32
sejarah kemanusiaan tertentu untuk mana ia m aksudkan,
dalam satu cara yang mengimplikasikan baik kesinambun
gan horizontal dengan
sumber maupun mata rantai vertikal ya
ng m enghubungkan
setiap denyut kehidupan tradisi yang sedang dip
erb incangkan dengan realitas
. transeden meta-historikal. Sekali
gus m
akna a bso lut memiliki kaitan
emanasi dan
nominasi dari
se suatu
se sua tu
yang profan
dan aksidental.
Tradisi menyiratkan kebenaran y
ang k
udus, yang langgeng ,
yang tetap, kebijaksanaan yang abadi sophia
perenneisy; serta pene- rapan bersinambungan prinsip-prinsipnya y
ang langsung perennei
terhadap berbagai situasi ruang dan waktu .
Untuk itulah Islam Tradi- sional mempertahankan syariah sebagai hukum Ilahi sebagaimana ia
dipahami dan diartikan selama berabad- abad
dan se
bagaimana ia di- kristalkan dalam mad
zab-madzab klasik. Hukum menyangkut kesufis-
tikkan, Islam Tradisional memmpertahankan Islamitas seni Islam, kaitannya dengan dimensi batini, wahyu Islam dan kristalisasi kha-
zanah spiritual Agama dalam bentuk-bentuk y ang
tampak dan ter- dengar, dan dalam domain politik
, P
erspektif tradisional se1alu ber-
pegang pada realisme yang didasarkan pad a n orm a-norma
Islam.
C. FILSAFAT PERENNIAL SEBAGAI JEMBATAN
Pembicaraan mengenai Tuhan dalam k erangka
spiritualitas universal dan religiusitas transhistoris merupakan topik pembicaraan
utama dalam filsafat perennial. Filsafat perennial atau philosophia perennis
didefinisikan oleh
Frithjof Schuon dalam Echo
es of
Perennial Wisdom 1992 sebagai the univ ersal G
nosis which always has existed and always will exist. Aldous Huxley dalam The Perrenial
Philosophy 1984 filsafat perennial didefinisikan sebagai 1 meta- fisika yang mengakui adanya realitas illahi yang substansial atas dunia
bendawi, hayati dan akali; 2 Psikologi yang hendak menemukan sesuatu yang serupa dengan jiwa, atau bahkan identik dengan realitas
ilahi; 3 etika yang menempatkan tujuan akhir manusia di dalam pengetahuan tentang yang dasar, yang imanen dan transeden, yang
immemorial dan universal.
33
Menurut Seyyed Hossein Na sr
dalam Kn owledge a
nd the Sacred 1989, dikalangan muslim Persia telah dik
enal istilah J
avidan Khirad atau al-Hiktnah al-Khalidah yan
g ditemuk
an da
ri karya Ma
s- kawih 932-1030. Di dalam karyanya itu, Ibn M
aska wih m
embicara- kan sejenis wawasan filsafat perennial deng
an m
engulas g aga
s an dan
pemikiran orang-orang dan filsuf yang dianggap s
uci yang ber asal
dari Persia Kuno, India dan Romawi. Jauh seb
elum Mi
skawih, p
emeluk Hindu Vendata telah menghayati doktrin fundamental filsafat p
eren- nial dalam istilah Sanatana Dharma agama ab
adi . Doktrin s
em acam itu juga ditemukan dalam tradisi Yunani Kla
sik, terutam
a dalam
formulasi filsafat Plato. Sedangkan dalam dunia Kristen b anyak
ditemukan pada tulisan mistikus Jerman dan teolog Krist en
Meiter Eckhart. Dalam dunia Islam yang semacam dengan filsafat perennial
ban yak ditemukan dalam karya -karya
kaum s
ufi. Inti pandangan filsafat perennial adalah bahwa dalam setiap
agama dan tradisi esoterik terdapat suatu pengetahuan dan pesan keagamaan yang sama
, yang muncul melalui beragam nama
, b
eragam bentuk yang dibungkus oleh sistem-sistem formal institusi keagamaan.
