Choen Supriyatmi Padamu Aku Bicara

• Antologi Puisi Saksi Korban 137 136 Jalan Remang Kesaksian •

8. Choen Supriyatmi Padamu Aku Bicara

Dia yang berjalan dengan senyuman menawan laku elok dan raut dermawan betapa harum dan tanpa cela dunia menulis namanya Dia yang menghampiriku dengan mata salju menyeka bingkai bingkai berdebu menutup tirai tirai di hari senja bersiap menyalakan pelita Dan ketika malam tiba terbukalah segala rahasia Dialah pendusta itu yang terus menyembunyikan rupa di balik topeng kesalihan dari mulutnya yang menyeringai air liurnya meneteskan syahwat dan tangan di balik punggungnya menghunus pedang yang menyala nyala Alangkah buruk kemunaikan yang terpigura oleh kata­kata bijaksana Lelaki Yang Tak Kenal Bunga Lelaki itu lidahnya terbakar karena otaknya terbuat dari api hatinya berlumur minyak ia tak pernah punya tabungan kata­kata yang bisa menyejukkan dan harum seperti bunga Di mana pun ia berada keringatnya bangkai kelelawar mulutnya berbuih, berbusa seperti carbon dioksida Ia menggengam virus kekerasan baginya cinta adalah fatamorgana baginya kasih sayang adalah ilusi baginya kelembutan adalah impian panjangnya Namun lelaki itu sempat berpesan “Jika aku mati aku ingin memeluk bunga dan mandi dengan sekolam minyak wangi” 2014 138 139 • Antologi Puisi Saksi Korban Jalan Remang Kesaksian • Sajak Penyelesaian Bisakah dia disebut guru Yang bersuara berat Dan menguntitmu hingga ke tempat tempat senyap Tapak kakinya menggoyang bumimu bergetar Perkataannya mebuat kepalamu berputar Bola matanya mejadikan tubuhmu terbakar Masihkah dia bernama ibu Yang bertangan begitu ringan Dan bagai mabok suaranya menceracau Hinggamenggadaikanmu untuk dunia yang kemilau Dan di sekelilingnya, bagai ratu Selaksa prajurit berjaga selalu Haruskah dia dipanggil ayah Yang di sepi siang melangkah berjingkat jingkat Dansaat malam gelap mengendap endap Mengintip dan menyelinap Hingga tiada dayamukarenarahang itu bertaring lengkap dengankuku kuku panjang mengkilat Tak ada lagi tempat indah untuk singgah Ketika ketidakadilan, kekerasan, pelecehan merambah segala ranah, Bahkan juga di sekolah dan di rumah rumah, : Maka bicaralah. Imogiri Juni 2015 aku menggigil dan terpaku tertatih dari waktu ke waktu sebab tak cukup dengan air mata dan doa doa : maka aku bicara padamu aku di sini dan jangan biarkan dia meraja lela. Imogiri Juni 2015 141 • Antologi Puisi Saksi Korban Jalan Remang Kesaksian • 140 Kesaksian ribuan jerit luka terdekap asa bilangan tujuh mengisyaratkan tak reda hujan jelaga onggokan rongsok bangunan perlindungan manula dan kanak terserak bau anyir darah kering korban seakan aroma birahi tentara yang merayap berkaki rantai besi tank dan sepatu lars penakluk gurun dalam kemik doa senyap ayatMu tersisa harap uluran tangan malaikat yang manapun di kota bernama masih tertera hembus napas merdeka itu cerita lama setengah abad terlewat tanpa peradilan hanya hukuman terbuang keluarga berantakan hutang mestinya dibayar bukan dikemplang seperti pajak anak negeri pada penguasa seperti petani pengolah tanah mengupeti kerajaan sepatu itu berdarah luka sejarah tak ada kai penghapus mampu mengusap anyir aroma sudah lama bulan beredar di porosnya matahari membakar musim demi musim tapi cap penista tak juga terkelupas waktu Bogor, 2015

9. Cunong Nunuk Suraja Balada Luka Zaman