40 peraturan ditentukan oleh suatu instansi yang berwenang, dalam hal
ini pemerintah yang sah, dan ditentukan menurut kriteria yang berlaku maka peraturan-peraturan tersebut bersifat sah atau legal dan mem-
punyai kekuatan yuridis validity. Oleh karena itu hal ini berbeda
dengan kebiasaan yang tidak berlaku secara yuridis, karena tidak memenuhi aspek legalitas.
Menurut Sudikno Mertokusumo, agar suatu peraturan perun- dang-undangan dapat berlaku efektif dalam masyarakat harus memi-
liki kekuatan berlaku. Ada tiga macam kekuatan berlaku, yaitu kekuat- an berlaku filosofis, sosiologis dan yuridis. Undang-undang memiliki
kekuatan yuridis apabila persyaratan formal terbentuknya undang- undang telah terpenuhi. Sedangkan undang-undang memiliki kekuatan
berlaku secara sosiologis apabila undang-undang tersebut berlaku efektif sebagai sebuah aturan-aturan dalam kehidupan masyarakat
serta dapat dilaksanakan. Kekuatan berlakunya hukum secara sosiolo- gis di dalam masyarakat ada dua macam Mertokusumo, 1996: 87:
I. Menurut teori kekuatan Ilachtstheorie hukum berlaku secara
sosiologis j ika dipaksakan berlakunya oleh penguasa .
2. Menurut teori pengakuan ianerkennungstheoriei hukum berlaku
secara sosiologis jika diterima dan diakui masyarakat. Hukum memilki kekuatan berlaku filosofis apabila kaedah hukum
tersebut sesuai dengan cita-cita hukum rechtsidee suatu bangsa.
Agar berfungsi, maka kaedah hukum harus memenuhi ketiga unsur tersebut sekaligus.
Bagaimana kita dapat mengetahui bahwa suatu peraturan ber- si fat legal? Menurut Hart ada dua cara untuk menjawabnya:
1. Membedakan Dua Jenis Kaidah Hukum
Kaidah hukum terbagi menjadi dua bagian, kaidah primer dan kaidah sekunder. Kaidah primer, yaitu kaidah yang menentukan kela-
kuan orang. Kaidah primer disebut petunjuk pengenal rules of recog-
nition, sebab kaidah ini menyatakan manakah hukum yang sah. 41
Kaidah sekunder, yaitu kaidah yang menentukan syar.at bagi berlaku- nya kaidah primer. Kaidah ini juga yang merupakan syarat bagi
perubahan kaidah primer rules of change, dan bagi dipecahkannya
konflik rules ofadjudication.
Van Oer Vlies membahasakannya sebagai asas formal dan asas material. Asas formal, terkait dengan prosedur pembuatan peraturan
perundang-undangan. Dimulai dari tahap persiapan pembuatan per- aturan perundang-undangan dan motivasi dibuatnya suatu peraturan
perundang-undangan. Asas formal meliputi: a
. Asas tujuan yang jelas, terkait dengan sejauh man a peraturan
perundang-undangan mendesak untuk dibentuk. b. Asas organlembaga yang tepat, terkait dengan kewenangan
lembaga pembentuk peraturan perundang-undangan dengan materi muatan yang dimuat didalamnya.
c. Asas perlunya pengaturan, terkait dengan perlunya suatu ma- salah
tertentu diatur
dalam suatu
peraturan perundang-
undangan. d. Asas dapat dilaksanakan, terkait dcngan penegakkan suatu per-
aturan perundang-undangan. Jika tidak dapat ditegakan maka suatu peraturan perundang-undangan akan kehilangan fungsi
dan tujuannya serta menggerogoti kewibawaan pembentuknya .
e. Asas konsensus ,
yaitu kesepakatan antara rakyat dengan pem- bentuk peraturan perundang-undangan, karena peraturan perun-
dang-undangan terse but
akan diberlakukan kepada rakyat. Sehingga pada saat diundangkan masyarakat siap.
Yang kedua adalah asas materiil, yaitu terkait dengan substansi suatu peraturan perundang-undangan. Asas materiil meliputi:
a. Asas terminologi dan sistematika yang benar, terkait dengan bahasa hukumperundang-undangan. Yaitu bisa dimengerti oleh
orang awam, baik strukuktur maupun sistematikanya.
42 b
. Asas dapa
t d ikenali,
yaitu dapat dikenali jenis dan bentuknya .
c. Asas per lakuan
yan g
s ama d
alam hukum
. d
. Asas kepastian
hu kum.
e. Asas pelaksanaan huk
um s
esu ai dengan keada
an i ndi vidu .
2.
Stufenbau Theo rie
Teori ini d ikembangkan oleh beber
apa p
emikir antar
a l
ain Merkl, Hans Kelse
n dan H.L.A Ha rt
. Pad
a intinya teori ini d
ima ksud - kan untuk menyus
un su atu
h ier arki
norm a-no rma
s ehingga
berlapi s-
lapis dan berjenja ng-jenj ang. Suatu peratu
ran b
aru dapat diakui s
ecara legal, bila ti
dak b ertentangan
dengan p eraturan-per atu ran
yang be rlaku
pada suatu j
enjang y
ang lebih ting
gi. S
eluruh s
istem hukum m
empu- nyai struktur piramida
l, mulai dari yang a
bstrak i
deologi n egara
d an
UUD sampa i
y ang konkrit UU dan p
eraturan p
elaksanaan. Menurut
Hans Nawiasky da
lamTheorie von Stuf
enbau des Rechtso
rdnung ada empat ke
lompok p enj enjangan
perund ang -und ang an:
1. Norma da sar grundnorm
. Norm
a dasar nega
ra dan hukum
yang meru pa kan landasan akhir b
agi peraturan-peraturan lebih
lanjut. 2
. Aturan
-aturan dasar negara atau konstitusi ,
yang menentukan norma-no
rm a yang menjamin berlansungnya negara dan pen- jagaa
n hak-h ak
anggota masyarakat. Aturan i
ni bersifat umum dan
tid ak
m eng andung
sanksi ,
maka tidak termasuk perundang- undangan.