Kesamaan itu diistilahkan dengan tran sc endent
unit y
of religi ons
ke- satuan transenden agama-agama Sukidi, 1997
. Maka, pada tingkat
th e
COlillon vision, kata Huston Smith atau pacla tingkat transcen- dent kata kaum perennialis semua agama mempunyai kesatuan,
kalau tidak malah kesamaan gaga san clasar. Dengan demikian cara berpikir filsafat telah sampai pacla pun-
cak ilmu yang dalam Islam sering disebut Ilmu Laduni. Sehingga tam- pak bahwa ranah tasawuf sekalipun telah masuk clalam filsafat
perennial ini. Namun jika kita telaah lebih jauh
, tasawuf dan filsafat per
ennial atau para sufi clan filsuf perennialis memiliki dasar pijakan yang
berbeda .
Perennialis berangkat dari filsafat metafisika pada konsepsi kearifan tradisional. Sedangkan ta
sawuf para sufi berangkat clari
syariat, yang melalui jalan thariqat untuk mencapai hakikat. Menurut para sufi seseorang tidak akan dap
at melakukan p
engembaraan spiri-
tual, jika ticlak climulai dari syariat. Logika filsuf aclalah seperti ling- karan dengan satu titik ditengah lingkaran dengan garis radial
34 penghubung
da ri
tiap sudut garis lingkaran ke titik tengah lingkaran, dimana un
tuk m
encapai titik tengah filsuf melalui garis-garis radial yang merupakan j
alur-ja lur thariqat .
Sedangkan filsafat perennial dapat digambar
kan sepe rti
gelas kaca atau mutiara yang mendapat satu sinar dan kemu
dian s inar
i tu
berpendar divergen menjadi beberapa sinar lain yang berw
am a-wam i, dimana satu sinar te rsebut
meng gam-
barkan sinar Tuha n dan
s inar yang be
rwama-wami adal
ah kea
rifan tradisional yang a
da pad a ma
sing-masing agama. Tugas filosof disini adalah menelusuri
sina r-sinar
tersebut untuk mencapai satu sinar utama yakni sinar T
uhan. Sufi me
nggunakan k asyf
intuis i
untuk mencapai Realitas Mutlak sedang
kan fil osof
mas ih
m engguna kan
logika hermen eutik.
Kasyf akan l
ahir dan muncul dari saat kerja rasio dilakukan dengan
membebaskan ras io
dar i m
ekan isme bendawi Burckha
rdt, 1984: 127
- Hubungan reali
tas b endawi
dan ruhani bisa dipahami dalam model mutasi
b enda
k e e
nergi idea ,
dimana cahaya energi adalah fungsi dan bisa
mun cul
dari suatu b enda fi
sik yang digerakk an
menyentuh partike l ud
ara d
engan kecepatan tertentu Mulkhan, 2004.
Kasyf adalah sua tu b
entuk k
erja i
ntelek a tau
ra sio
melalu i
suatu mekanisme yang di
sebut ol eh
Suhr award i
akti vitas
Iiudlu ri
Yazd i,
1994. Dengan dem ikian k
asyfbukanlah metode yan
g tiba-tib
a mun
cul tanpa kerja intelek,
t etapi
merupakan h asil
dari kerj a
int elek
at au
ras io
itu sendiri. Dala m bahasa yang berbe
da, k
asyf adalah hasil
e volusi-
kontinu intele k
a tau ra
sio ketika men
empatkan s
eluruh tingkat peng
e- tahuan tentang re
alitas leb ih
rendah yang di
peroleh sebelurnnya dalam kesatuan sintetik baru
Rahman , 2000
: 3 14-3 15.
BABV
ASPEK ONTOLOGI, NILAI ETlKA DAN LOGlKA DALAM HUKUM
A. PENGERTIAN HUKUM