Modal Deskripsi Hasil Penelitian

jumlahnya mengingat jaringan penjualan yang dimiliki perusahaan masih sangatlah kurang.

c. Modal

Modal merupakan kekayaan yang mengacu pada stok berbagai peralatan dan struktur yang dimiliki perusahaan untuk menjalankan kegiatan produksinya. Perusahaan-perusahaan memerlukan modal untuk menjalankan usahanya. Modal dapat diartikan sebagai pengeluaran perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang dan jasa. Modal disini adalah modal lancar, yaitu modal yang habis dalam satu kali produksi atau berubah bentuk menjadi barang jadi. Modal ini dihitung dari penjumlahan modal bahan baku, dan bahan penolong rata-rata perbulan selama satu tahun terakhir pada bulan April 2014 sampai Maret 2015. Dari hasil pengumpulan data, diperoleh data modal perusahaan terendah adalah Rp 783.400,00 sedangkan yang tertinggi adalah Rp 9.353.000,00. Rata-rata mean sebesar Rp 2.134.300,00; nilai tengah median sebesar Rp 2.051.700,00 dan modus sebesar Rp 1.111.000,00. Nilai Standar Deviasi sebesar 1.265.355,920 dan Varians sebesar 1,601. Kelas interval = 7 kelas. Rentang data = data tertinggi – data terendah = 9.353.000 – 783.400 + 1 = 8.569.601 Panjang kelas = rentang data : jumlah kelas = 8.469.601 : 7 = 1.224.228,72 dibulatkan menjadi 1.224.229 Berikut ini disajikan karakteristik modal pada usaha genteng pada tabel berikut: Tabel 17. Distribusi Frekuensi Variabel Modal No. Modal Rp Frekuensi 1 783400 – 2007628 24 45.3 2 2007629 – 3231857 25 47.2 3 3231858 – 4456086 2 3.8 4 4456087 – 5680315 1 1.9 5 5680316 – 6904544 6 6904545 – 8128773 7 8128774 – 9353002 1 1.9 Total 53 100.0 Sumber: Data primer yang diolah Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa, modal yang dikeluarkan perusahaan dengan frekuensi terbesar, yaitu sebanyak 25 pengusaha atau sebesar 47,2 dengan modal antara Rp 2.007.629,00 sampai Rp 3.231.857,00. Sedangkan modal terbesar, yaitu antara Rp 8.128.774,00 sampai Rp 9.353.002,00 dengan frekuensi 1 pengusaha atau sebesar 1,9. Berdasarkan tabel di atas dapat digambarkan histogram sebagai berikut: Gambar 8. Histogram Distribusi Frekuensi Variabel Modal Kecenderungan katagori kecenderungan modal ditentukan setelah nilai skor terendah dan nilai skor tertinggi diketahui. Selanjutnya nilai rata-rata ideal Mi dan standar deviasi ideal Sdi didapatkan angka sebagai berikut: Mi mean ideal = 12 skor tertinggi + skor terendah = 12 9.353.000 + 783.400 = 5.068.200 SDi SD ideal = 16 skor tertinggi – skor terendah = 16 9.353.000 - 783.400 = 1.428.267 Mi + 1,5SDi = 5.068.200 + 1,5 1.428.267 = 7.210.600 Mi - 1,5SDi = 5.068.200 - 1,5 1.428.267 = 2.925.800 Adapun pengkatagorian kecenderungan modal didasarkan pada 4 katagori dengan ketentuan sebagai berikut: 24 25 2 1 1 5 10 15 20 25 30 783400 – 1993342 1993343 – 3203285 3203286 – 4413228 4413229 – 5623171 5623172 – 6833114 6833115 – 8043057 8043058 – 9253001 Fr e ku e n si Modal 1 Sangat Tinggi = X ≥ Mi + 1,5 SDi = X ≥ 7.210.600 2 Tinggi = Mi ≤X Mi + 1,5 SDi =5.068.200 ≤X 7.210.600 3 Rendah = Mi - 1,5 SDi ≤ X Mi =2.925.800≤X 5.068.200 4 Sangat Rendah = X Mi – 1,5 SDi = X 2.925.800 Berdaassarkan perhitungan di atas dapat digolongkan katagori kecenderungan variabel modal sebagai berikut: Tabel 18. Katagori Kecenderungan Variabel Modal No. Katagori Kecenderungan Modal Interval Katagori Kecenderungan Modal Frekuensi 1 Sangat tinggi X ≥ 7.210.600 1 1.9 2 Tinggi 5.068.200 ≤ X 7.210.600 1 1.9 3 Rendah 2.925.800≤ X 5.068.200 3 5.7 4 Sangat rendah X 2.925.800 48 90.6 Total 53 100.0 Sumber: Data primer yang diolah Berdasarkan tabel di atas dapat digambarkan histogram sebagai berikut: Gambar 9. Histogram Katagori Kecenderungan Variabel Modal Dari hasil perhitungan diketahui bahwa mean rata-rata modal yang ada sebesar Rp 2.154.200,00, besar rata-rata modal tersebut berada 10 20 30 40 50 Sangat tinggi Tinggi Rendah Sangat rendah 1 1 3 48 Fr e ku e n si Katagori Kecenderungan Variabel Modal dalam katagori kecenderungan sangat rendah dimana berada dalam kelas interval X 2.134.300, dimana mempunyai frekuensi 48 atau sebesar 90,6. Hal ini dikarenakan modal yang dimiliki perusahaan masih sangat terbatas. Modal bahan baku dan bahan penolong yang mahal menjadi masalah, karena perusahaan harus menyesuaikan kemampuan perusahaan untuk membelinya, sehingga bahan baku dan bahan penolong yang digunakan dalam proses produksi menjadi terbatas.

