Darmanto Andreas Saksi Mata, 2 Daladi Ahmad Hantu Pohon Jati Dedet Setiadi Dialog Sepasang Sepatu

• Antologi Puisi Saksi Korban Jalan Remang Kesaksian • 144 145

11. Darmanto Andreas Saksi Mata, 2

bahkan aku kenal bau keringatnya aku kenal kepala lunak itu selalu ingin seperti batu ketika semua lampu telah dimatikan dan gelap menampar wajahmu aku masih melihat kelebat bayang itu tapi telinga demikian keras kepala untuk mendengar erangan sakit itu barangkali terasa lekat seperti keringat getar2 rambut halus di kuduk itu 2015

10. Daladi Ahmad Hantu Pohon Jati

: Nenek Asyani senja tinggal sejengkal kaki lagi ketika sebatang pohon jati yang ditebangnya dari ladang sendiri tiba­tiba menjelma hantu hitam dengan taring­taringnya yang menyeramkan membelenggu jiwa dan tubuhnya yang renta menyekap dan menyiksanya dalam ruang paling gelap ketika hantu itu sesaat pergi taring­taringnya tetap tertinggal di sisa waktu menyeringai tajam mengerikan bersiap melumat kerentaan dan ketakberdayaannya betapa senja terasa begitu cepat, bahkan lebih cepat dari kilat hantu­hantu hitam menari dan menyanyi pikuk berkelebat begitu rapat semakin dekat nenek renta menatap gelap pekat Magelang, Maret 2015 • Antologi Puisi Saksi Korban Jalan Remang Kesaksian • 146 147 Saksi Mata, 5 sambil memandang lanskap waktu di fatamorgana lepas jendela ruangku jelas terbuka hingga jam meleleh aku belum usai membaca udin sebuah surat pada daun kering 2015 12 Daru Maheldaswara Kejujuran Adalah Fakta apa yang terpikirkan melihat korban kebiadaban teronggok di bawah kaki kita? Menghitung obsesi tentang materi Membilang obsesi akan kepuasan atau menjumlah obsesi akan keserakahan? Bisakah kita beri jawaban jujur Bahwa : Cerita, perjalanan, menyimak adalah suka duka, Pedes kecut, suasana adalah fakta dan bukti. Semua berkisah Semua bercerita Semua berlakon Semua berkorban Dan, Semua bersaksi. Kasongan Permai Bantul, 16 Juni 2015 Awal Ramadhan 1436 H – pukul 00.00 WIB 149 • Antologi Puisi Saksi Korban Jalan Remang Kesaksian • 148

13. Dedet Setiadi Dialog Sepasang Sepatu

Inilah percakapan sepasang sepatu yang terperangkap dalam temu setelah terpisah sekian waktu di antara tumpukan barang bekas dan jaring laba­laba di sebuah gudang tua “Meski sudah puluhan tahun bau amis di kulitmu, belum hilang juga, sahabatku tebal debu dan rentang waktu tak sanggup mengubur kenangan itu” Udara pengap, dingin dan gelap. “Ya, tak hanya itu, jerit anak muda yang kena tendangan tuanku, masih juga terngiang di setiap malam­malamku di setiap jam­jam tidurku” Sepi mengendap, ruangan pengap. “Tahukah engkau, sahabat di luar orang­orang tak sanggup bicara seperti para pejalan buta langkahnya menabrak dinding belaka” Malam tanpa lampu, langit­langit beku. “Ya, tak hanya itu, mereka juga tak tahu selain popor dan peluru keras ujung tubuhku mengantar nyawa anak muda itu” Dari kejauhan terdengar keloneng jam sepasang sepatu terdiam ditimpa suara tawa sang tuan bercakap­cakap lewat telepon genggam dalam bahasa sandi yang sulit diterjemahkan Magelang, 2015 150 151 • Antologi Puisi Saksi Korban Jalan Remang Kesaksian • Di Sebuah Makam akulah kematian yang tak pernah selesai dipertanyakan itu, tuan Peluru yang bersarang di jantungku sudah lama terlempar di lautan diantar seseorang tiga hari setelah kejadian. Dari ruang makam aku mengadukan pembelaan tapi hanya Tuhan yang berulang­ulang mengiyakan. Jangankan menembakku cara menarik pelatuk saja ia tak tahu lelaki kerempeng dan berkumis tipis itu, bukan si pelaku. Dengarlah kesaksianku, tuan malam itu aku dibuntuti dua mobil jeep dari belakang dan memaksaku berhenti di sebuah jalan lengang. aku belum membuka pintu ketika lelaki gempal berkaca mata hitam menodongkan senapan sambil mengucap “selamat jalan”. Ia tidak sendirian, tapi beberapa orang maka jangan biarkan si kurus itu jadi penghuni tahanan sepanjang jaman. Magelang, 2015 153 • Antologi Puisi Saksi Korban Jalan Remang Kesaksian • 152

14. Dimas Indiana Senja Memoar Pengharapan I