28
mengenai hakekat diri yang diperoleh .
Max Scheeler, Filsafat Jerman dari awal abad ini mengatakan, tak ada periode lain dalam penge-
tahuan bagi dirinya sendiri, seperti pada periode kita ini .
Kita-katanya- punya antropologi ilmiah, antropologi filosofis, dan antropologis teo-
logis yang tak saling mengenal satu sama lain. Tapi kita tidak merni- liki gambaran yang jelas dan konsisten tentang keberadaan manus
ia
Human being.
Semakin bertumbuh dan banyaknya ilmu-ilmu khusus yang terjun konsepsi kita tentang manusia
, malah sebaliknya semakin
membingungkan dan mengaburkannya. Maka dari itulah, jika kita kembalikan pada bahasan semula
tentang metode ilmiah yang berwatak rasional dan empiris, telah menghantarkan kehidupan manusia pada suasana modemisme. Kemu-
dian pada perkembangan selanjutnya, modem isme
melahirkan corak pemikiran yang mengarah pada rasioanalisme
, positivisme, pragmatis-
me, sekulerisme dan materialisme. Aliran-aliran filsafat ini, dengan watak
dasamya yang
sekuleris -merninjam istilahnya
Fritchjof Schuon- sudah terlepas dari
Scintia Sacra Pengetahuan suci atau Philosophia Perenneis Filsafat Keabadian.
B. TRADISIONALISME ISLAM
Proses modemisasi yang dijalankan Barat yang diikuti negara- negara lain, temyata tidak selalu berhasil me menuhi janjinya meng-
angkat harkat kernanusiaan dan sekaligus memberi makna yang lebih dalam bagi kehidupan. Modemisme justru telah dirasakan membawa
dampak terhadap terjadinya kerancauan dan penyimpangan nilai-nilai.
Manusia modem kian dihinggapi rasa cemas dan tidak bermakna dalam kehidupannya. Mereka telah kehilangan visi keillahiahan atau
dimensi transedental, karena itu mudah dihinggapi kehampaan spiri- tual. Sebagai akibatnya, manusia modem menderita keterasingan alie-
nasi ,
baik teralienasi dari dirinya sendiri, dari lingkungan sosialnya maupun teralienasi dari Tuhannya
. Menyadari kondisi masyarakat modem yang sedemikian, pada
abad ke-20, terutama sejak beberapa dekade terakhir ini, muncul suatu 29
gerakan yang mencoba menggu gat
dan mengkritik teori-teori moder- nisasi
, Manusia membutuhka
n pola pemikiran baru yang diharapkan
membawa kesadaran dan pol a
kehidupan baru .
Hingga kemudian mulai bermunculan gerakan-gerakan responsif altematif sebagai res-
pon balik terhadap perilaku mas yarakat m
odem yang tidak lagi mengenal dunia metafisik. Termas
uk did
alamnya Tradisonalisme
Islam yang dihidupkan Nasr ,
atau ger akan
Ne w A
ge di Barat pada
akhir dewasa ini. Kritik terhadap modemisme dan usaha pencarian ini sering di-
sebut dengan masa pasca modemisme post-modernisme. Masa ini seperti yang dikatakan Jurgen Habermes seorang Sosiolog dan Filosof
Jennan tidak hanya ditandai dengan kchidupan yang semakin mate- rialistik dan hedonistik, tetapi juga tcl
ah mengakibatkan terjadinya
intrusi massif dan krisis yang mendalam pada be rbagai
aspek kehidup- an. Masyarakat pada Era Post-Modernisme mencoba untuk keluar dari
lingkaran krisis terse but dengan kembali pada hikmah spiritual yang terdapat dalam semua Agama otentik. Manusia perlu untuk memikir-
kan kembali hubungan antara Yang Su ci
Sacred dan yang sekuler Profany.
Gerakan ini dikenal den gan se
butan perenneialisme atau tradi- sionalisme: adalah sebuah gerakan y
ang ingin mengembalikan bibit
Yang Asal, Cahaya Yang Asal ,
at aupun
prinsip-prinsip yang asal, yang sekarang hilangdari tradisi pemikiran manusia modem. Untuk
menyebut beberapa nama tokoh yang melopori gerakan-gerakan ter- sebut antara lain; Louis Massignon
1962, Rene Guenon, Ananda K. Coomaraswamy, Titus Burckhart
, Henry Corbin 1978, Martin Lings,
Fritcjof Schoun, dan masih banyak la gi.
