Daladi Ahmad Darmanto Andreas

• Antologi Puisi Saksi Korban 21 20 Jalan Remang Kesaksian •

10. Daladi Ahmad

Kutitipkan kutitipkan mulutku pada mulutmu untuk bicara tentang cemas dan ketakutan yang menjelma hantu sepanjang waktu tapi kau bicara dengan moncong senapan membidik dadaku kutitipkan megahnya keadilan pada kehormatan lencana di pundakmu agar dapat kunikmati hak jiwa merdeka untuk turut bicara tentang yang kulihat dan kudengar agar dapat dengan jelas terbaca hitam putihnya wajah keadilan tapi kau sering menukarnya dengan setumpukan kertas merah Magelang, 2015 Cerita Kayu Jati Dan Biji Coklat Nenek Tua Yang Membungkuk Mohon Ampunan Pada Tembok Hukum Buta Menimbang Teraju Miring Menusuk Pedang Tumpul Ke Langit prolog anggap saja ini panggung sandiwara ada pemain, pesorak juga penjaja warta dua nenek tua menunggu waktu jeda tak mudah bicara wilayah hukum dan kuasa jika sudah mau yang punya harga apapun terbeli dengan meremas dan menginjak tertuduh gagu bahasa bisu suasana tersalib pada bentak hardik petugas kota bukti tersodor dan kenyataan tersaput kabut kebenaran hanya milik pengeras suara aliran sungai anomali ke atas ternyata gaya gravitasi kuasa matilah nurani dua nenek tersungkur terjerat terali besi satu kena biji coklat yang membusuk yang lain terseret potongan kayu jati dua­dua tak pernah membaca petisi cukup dihakimi sebagai pencuri kelas teri epilog wajah negeri terbasikan kotoran ideologi Bogor, 2015 22 23 • Antologi Puisi Saksi Korban Jalan Remang Kesaksian • Bisik Seorang Saksi tuan, bisakah kau tak memelototiku dan kau jauhkan laras senapan dari pinggangku agar aku dapat leluasa bicara? Magelang, 2015 Kesaksian Beku akulah bibir yang tercekat akulah mulut yang terbungkam kebenaran yang dibutakan keadilan yang dibenamkan di rawa­rawa hitam terkubur lumpur waktu Magelang, 2015 • Antologi Puisi Saksi Korban 25 24 Jalan Remang Kesaksian •

11. Darmanto Andreas

Saksi Mata 7 di ruang tak bertepi itu aku melihat munier, udin, thukul dan ratusan jejak kekasih ya, kekasih yang menunggu yang menunggu entah apa aku membaca sembarang dinding tak lagi tertulis puisi hati tapi mereka masih menunggu 2015 Rumah Perlindungan sebegitu mewahkah sebuah kesebenaran hingga musti kutebus dengan pengasingan yang kau sebut sebagai rumah perlindungan sedang aku masih tetap tak dapat menyembunyikan cemas dan takut yang terus mengintai setiap gerak dan hadap wajahku dengan bedak tebal topeng wajah dan kutukar pula namaku nama kucing piaraaanku barangkali tak siapa pun lagi mengenaliku tapi bagaimanakah aku harus setiap waktu mengelabui diri sendiri sedang pikiran dan hati tak terbiasa berpura­pura dan mengada­ada di tempat yang kau sebut rumah perlindungan ini betapa segala begitu aneh dan asing sembunyi dan terjauhkan dari orang­orang tercinta terasa benar lebih dari sekadar siksa Magelang, 2015 26 27 • Antologi Puisi Saksi Korban Jalan Remang Kesaksian • Saksi Mata, 1 matamu melihat hingga ceruk matahari melengking dan menghantam jalanan dan matamu melihat kawan kenapa mulutmu terkunci? 2015 Saksi Mata, 3 malaikat tidak terbang hai ini. ia hinggap di ranting daun pohon entah di ujung kebun. bahkan tak ingin mendengar keluh runtuhmu. kau bersitatap dan diamdiam berdebat. dengar ledakan dan lenting peluru memecah ujung waktu. sempat melintas dua pelupuk matamu. dia sesungguhnya lemah. berserah pada takdir namun kenapa ribuan merpati juga tidak terbang hari ini? ada yang mengendap di kepalaku. termangu dan ragu. pinjam sayap elang di atas bukit sana. pinjam. dan kejutkan semua makluk bersayap itu. hingga batu yang tak bersayap jua terbang. 2015 29 • Antologi Puisi Saksi Korban Jalan Remang Kesaksian • 28 Pledoi Jika murka adalah inspirasi dari kata Maka indahkanlah atau biarkan ia menjadi nyanyian jiwa Dan bait­bait sederhana doa Mengambang bagai awan berarak sementara keutuhan indra juga pengharapan tinggal sebagai kosong dunia adalah tempat tinggal dan ladang perjuangan yang ingin memperbaiki dunia, harus berlatih bersama nafsu. Yang menakutkan bukan syirik sepeninggal nurani, tapi perlombaan mengejar dusta, dan kemenangan yang dicapai hanyalah kekalahan. Karena itu, kenalilah penyebab musibah, nikmati prosesnya, dan bersabar pada akibatnya. kebodohan adalah buku yang dipinjamkan dan tahu tak akan dikembalikan. dan lebih bodoh lagi adalah buku yang tak terbaca.

12. Daru Maheldaswara Mengaji Pada Nurani