HUKUM DAN KEKUASAAN filsafat hukum filsafat

146 nang untuk membuat UUD -nya sendiri Pouvoir Constituant dan dapat m enentukan bentuk organisasinya masing-masing dalam batas-batas yang tidak bertentangan dengan konstitusi negara federal. Pada negara kesatuan daerah daerah tidak dapat membuat UUD sendiri, dalam hal ini organisasi kekuasannya telah ditentukan oleh pembuat undang -undang dipusat. b. Dalam negara feder asi wewenang pembuat undang-undang pemerintah federasi ditentukan secara terperinci sedangkan wewenang lainny a ada pada negara-negara bagian iresidu power atau r eserved power. Sebaliknya dalam n egara kesatuan, wewenang secara terperinci terdapat pada daerah-daerah dan r esidu pow emya ada pada pemerintah pusat Kranenburg , 1939 . Masyarakat merupakan kelompok manusia yang saling berhu- bungan dan menempati suatu wilayah . Untuk melindungi kepen- tingannya dan menghindari terjadinya kebebasan tanpa batas maka manusia membentuk suatu asosiasi yang bertujuan untuk mernudah- kan memperoleh kebutuhannya dan membatasi kompetisi . Negara adalah asosiasi yang lahir untuk memenuhi kebutuhan politik warga negara . N egara merupakan integrasi dari kekuasaan politik. Negara adalah alat dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk meng- atur hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat. Secara umum negara mempunyai dua tugas yaitu: I. Mengendalikan dan mengatur gejala-gejala kekuasaan yang a- sosial, yakni bertentangan satu sarna lain, s upaya tidak menjadi antagonisme yang membahayakan. 2. Mengorganisir dan mengintegrasikan kegiatan manusia dan golongan ke arah tercapainya tujuan dari masyarakat secara keseluruhan . 147 Si fat negara merupakan manifestasi dari kedaulatan yang dirni- likinya, diantaranya: I. Sifat memaksa , ditujukan untuk menciptakan ketertiban dalam masyarakat, dapat berupa penggunaan kekuasaan secara fisik secara legal. Dalam suatu negara yang demokratis hal ini dite- kan seminimal mungkin. 2. Sifat monopoli , yang bertujuan untuk menetapkan tujuan bersa- ma dari masyarakat. Sikap mencakup semua all-encompassing, all embracing, dalam setiap kebijakan-kebijakan negara berla- ku merata bagi setiap orang tanpa kecuali . Dari sini muncul adanya politik hukum suatu negara t ertentu, yang berada di tangan pemerintah . S ehingga negara merupakan sumber hukum . Kedaulatan dalam arti yuridis ada pada negara. Kedaulatan negara sebagai sumber hukum tidak mutlak. Negara harus tunduk pada aturan yang dikehendaki Tuhan , yakni aturan yang adil.