Sementara di kalangan modemis Islam gerakan pembaharuan dan pemikiran dalam Islam sejak fase 60-an hingga dewasa ini men-
coba bersikap lebih kritis terhadap ide-ide modemisasi sebelumnya, dan bahkan terhadap sebagian kelompok pemikir Islam yang mencoba
mencari altematif non-Barat .
Kelompok yang disebut terakhir misal- nya Hasan Albana 1949, Abul Aal al-Maududi 1979, Sayyid
Quthub 1965, dan pemuka-pemuka Al-Ikhwan sering disebut
kelompok fundamental is, atau lebih tepat Neo-Revivalis Islam
30 menghendaki agar semua p
ersoalan kemod
erenan s elalu dikembalikan
kepada acuan al-Quran
, as-Sunnah d
an kehidu pan p
ara Sahabat
dalam pengertian
tekstual. Fazlur
R ahman
1989 ,
Muhammad Arkoun 1928
, dan Isma
il Raji al-
Faru qi 1986- yang sering disebut
kelompok Neo -Modernis-berusaha
m cncari rele
vansi I
slam bagi dunia
modern Islam, bagi mereka ,
adalah al -Qur a
n d
an as-Sunnah yang meski ditangkap pesan-pesan tersebut. K
elomp o
k ini dalam pernbaha-
ruannya berkecendrungan ke arah hum ani
s tik, rasi
onalistik, dan libe- ralistik. Sedang tokoh-tokoh muslim lain
se perti
A li Syaria
ti 1979
, Hassan Hannafi 1935
, dan AbdiIlah Larr
aui serin g
disebut penyebar paham Kiri Islam berkepentingan memb
ela m assa, rakyat tertindas
dan menampilkan Islam sebagai keku atan
revolu sioner-politik.
Oleh karenanya kelompok terkhir ini
, sering juga di
sebut sebagai penyebar
sosialisme Islam dan Marxisme Islam sebagai model pembangunan di dunia Islam. Mereka mengutuk westerni
sasi dan sekulerisasi masyara-
kat Islam ,
Nasionalisme, dan ekses-ek ses
kapitali sme,
demikian juga materialisme serta ke-takbertuhanan Marxisme.
Kemudian selanjutnya lahir tokoh-tokoh p emikir
kontemporer lain sebagai pemikir alt
ernatif , yakni
S ayyed Hu
ssein Nasr yang
mencoba menawarkan konsep nilai -nilai
kc-I slarnan
yang kemudian terkenal dengan sebutan Iradisionali
sme Islam. Merupakan gerakan
respon terhadap kekacauan Barat mod ern
yang s
edang mengalami kebobrokan spiritual, dimana menurut penilaian Nasr menyarankan
agar Timur menjadikan Barat seba gai
c ase study guna mengambil
hikmah dan pelajaran sehingga Timur tidak mengulangi kesalahan- kesalahan Barat. Sayyed Hussein Nasr beranggapan
, sejauh ini gerak-
an-gerakan fundamental is atau revivalis Islam tak lebih merupakan dikotorni tradisionalisme-modernisme
, keberadaannya justru menjadi
terlalu radikal dan terlalu mengarah kepada misi politis dari pada normatik-religius nilai-nilai ke-Agamaan. Sekalipun gerakan-gerak-
an seperti itu, atas nama pembaharuan-pembaharuan tradisional Islam. Pad a momen sejarah ini pulalah saat yang tepat untuk me mbe-
dakan gerakan-gerakan
yang disebut
sebagai Fundamentalisme
Islam dari Islam Tradisional yang sering dikelirukan siapapun yang telah membaca karya-karya yang bercorak tradisional tentang Islam
31 dan membandin
gkannya deng
an perjuangan aliran-aliran
fundarnen- talis
tersebut seg era
dapat m elihat
perbedaan-perbedaan mendasar diantara me
reka , tidak saja di d
alam kandun
gan t
etapi juga di dalam
iklim yang mereka nafaskan. Mal ahan
y ang
dijuluki sebagai funda- mentalisme mencakup satu sp
ektrum yan
g lua
s, yang bagian-bagian-
nya dekat sekali dengan interpr eta si
t rad isional
tentang Islam. Tetapi tekanan utama macam gerak
an poli
to-religius y ang sekarang ini di-
sebut fundamentali sme
itu mempunyai perbedaan yang mendasar dengan Islam Tradisional. D
engan demikian perbedaan y
ang tajam
antara keduanya terju stifikasi,
sekalipun terdapat wilayah-wilayah ter- tentu, dimana beberapa jenis fundamentalisme dan dimen
si-dimensi khusus Islam Tradisonal bersesuaian.
