnya.

D. HUKUM BERLANDASKAN WAHYU