B. HUKUM DAN KEKUASAAN

Kekuasaan m erupakan kemampuan seseorang atau kelompok orang untuk mempengaruhi orang atau kelompok lain sehingga sesuai dengan keinginan orang yang mempunyai kekuasaan tersebut. Kekuasaan politik adalah kemampuan untuk mempengaruhi kebijakan umum pemerintah baik terbentuknya , maupun akibat-akibatnya sesuai dengan keinginan pemilik kekuasaan. Kekuasaan politik bagian dari kekuasaan sosial y ang ditujukan kepada negara sebagai satu- satunya in stitusi yang berkuasa. Dalam penggunaan kekuasaan harus ada penguasa dan sarana kekuasaan agar penggunaan kekuasaan itu berjalan dengan baik. Ossip K.Flechtheim membedakan kekuasaan politik atas: 1. Bagian dari kekuasaan sosial yang khususnya terwujud dalam negara kekuasaan negara atau state power, seperti lembaga pemerintahan. 148 2 . Bagian dari kekuasaan sosial yang ditujukan kepada negara, seperti partai politik , lembaga-Iembaga sosial yang mempenga- ruhi jal annya kekuasaan Negara. Hukum berasal dari negara , dan yang berkuasa dalam suatu n egara adalah pemerintah. Pemerintah melalui politiknya menetapkan hukum. Apakah ada hubungan antara hukum dan kekuasaan? Ada dua pandangan untuk menjawab hal ini: 1 . Hukum tidak sama dengan kekuasaan. Hal ini didasarkan pada dua alasan: a. I -Iukum kehilangan artinya jika disamakan dengan k ekuasa- an karena hukum bermaksud meneiptakan suatu masyarakat yang adil. Tujuan ini hanya tereapai jika pemerintah juga adil dan tidak semena -mena dengan kekuasaannya . b. I -Iukum tidak hanya m embatasi kebebasan individual terha- dap keb ebasan individual yang lain, melainkan juga kebe- basan wewenang dari yang berkuasa dalam negara. 2. Hukum tidak melawan pemerintah negara, sebaliknya membu- tuhkannya g una mengatur hidup bersama . Yang dilawan adalah k esewenang-wenangan individual. Hal ini didasarkan pada dua alasan : a. Dalam masyarakat yang lua s, konflik hanya dapat diatasi oleh entitas yang berada di atas kepentingan individu -indivi- du , yaitu pemerintah. b. Keamanan dalam hidup bersama hanya terjarnin bila ada pemerintah sebagai petugas tertib negara . c. HUKUM DAN MASYARAKAT Apabila kita berbieara mengenai hukum , maka akan terpikirkan oleh kita suatu proses pengadilan, ada hakim, jaksa, penuntut , dan pengaeara , yang semuanya meneoba untuk menyelesaikan suatu per- kara agar terpenuhi suatu keadilan. Akan tetapi hukum bukan hanya di dalam pengadilan saja , melainkan hukum itu ada juga di dalam 149 masyarakat. Gejala hukum dapat terI ihat dalam kehidupan manusia sehari -hari , baik dalam kehidupan manusia secara individu maupun s eear a sosial. Jumlah g ej ala hukum itu sangatlah banyak , sehingga kadang-kadang tidak kita sadar i keberadaannya. Setiap waktu kita dikuasai oleh hukum , se j ak manusia l ah ir sampai sesudah mati. Hubungan manu sia dengan manusia lainnya dalam p er gaulan s ehari- hari ju ga tidak lep as da ri peraturan -peraturan yang menyebabk an ada- nya keh idupan yang baik dan teratur. Peraturan-peraturan itu rneru - pakan peraturan yang mengej awantah dalam kehidupan manusia s ehari-hari. Mungkin ada peratu ran yang sudah berlaku sejak jaman dahulu , namun mungkin pula ada peraturan baru yang sesuai dengan keadaan , waktu dan t empat. Dapat s aja peraturan itu berb eda antar s atu bangsa d engan ban gs a yang lain. Dengan demikian dapat dikata- kan bahwa hukum berlaku di s e luru h dunia dan dapat dikatakan sebagai g ej ala yang b er sifat univ ersal. Namun secara nyata , gejala hukum dapat kita lihat dalam undang-undang , ketetapan-ketetapan , dan juga kontrak perjanjian . G ejala hukum inilah yang dipclajari dalam ilmu hukum , yan g jika dilihat dari sudut ilmu pengetahuan m erupakan bagian dari kebudaya an A sdi , 199 8: 3-4. Setiap ban gsa m empunyai k ebudayaannya sendiri-sendiri, maka hukum pun berb ed a antara ban gsa sa tu dengan bangsa yang lainnya. M enurut von Savigny Theo Huijber s, 1990 : 114 , hukum adalah pemyataan jiwa bangsa - Volks geist karena pada dasamya hukum tidak dibu at ol eh manusia , tetapi tumbuh dalam masyarakat , yang lahir , berkembang dan lenyap dalam sejarah. Dengan demikian hukum berkembang pula dalam sejarah . Dalam pembentukan hukum perIu pula diperhatikan eita-eita ban gsa dan nilai-nilai yang terdapat dalam bangsa tersebut. Meskipun, hukum m erupakan bagian k ebudayaan suatu bangsa , oleh sebab itu tiap-tiap bangsa memiliki hukum masing-masing me- lalui proses sejarah dan kebud ayaannya, namun terdapat suatu univer- salitas juga dalam tata hukum -tata hukum yang berlaku di dunia . Karenanya p erlu dibedakan antara politik hukum yang menyangkut makna dan jiwa sebuah tata hukum , dan teknik hukum yang menyangkut eara membentuk hukum Huijbers , 1988 : 118-121. 150 Hukum dalam hubungannya dengan kebudayaan suatu bangsa dalam perkembangannya dipelajari secara empiris dalam antropologi hukum. Disini hukum dipandang berkaitan dengan nilai-nilai budaya , norrna -norma sosial dan lembaga-Iembaga sosial , sccara khusus dalam masyarakat sederhana atau primitif . Masyarakat tidak hanya ditandai oleh kebudayaannya sebagai ciri khasnya , melainkan juga oleh situasi sosial ekonominya yang aktual. Oleh sebab itu perhatian pemerintah dan para sarjana hukum tidak dibatasi pada nilai-nilai kebudayaan yang bersigat spiritual, me lainkan lebih-Iebih diarahkan pada kebutuhan-kebutuhan masyara- kat yang bersifat material. Pemcrintah mengatur kehidupan masyara- kat secara hukum atas dasar s ituasi sosial-ekonomis konkret yang tertentu. I1mu yang mempelajari hukum dalam hubungan dengan situasi masyarakat, dalam konteks ma syarakat modem adalah sosiologi hu- kum. Tujuan sosiologi hukum ber sifat praktis, dimana yang dimaksud adalah bahwa undang-undang yang dibentuk sungguh-sungguh cocok dengan kebutuhan-kebutuhan dan cita-cita suatu masyarakat tertentu .

D. TUJUAN POLITIK HUKUM