6
tempora l
and nationa l
boundari es.
yang paling mendasar, umum, dan merupakan ana -
lisi s
teoritis dari suatu fenomena sosia l
yang disebut dengan hukum
. Pada sebagian besar bagiannya sesuai dengan ma
salah dan menggunakan berbagai macam pandangan seperti remote
dari masa lah
keseharian yang sering dihadapi para praktisi hukurn
, masalah yang tidak dapat dipecahkan dengan rujukan
a tau
jawaban-jawaban dari sumber hukum biasa ,
yaitu pan- dangan yang tidak dapat direduksi dalam dokt
rin hukum
. Banyak dari
masa lah-masalah
jur isprudence
yang bersifat linta
s doktrin, temporal dan
national bounderies .
Lalu fi lsafat
diartikannya dengan:
the n
am e
w e g
ive th
e analysis offundamental qu
estions , thus th
e traditio
nal d
efinition ofjur
sprudence as th
e p
hilosophy of
l aw. or as th
e application of philo
sophy o f law
, i
s pr ima
fa cie
appropriat e.
.. .
n arn a tersebut kita b
erikan untuk me
nganal isi s
pertanyaan-pertanyaan mendasar ,
jadi pengertian tradi sional
dari jurisprudence adalah filsafat hukum, atau penerapan dari fil
safat hukum, yaitu
pri ma
faci e
appropriate .
Jadi Posner sendiri tidak m embedakan
pengert ian
dari dua istila
h it
u, seka
lipun banyak juga para ahli
hu ku m yang mencoba
mencari di stingsi
dari keduanya. Hanya saja sebagaimana dikatakan oleh Lili Rasyi
di 1988 sekalipun ada perbedaan antara keduanya
, tetap sukar untuk mencari batas
-batasnya yang
t egas.
2. Manfaa t
Mempela jar i
F ilsafat
Huk um
Bagi sebagian besar ma hasiswa,
pert anyaan
yang ser ing
dilon- tarkan adalah: apakah manfaatnya mempela
jari fi
lsafat hukum itu?
Apakah tidak cukup mahasiswa dibekali de ngan
ilm u
huku m
saja? Seperti te
lah disingg
ung d i
m u ka, filsafat
termasuk dalam ha
l 7
ini filsafat hukum m emiliki
tiga sifat yang m embedakannya
dengan ilmu-
ilmu lain. P
ertama, filsafat memiliki kar
akteristik yang bersifat
men yeluruh.
D en gan cara
b erpikir
yang holi stik
t ersebut,
mahasiswa atau
s iapa saja y
an g m
empelaj ari fi lsafat hukum diajak untuk berwa-
wasan lu as
dan te rbuka
. Mer
eka dia
j ak untuk
me nghargai pemikiran,
pend ap at
dan pend irian
orang lain . i
tu lah sebab
nya dalam filsafat hukum pun dia
jark an b
erb agai a liran p
emikiran tentan
g hukum.
Den gan
d emikian a
pa bi la mah asiswa
ter sebut
t elah
lulu s se
bagai sarjana hukum umpamanya
, d
iharapkan ia
t idak
ak an bersi
kap a ro gan
dan apriori ,
bahwa di siplin
ilmu yang dim ilikinya
lebih tinggi diban- din
gkan d
en gan d
isiplin i lmu yang lainnya
. C
iri yan g
lai n,
filsafat hukum ju ga
m emil iki
sifat y an g
m en-
da sar.
Artinya d alam
m enganalisi s
suatu m asalah,
k ita
diajak untuk berpiki
r kritis dan radi
kal. M
ereka yan
g m
em pelajari filsafat hukum
diaj ak
untuk m em ahami
hukum tidak dal am art
i hu kum
po sitif s
emata . Or
an g y
an g mempcl
ajari hukum d
alam ar ti p
osit if s emata tidak akan
mampu memanfaatkan dan men gemba ngkan
hukum secara baik apa -
bil a
ia menjadi h akim,
misalnya di kh awat irkan i
a ak an
menjadi cor
on g undang-und
an g bel
aka .
C iri b
erikutnya ya ng tid
ak kal
ah pe nti ng nya
a dalah
s ifat filsafat
yan g s
pekulatif .
S ifa t
i ni t
idak bol
ch dia rtikan
se cara
n ega tif
se bagai
s ifat
ga mbling . S
ebagaimana din
yatakan o leh
S uriasumantr i 1985
b ahwa se
mua ilmu yan g
berk ernb an g saa
t ini
b ermula
dari s
ifat spe- kulatif t
ers ebut. Sifat ini m
en gaj ak m
erek a ya ng m
empelajari filsafat
hukum untuk berpik ir
inovati f, se
la lu m encari
s esuatu
yang baru. Mem
an g s alah satu ciri oran
g y
an g b erp ikir rad
ikal adalah senang
kepada hal-hal baru , T
entu saja tind a kan s
pekulatif yang dirnaksud di sini
a dalah tind
akan y
ang terarah
, yan
g d
apat d
ipertanggungj awabkan s
ecara ilmiah. D
engan b
erpikir s pe kulatif d
alam arti positif itulah
hukum dapat dikembangkan k e
arah ya
ng dicita -citakan
bersama. C
iri lain la gi
adalah sif at
fil safat ya
ng r eflektif
kritis. Melalui sifat ini
, filsafat hukum berguna untuk membimbing kita menganalisis
masalah-masalah hukum secara r
as ional dan kemudian mernpertanya- kan jawaban itu secara terus men
erus. Jaw
aban tersebut seharusnya
tidak sekedar diangkat dari gejala -gejala
yang tampak, tetapi sudah
8
sampai kepada nilai-nilai yang ada dibalik gejala-gejala itu .
Analisis nilai inilah yang membantu kita untuk menentukan sikap secara bijak-
sana dalam menghadapi suatu masalah. Sebagai bagian dari filsafat tingkah laku, mata kuliah filsafat
hukum juga memuat materi tentang etika profesi hukum. Dengan mempelajari etika profesi tersebut, diharapkan para calon sarjana
hukum dapat menjadi pengemban amanat luhur profesinya. Sejak dini mereka diajak untuk memahami nilai-nilai luhur profesi tersebut dan
mernupuk terus ideal isme
mereka. Sekalipun disadari bahwa dalam kenyataannya mungkin saja nilai-nilai itu telah
, menga lami penipisan-
perupisan. Seperti yang diungkapkan oleh Radhakrishnan dalam bukunya
The History of Philosophy, manfaat mempelajari filsafat ten tu saja termasuk mempelajari filsafat hukum bukan hanya sekedar mencer-
minkan se man gat masa ketika kita hidup, melainkan membimbing kita untuk maju. Fungsi filsafat hendaknya mengilhamkan keyakinan
kepada kita untuk menopang dunia baru, mencetak manusia-manusia yang tergo long ke dalam berbagai bangsa, ras dan agama itu mengabdi
ke pada cita-cita mulia kemanusiaan
. Filsafat tidak ada artinya sama
sekali apab ila
tidak universal, baik dalam ruang lingkupnya maupun dalam semangatnya Poerwartana
, 1988.
3. Ilmu-i1mu yang Berobjek Hukum