3 .
Undang- und ang formal yang di dalamnya telah masuk sanksi-
sanksi d
an diberl
akukan dalam rangka mengatur lebih lanjut
ha l-hal
ya ng dimuat dalam undang
-undang dasar.
4 .
Pera turan-peratura n
pelaksanaan dan
peraturan-peraturan otonom
. 43
Di dalam sistem perundang -undangan
dikenal adanya hierarki kewerdaan atau urutan. Ada peraturan yang lebih t
inggi dan ada pe
r- aturan yang lebih rendah. Perundang-undangan suatu negara merupa-
kan suatu sistem yang tidak menghendaki at au
membenarkan ata u
membiarkan adanya pertentangan atau konflik di da lamnya.
Jika t er-
nyata ada pertentangan yang terjad i
dalam suatu sistem pe ratur an
perundang-undangan maka salah satu dari keduan ya
harus a
da y
ang dimenangkan dan ada yang dikalahkan. M
enurut
uu
No .
10 t
ahu n 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dal
am pasal 7 ayat 1 disebutkan jenis dan hierarkhi Pera
turan Perund
ang - undangan adalah sebagai berikut:
1. UUD 1945 2. Undang-Undang
UUPeraturan Pemerintah
Pengga nti
Undang-Undang Perpu 3. Peraturan Pemerintah PP
4 .
Peraturan Presiden 5
. Peraturan Daerah Perda
Bagi peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, maka dapat dilakukan
Judi cial
Review uji yang diajukan melalui gugatan dan keberatan kepada Mah
- kmah Konstitusi dan Mahkamah Agung. Seperti disebutkan dalam
Pasal 24C UUD 1945 bahwa Mahkamah Konstutusi berwenang mengadili tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final
untuk menguji Undang-Undang terhadap Und ang-Undang
Dasar. Sedangkan Mahkamah Agung sebagaimana tercantum dalam Pasal
24A ayat 1 redaksi berwenang menguji peraturan perundang -
undangan di bawah Undang-Undang terhadap Undang-Undang. Ada beberapa asas yang mendasari pengaturan kedudukan
masing-masing peraturan perundang-undangan, Menurut Sudikno Mertokusumo, setidaknya ada 3 asas adagium dalam tata urutan
peraturan perundang-undangan: Asas lex
s up eriori iderogat legi infe
- riori, Asas lex specialis derogate legi generali, dan Asas lex posteriori
44 derogat legi priori Mertokusumo, 1996: 85-87.
Asas lex superiori derogat legi inJeriori berarti peraturan yang
lebih tinggi akan melumpuhkan peraturan yang lebih rendah. Jadi jika ada suatu peraturan yang lebih rendah bertentangan dengan peraturan
yang lebih tinggi, maka yang digunakan adalah peraturan yang lebih tinggi tersebut. Asas
lex specialis derogate legi generali berarti pada peraturan yang sederajat, peraturan yang lebih khusus melumpuhkan
peraturan yang umum. Jadi dalam tingkatan perundang-undangan yang sederajat yang mengatur mcngenai materi yang sama
, jika ada
pertentangan diantara keduanya maka yang digunakan adalah per- aturan yang lebih khusus. Asas
lex posteriori d erogat
legi priori ber- arti pada peraturan yang sederajat, peraturan yang paling baru melum-
puhkan peraturan yang lama. Jadi peraturan yang telah diganti dengan peraturan yang baru, secara otomatis dengan asas ini peraturan yang
lama tidak berlaku lagi.
Di samping itu ada asas lain yang perlu diperhatikan dalam prinsip tata urutan peraturan perundang
-undangan seperti dikemuka-
kan oleh Bagir Manan ,
yaitu :
1. Dalam tata urutan peraturan perundang-undangan ada ketentuan umum bahwa setiap peraturan perundang-undangan harus me-
miliki dasar hukum pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya; peraturan perundang-undangan yang
l ebih
rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan per- undang-undangan yang lebih tinggi
, dimana peraturan perun-
dang-undangan yang lebih rendah dapat dituntut untuk dibatal- kan, bahkan batal demi hukum.
2 .
Isi atau materi peraturan perundang-undangan tingkatan lebih rendah tidak boleh menyimpangi atau bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yang dibuat tanpa wewenang
onbevoegheid atau melampaui wewenang tdetournement de pouvoir, dan untuk menjaga dan menjamin
prinsip tersebut agar tidak disimpangi atau dilanggar, maka terdapat mekanisme pengujian secara yudisial atas
setiap 45
peraturan perundang-undangan atau kebijakan maupun tindakan pemerintah lainnya, terhadap peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi tingkatannya atau tingkat yang tertinggi yaitu Undang-Undang Dasar.
D. HUKUM SEBAGAI NORMA