Dimas Indiana Senja Evi Idawati

37 • Antologi Puisi Saksi Korban Jalan Remang Kesaksian • 36 Semestinya Kita Semestinya kita saling bersuara menjadi saksi segala perkara Bukan saling melempar tanggung dan jawab pudar Semestinya kita menulis puisi tentang memoar seorang saksi agar airmata tak lekas kering padahal janji­ancaman saling beriring Semestinya kita berteriak di trotoar dan jalanan sesak Mengumandangkan ketabahan hujan yang turun perlahan Menyudahi kegersangan dada juga hidup penuh balada Pustaka Senja, 2015

14. Dimas Indiana Senja

Semestinya Kata semestinya kata menjelma kekuatan sudahi berita di koran­koran sebab kebenaran perlu diberarkan sebab keadilan harus diadilkan bukan mereka yang punya uang bebas hidup lepas lenggang semestinya kata menjelma cahaya menerangi bumi alirkan daya kepada sekalian penghuni semesta pun orang­orang yang menderita dalam jerat tuntutan dalam jerit tangisan semestinya kata menjelma tangan mampu menampung segala beban mengakatnya ke udara agar menjelma suara yang memberikan kepastian hukum yang ditegakkan. Pustaka Senja, 2015. 39 • Antologi Puisi Saksi Korban Jalan Remang Kesaksian • 38 Kesaksian II Bukan waktu dan tempat yang salah Bila apa yang kau lihat menjadi senjata yang menikam Tetapi kebenaran adalah langit yang harus dijunjung dengan kesetiaan Maka bila kau berdiri mengucapkan ikrar terbaik bagi keadilan Perlukan kau takut untuk mengatakan? Kesaksian adalah kebenaran kedua Ia menjadi urat nadi yang mendetakkan kehidupan Maka bila napasmu sudah ditenggelamkan ada denyut jantung yang memberimu harapan : Ia adalah mata yang melihat Telinga yang mendengar Dan hati yang dipenuhi dengan kejujuran Jogja 2015

15. Evi Idawati

Kesaksian I apa yang terlihat oleh mata bisa menjadi bencana apa yang terekam oleh ingatan akan menjadi kesakitan apa yang terdengar oleh telinga akan menjadi lagu luka Tapi bagaimana bila hidupmu adalah rahasia kematian bagi orang lainnya? Menjadi saksi bagi hidup dan kehidupan Menjadi api bagi arang yang membakar Pukullah aku dengan kayu Lemparlah aku dengan batu Penjarakan apa yang ada di dalam hidupku Tikam jantungku aku tak akan pernah ragu mengucap kata yang aku tuliskan untuk kesaksian Jogja 2015 40 41 • Antologi Puisi Saksi Korban Jalan Remang Kesaksian • Catatan Seorang Perempuan Yang Menjadi Saksi dan Korban : bagi perempuan korban kekerasan aku adalah perempuan yang menjadi saksi dan korban. Yang memelihara mata, hati dan telinga untuk berteman dengan kebenaran yang menjadi kuasa untuk aku perjuangkan. Tetapi apa kebenaran itu, jika ia memberiku luka yang terus menerus menyala. Seperti api, ia membakarku, bertambah besar dan berkobar Beri aku keadilan Lihatlah, telah aku potong lidahku untukmu, telah aku pukulkan tanganku, telah kuremuk redamkan diriku sendiri untuk sebuah pengakuan yang tak pernah menjadi gugatan terbaik untuk mengancam kejahatan dan kekejian yang terus menerus menjadi tradisi yang dibanggakan. aku hanya menjadi wacana yang digulirkan. Maka apa arti kebenaran bagiku bila aku harus membenci seseorang yang aku cintai? apa arti kebenaran bagiku bila kukatakan pada anak­anakku bahwa suamiku adalah iblis yang membunuhku? apa arti kebenaran bagiku bila anak­ anakkupun hidup dengan rasa malu? Ketahuilah, memelihara kebenaran adalah menapasi kebera­ nian. Meminta keadilan adalah mempersembahkan kebenaran dan keberanian. aku adalah perempuan yang menjadi saksi dan korban aku telah mengikat kebenaran dan keberanian Di dadaku, di tubuhku, di detak jantung anak­anakku Jogja 2015 Kesaksian III Siapa yang bisa menghindar dari takdir yang sudah dituliskan? Siapa yang mau mengulang peristiwa yang mengguncang? Ia telah menjadi sekarang dan masa depan apa yang sudah terjadi, apa yang akan terjadi Seperti sebuah roda yang bergerak di rongga dada Merekam, menyimpan dan menutup rapat Tapi bagaimana bila ia harus dibuka? Tak akan pernah ada kebenaran tanpa kejujuran Tak akan menjadi kejujuran sebuah kebenaran yang ditambahkan Tak akan disebut keadilan bila kesaksian dan kebenaran telah disimpangsiurkan Jogja 2015 43 • Antologi Puisi Saksi Korban Jalan Remang Kesaksian • 42 Cap Merah Jika suatu ketika kau mendapat cerita dari ayah tentang kakekmu, percayalah Meskipun ia tak bersuara, coba tatap matanya dalam­dalam, maka akan kau temukan matahari bersarang di sana. Matahari yang membawa warta hari­hari yang telah dilalui Tentang cap merah yang tak pernah bisa dihapuskan dari dahinya hingga kini. Tentang kebanggaan sekaligus ketakutan Tentang kebenaran sekaligus pembelokan sejarah Tentang saksi sekaligus korban yang disandangnya Jika suatu ketika kau berada pada posisi yang sama dengannya. Kau berhak memilih, Lari sekencang­kencangnya atau tentang mereka dengan berani. 2015

16. Fitri Merawati Dongeng Radi-Marsih