d. Penyerapan Tenaga Kerja

Dokumen yang terkait

elastisitas penyerapan tenaga kerja pada industri kerajinan genteng di kabupaten situbondo tahunn 1998-2002

0 3 61

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA INDUSTRI GENTENG DI KECAMATAN KALIREJO KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

6 47 77

PENGARUH MODAL, NILAI PRODUKSI DAN TINGKAT UPAH TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA INDUSTRI KECIL PENGARUH MODAL, NILAI PRODUKSI DAN TINGKAT UPAH TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA INDUSTRI KECIL DI KABUPATEN SUKOHARJO.

0 2 14

PENGARUH MODAL, NILAI PRODUKSI DAN TINGKAT UPAH TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA INDUSTRI KECIL PENGARUH MODAL, NILAI PRODUKSI DAN TINGKAT UPAH TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA INDUSTRI KECIL DI KABUPATEN SUKOHARJO.

0 2 12

PENDAHULUAN PENGARUH MODAL, NILAI PRODUKSI DAN TINGKAT UPAH TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA INDUSTRI KECIL DI KABUPATEN SUKOHARJO.

0 4 11

DAFTAR PUSTAKA PENGARUH MODAL, NILAI PRODUKSI DAN TINGKAT UPAH TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA INDUSTRI KECIL DI KABUPATEN SUKOHARJO.

0 1 4

KAJIAN AGLOMERASI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI KABUPATEN TEMANGGUNG Kajian Aglomerasi Dan Pengaruhnya Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Di Kabupaten Temanggung.

0 1 13

Pengaruh Modal, Tingkat Upah, dan Teknologi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja dan Output pada Industri Tekstil di Kabupaten Badung.

0 0 14

Pengaruh Modal Dan Tingkat Upah Terhadap Nilai Produksi Serta Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Perak.

0 1 10

Pengaruh Modal dan Tingkat Upah Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Genteng di Desa Karanggeneng Kecamatan Boyolali Kabupaten Boyolali.

0 0 1