Fitri Merawati Dongeng Radi-Marsih

43 • Antologi Puisi Saksi Korban Jalan Remang Kesaksian • 42 Cap Merah Jika suatu ketika kau mendapat cerita dari ayah tentang kakekmu, percayalah Meskipun ia tak bersuara, coba tatap matanya dalam­dalam, maka akan kau temukan matahari bersarang di sana. Matahari yang membawa warta hari­hari yang telah dilalui Tentang cap merah yang tak pernah bisa dihapuskan dari dahinya hingga kini. Tentang kebanggaan sekaligus ketakutan Tentang kebenaran sekaligus pembelokan sejarah Tentang saksi sekaligus korban yang disandangnya Jika suatu ketika kau berada pada posisi yang sama dengannya. Kau berhak memilih, Lari sekencang­kencangnya atau tentang mereka dengan berani. 2015

16. Fitri Merawati Dongeng Radi-Marsih

Namanya Radi, Seorang muadzin yang setia Seorang pejalan yang tangguh Seorang haidz yang baik Diusianya yang berkepala dua, Tuhan menganugerahinya lupa, sehingga orang­orang menganggapnya tak waras Radi senantiasa memakai peci dan tersenyum ramah pada wanita Namun sayang, para wanita memilih menghindarinya. Para wanita memilih untuk mengambil jarak, kecuali satu, Marsih istri yang tak lagi diingatnya, istri yang tak lagi dicintainya istri yang tak lagi dihiraukannya Namun selalu menjadi bayang­bayang, yang menjaga dan menyertainya meski harus menerima denging bsing para tetangga Hingga diusianya yang kini mulai berkepala enam, Radi masih tetap tak ingat pada Marsih. Ia bahkan tak bisa menghitung berapa banyak luka yang telah digoreskan pada istri yang semula dicintainya Ia tak hirau bagaimana Marsih menyimpan rapat mimpinya sebagai seorang ibu. 2015 44 45 • Antologi Puisi Saksi Korban Jalan Remang Kesaksian • Dan sekarang, ia paham Dua hal yang mesti dipilih olehnya dalam berkabar “akibat atau kebenaran” Kini ia sadar, ayah­ibunya adalah korban dari akibat yang diagungkan Sedangkan sebagai saksi, akankah ia didengarkan setelah dua puluh tahun silam? 2015 Dua Puluh Tahun Dua puluh tahun sudah berlalu, Bagi seorang putra yang kehilangan jati dirnya Dua puluh tahun senantiasa ia dalam bayang­bayang cacian Teringat ketika sanga ayah dipersalahkan Dianggap membiarkan kawan­kawan seperjuangannya terbakar dalam perjuangan menyelamatkan para buruh di pabrik yang kebakaran, dua puluh tahun silam. Dua puluh tahun senantiasa ia mendengar kutukan Terngiang ketika sang ibu memilih pintas jalan hidupnya Membawanya serta terjun ke lautan lepas dalam usaha melepaskan diri dari tuduhan para pemburu warta, dua puluh tahun silam. Dua puluh tahun silam, badai di lautan mengantarnya pada kehidupan baru, menjumpa seorang renta, yang memberi harapan hidup baginya. Dua puluh tahun kemudian, ia terus mencari, membaca dengan seksama, bergumul dan menjadikan dirinya sebagai pemburu warta, demi menguak suatu kebenaran tentang jati dirinya. 47 • Antologi Puisi Saksi Korban Jalan Remang Kesaksian • 46 Di Antara Subuh Di antara subuh dan langit keruh para nelayan tak pernah bosan membawa mimpi gulungan ombak yang bakal bersinar sepanjang hari di sela pasir dan gerak bumi Seperti ikan­ikan dalam samudra kita juga mesti bergandeng tangan merinci segala yang pernah terjadi di depan mata, di cekung hati walau angin lantang bicara mengulang­ngulang kisahnya tanpa kata yang bisa diterka : di ruang sidang pengadilan Janji­janji tak pernah pergi dari halaman buku dan kitab suci menolak diam yang mengampas bagai kopi di dasar gelas walau laut dan pantai menghitam perahu dan jaring tenggelam Tak ada makam bagi saksi dan korban [2015]

17. Hamdy Salad Kaca Benggala