penelitian ini, apakah variabel tersebut memiliki pengaruh terhadap OCB dan seberapa besar pengaruh tersebut.
B. PERSEPSI TERHADAP
KUALITAS INTERAKSI
ATASAN- BAWAHAN
1. Pengertian Persepsi
Persepsi merupakan proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap
stimulus yang diterima sehingga menjadi sesuatu yang berarti, dan merupakan respon yang terintegrasi dalam diri individu. Respon sebagai akibat dari persepsi
dapat diambil oleh individu dengan berbagai macam bentuk. Stimulus mana yang akan mendapatkan respon dari individu tergantung pada perhatian individu yang
bersangkutan. Berdasarkan hal tersebut, perasaan, kemampuan berfikir, pengalaman-pengalaman yang dimiliki individu tidak sama, maka dalam
mempersepsi sesuatu stimulus, hasil persepsi mungkin akan berbeda antar individu satu dengan individu lain Walgito, 2004.
Selanjutnya dalam kamus psikologi tertulis bahwa persepsi adalah: 1 Proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan
indera, 2 Kesadaran dari proses-proses organis, 3 suatu kelompok penginderaan dengan penambahan arti-arti yang berasal dari pengalaman di masa
lalu, 4 variabel yang menghalangi atau ikut campur tangan, berasal dari kemampuan organisasi untuk melakukan pembedaan diantara perangsang-
perangsang, 5 kesadaran intuitif mengenai kebenaran langsung atau keyakinan yang serta merta mengenai sesuatu Chaplin, 2008.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Sarwono 2002 persepsi adalah proses pencarian informasi untuk dipahami. Alat untuk memperoleh informasi tersebut adalah penginderaan
penglihatan, pendengaran, peraba dan sebagainya. Sebaliknya, alat untuk memahaminya adalah kesadaran atau kognis. Berdasarkan beberapa pengertian
persepsi di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah proses kognitif yang melibatkan pengujian, pemilihan, dan penginterpretasian suatu stimulus melalui
penginderaaan menjadi menjadi gambaran objek yang utuh.
2. Pengertian Persepsi terhadap Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan
Dalam sebuah perusahaan atau organisasi sering dijumpai fenomena tentang perbedaan sikap pemimpin terhadap karyawannya. Misalnya pada
karyawan X pemimpin akan bersikap ramah dan selalu menawarkan bantuan jika melihat X mengalami kesulitan. Tetapi, pada karyawan Y pemimpin akan
bersikap dingin dan tidak memberikan bantuan sebelum Y meminta bantuan pada pemimpinnya. Fenomena tersebut termasuk dalam bentuk interaksi antara atasan
dan bawahan yang dapat diterangkan dengan teori leader member exchange LMX.
Menurut Yulk 2002 LMX sebelumnya disebut sebagai vertical dyad linkage theory karena fokus hubungan atasan dan bawahan terletak pada proses-
proses timbal balik yang terjadi dalam dyad. Dyad adalah suatu kelompok yang terdiri dari dua orang, sedangkan vertical-diyad adalah hubungan yang terjadi
antara dua orang yang berada pada tingkat atau level yang berbeda dalam suatu organisasi, atasan dan bawahan Landy, 1989. Jadi, hubungan vertical-dyad dapat
Universitas Sumatera Utara
juga disebut interaksi yang terjadi antara atasan dan bawahan. Kualitas interaksi antara atasan dan bawahan inilah yang mendasari teori kepemimpinan pertukaran
atasan-bawahan tersebut Jewell, 1998. Teori LMX menjelaskan bagaimana atasan dan bawahan mengembangkan
hubungan saling mempengaruhi satu sama lain dan menegosiasikan peran bawahan di dalam suatu organisasi Yulk, 1989. LMX tidak hanya melihat sikap
dan perilaku pemimpin dan pengikutnya, tetapi menekankan pada kualitas hubungan yang terbentuk. Lebih lanjut, Gesterner dan Day 1997 menjelaskan
bahwa teori LMX berbeda dengan teori kepemimpinann lainnya, LMX secara eksplisit fokus pada hubungan dyadic dan hubungan unik dalam mengembangkan
kepemimpinan dengan tiap-tiap karyawan. Danserau 1975 mengatakan bahwa LMX merupakan sebuah pendekatan
alternatif untuk memahami pengaruh kepemimpinan dalam mengefektifkan karyawan yang berfokus pada hubungan kelompok antara pemimpin dan tiap-tiap
karyawan. Hubungan yang berkembang antara pemimpin dan karyawan akan berpengaruh terhadap berbagai faktor-faktor penting untuk individu dan
organisasi Gerstner Day, 1998. Liden dan Maslyn 1998 mendefiniskan LMX sebagai dinamika
hubungan atasan dan bawahan, bersifat multidimensional yang terdiri atas empat dimensi yaitu kontribusi, loyalitas, afeksi, dan respek terhadap profesi. Selain itu
LMX juga bisa diartikan sebagai konsep yang menjelaskan upaya peningkatan
Universitas Sumatera Utara
kualitas hubungan antara pemimpin dengan karyawan yang akan mampu meningkatkan kerja keduanya Robbins, 2006.
Graenn dan Cashman 1975 berpendapat bahwa LMX adalah hubungan dua arah yang dinamis antara pemimpin dan karyawan dimana pemimpin akan
memperlakukan karyawan secara berbeda sesuai dengan waktu dan kemauan yang dimiliki atasan tersebut. Jika seorang bawahan masuk ke dalam kategori in-group
maka interaksi yang terjadi akan berkualitas tinggi, namun jika seorang bawahan masuk ke dalam kategori out-group maka interaksi yang terjadi akan berkualitas
rendah Landy, 1989. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi terhadap
kualitas interaksi atasan-bawahan merupakan penilaian karyawan terhadap hubungannya dengan atasan dalam suatu dyad kelompok yang terdiri dari dua
orang yang saling mempengaruhi satu sama lain.
3. Tahap dalam Interaksi Atasan-Bawahan