Gerakan Tradisonalisme Islam yang diidekan dan dikembang- kan Nasr, merupakan gerakan untuk mengajak kembali ke akar
tradisi yang merupakan kebenaran dan sumbcr asal segala sesuatu;
dengan mencoba menghubungkan antara sekuler Barat dengan di- mensi ke-Ilahiahan yang bersumber pada wahyu Agama. Tradisio-
nalisme Islam adalah gambaran awal sebuah konsepsi pemikiran dalam sebuah bentuk
Sophia Perenu eis
keabadian. Tradisionalisme Islam boleh dikatakan juga disebut s
ebagai gerakan intelektual secara
universal untuk mampu merespon arus pemikiran Barat modern merupakan efek dari filsafat modern yang eenderung bersifat profa-
nik, dan selanjutnya untuk sekaligus dapat membedakan gerakan Tradisionalisme Islam tersebut dengan gerakan Fundamentalisme
Islam ,
seperti halnya yang dilakukan di Iran ,
Turki dan kelornpok- kelompok fundamental is lain
. Usaha Nasr untuk menelorkan ide
semacam itu paling tidak merupakan tawaran alternatif sebuah nilai- nilai hidup bagi manusia modern maupun sebuah negara yang telah
terjangkit pola pikir modem yan g
cenderung bersifat profanik dengan gaya sekuleristiknya untuk kemudian kembali pada sebuah akar
tradisi yang bersifat transedental. Sebagimana yang dipergunakan oleh para kelompok Tradi-
sionalis, tema tradisi menyiratkan sesuatu Yang Sakral ,
Yang Suci, dan Yang Absolut. Seperti disampaikan manusia melalui wahyu mau
- pun pengungkapan dan pengembangan peran sakral itu di dalam
32
sejarah kemanusiaan tertentu untuk mana ia m aksudkan,
dalam satu cara yang mengimplikasikan baik kesinambun
gan horizontal dengan
sumber maupun mata rantai vertikal ya
ng m enghubungkan
setiap denyut kehidupan tradisi yang sedang dip
erb incangkan dengan realitas
. transeden meta-historikal. Sekali
gus m
akna a bso lut memiliki kaitan
emanasi dan
nominasi dari
se suatu
se sua tu
yang profan
dan aksidental.
Tradisi menyiratkan kebenaran y
ang k
udus, yang langgeng ,
yang tetap, kebijaksanaan yang abadi sophia
perenneisy; serta pene- rapan bersinambungan prinsip-prinsipnya y
ang langsung perennei
terhadap berbagai situasi ruang dan waktu .
Untuk itulah Islam Tradi- sional mempertahankan syariah sebagai hukum Ilahi sebagaimana ia
dipahami dan diartikan selama berabad- abad
dan se
bagaimana ia di- kristalkan dalam mad
zab-madzab klasik. Hukum menyangkut kesufis-
tikkan, Islam Tradisional memmpertahankan Islamitas seni Islam, kaitannya dengan dimensi batini, wahyu Islam dan kristalisasi kha-
zanah spiritual Agama dalam bentuk-bentuk y ang
tampak dan ter- dengar, dan dalam domain politik
, P
erspektif tradisional se1alu ber-
pegang pada realisme yang didasarkan pad a n orm a-norma
Islam.
C. FILSAFAT PERENNIAL SEBAGAI JEMBATAN