Ketahanan Penggunaan Teknologi Tradisional yang Ramah Lingkungan

satu ndak ada lagi tinggal lima. Tapi sepulang dari situ mungkin setengah perahu rejeki kita. Tapi kalau kita takut lari ndak kasi, yang ini semuanya hilang. Ketahanan ikan dan tumbuhan di Lut Tawar yang disimbolkan secara verbal dengan nomina-nomina tersebut jelas mempertahankan leksikon bahasa Gayo. Ini berarti biota yang berada dalam lingkungan itu bertahan, bertahan pula leksikon- leksikon itu.

6.2 Ketahanan Penggunaan Teknologi Tradisional yang Ramah Lingkungan

Keberadaan teknologi modern penangkapan ikan di Lut Tawar pada kenyataannya berhasil meminggirkan teknologi tradisional yang akrab dengan lingkungan danau. Alat tangkap ikan tradisional yang ramah lingkungan tidak merusak kondisi lingkungan ragawi Lut Tawar seperti teldik, tangil, penyangkulen, dedisen, kekal, doran, batur, gedegom, serampang, sebagian sudah tidak dipakai lagi. Salah satu alasan ditinggalkannya alat tersebut berhubungan dengan ekonomi yaitu ikan hasil tangkapan jumlahnya sedikit dan tidak beragam jenisnya. Selain itu berikut ini alasan lainnya yang dikemukakan Bapak S hal. 225 dan I hal. 224. 01. R : Pak tolong jelasin tentang lenge S : Lenge inikan bambu yang terbuang, kemudian kek ginikan, tenggelam dia, kan begitu. Jadi ikan tu kadang-kadang dia berlindung masuk kemari, itu bukan lokot aja kena. Ikan apa yang masuk kemari tu masuk dia berlindung di sana, dalam ini kan. Kemudian orang tu, pagi- pagi kadang-kadang angkat kayak gini, ada kita tutup gini, ha… dah Universitas Sumatera Utara keluar, yang tangkap. Kalau ndak ya buang lagi. Itu bukan alat penangkap ikan, itu. Nah gitu dia. 05. S : Yang sekarang itulah yang jadi usaha. Kalau yang lain itu ndak jadi usaha. Itu hanya sekedar hobi-hobi saja, seperti mancing tu. Itu kan orang-orang mewah tu kan? Dia melarikan diri ntah pusing karena apa, jauh di apa itu dia lari kemari. Begitu sebenarnya itu. Kemudian rebetik tu dulu ada tu. Tapi sekarang orang nggak pakai lagi. Nggak bisa apa, tangil tu kan kerjaan anak-anak kayak gini, cari lokot tu. A itu. Yang tahu saya itulah cuman yang jadi usaha di sini, jaring, kalau alat nangkap ya, jaring tu sama jermal. 18. R : Bapak tidak pernah pakai dedisen? I : Nggak pernah lagi. 19. R : Kenapa Bapak tidak pernah pakai dedisen lagi? I : Karna jauh, Kak. Modernisasi memanjakan penggunanya. Misalnya, dalam menangkap ikan, nelayan Lut Tawar saat ini memperoleh hasil tangkapan ikan yang banyak dan beragam jenis ikannya. Alat tangkap ikan yang cukup modern yang populer dipakai saat ini adalah jala atau doran dalam istilah Gayo. Inilah penjelasan dari Bapak A hal. 220-221. 43. R : … saat ini ada perkembangan nggak, Pak, dalam penangkapan ikan dalam bentuk modern gitu. A : Modern itu, iya sekarang modern itu, apa itu, doran gantung. Lantaran doran gantung ni sudah banyak apa dikasi pemerintah. Jaring gantunglah maksudnya. Bahasa Gayonya doran, doran gantung. A… Universitas Sumatera Utara itu berkembangnya sekarang. Sekarang lantaran apa itu alatnya sudah ada semuanya. Salah satu faktor yang menyebabkan pemakaian doran ini adalah faktor kepraktisan dan ekonomis. Dengan doran ini, nelayan bisa memperoleh ikan yang bervariasi jenisnya tanpa harus menunggu musim, sehingga banyak keuntungan yang didapat. Akan tetapi pemakaian doran yang tidak diimbangi dengan informasi yang cukup mengenai ukuran lebar jaring mengakibatkan pemakaian doran yang berjaring rapat mematikan populasi anak-anak ikan Depik ikan khas Lut Tawar, seperti dikemukakan Bapak A hal. 218 berikut ini. 25. A : Doran gantung namanya. Ada 2m lebarnya, panjangnya sampai 300m. Semuanya orang di sini itulah cuman. Ada bantuan pemerintah, kan baru-baru ini, kan ada dapat bantuan orang. Semuanya itu ukuran 3 inci, 3½, itu yang kena sekarang. Ada yang kecil-kecil ndak pake orang lagi, lantaran sudah kena yang besar, yang kecil macam 2 inci ½ ndak dipake lagi. Ndak mau orang dibeli nanti, kalah kita. Selain tidak menggunakan alat tangkap secara sembarangan, nelayan Gayo jaman dulu juga memiliki rasa empati terhadap ikan tangkapannya. Untuk mendapatkan ikan Depik yang banyak, mereka bisa dikatakan menghindari apa yang dikatakan sebagai pantangan yaitu berpakaian yang bersih, tidak memakai deterjen dan minyak rambut atau minyak wangi. Berikut penuturan Bapak A hal. 220. 41. A : Jaring itu orang itu nangkap ikan depik itu bukan dengan tangan lagi. Dipukul macam ini, sebaik keluar dia. Ada yang hancur. Itu dari sana, entah apanya sebabnya. Sebab ikan depik ini berlainan, dengan ikan lain ini berlainan dia. Dia ikan depik ini ikan yang dibersihkan Universitas Sumatera Utara tempatnya, tidak boleh pakaian–pakaian yang macam ini, yang apa yang busuk-busuklah. Jangan kena sabun, jangan dicuci dia, besok sudah kita kerja airnya kita angkat, jemur, masuk dalam tong itu pakai itu. Ndak bisa pakai minyak dia. Kena minyak ndak mau lagi dia. Dia orangnya lain tempatnya itu, ndak macam ikan lain ini . Ikan lain ini kan bisa bikin apa minyak. Dia ndak bisa itu. Sabun yang paling bahaya. Perubahan perilaku menangkap ikan depik misalnya berdampak pada berkurangnya populasi ikan ini. Bapak J hal. 204 menuturkannya berikut ini. 19. J : Depik itu bisa ditangkap besok pun. Cuma dulu pakai peraturan cara menangkapnya. Sebelum dia musim ndak dapat, karena ndak ada dijaring.

6.3 Hubungan Kosmologi Kedanauan yang Harmoni