mengerti akan fungsi hutan dalam ekosistem dan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab lainnya. Pembukaan lahan oleh masyarakat
sekitar hutan bertujuan untuk membuka ladang sebagai tempat bercocok tanam. Tanaman yang ditanam berupa ubikayu, pepaya,
durian, pisang dan sebagainya. Erosi merupakan persoalan yang serius pada areal Gunung Pancar sebagai bagian wilayah
administratif Desa Karang Tengah. Pada sebagian kecil tetapi penting dari lahan yang berada di areal Gunung Pancar merupakan
lereng-lereng yang curam, tanah yang mudah longsor dan penggunaan tanah yang tidak tepat dapat mengakibatkan erosi.
Karena ubikayu bersifat khas dalam kemampuan tumbuhnya pada kondisi tanah yang tidak menguntungkan, maka ubikayu cenderung
merupakan tanaman utama pada tanah-tanah semacam itu. Menurut Falcon, et al 1986, ubikayu merupakan tanaman
yang mempunyai karakteristik tertentu yang menyebabkan tanaman ini mempercepat erosi, terutama pada daerah cukup curam dengan
curah hujan cukup tinggi. Pertama, terbatasnya daun-daun yang menutupi selama pertumbuhan awal menyebabkan tingginya daya
tumbuk air hujan langsung mencapai tanah. Kedua, menyangkut tanah yang bergerak saat dipanen. Selain itu ubikayu juga menyerap
unsur hara yang banyak yang juga dapat mengurangi mutu tanah dan dapat menyebabkan erosi atau bahkan longsor. Oleh karena itu,
penanaman ubikayu oleh pengusaha tapioka yang merangkap sebagai petani ubikayu di daerah yang curam seperti di sebagian
wilayah Gunung Pancar perlu dihindari. Untuk mengganti pasokan bahan baku dari daerah tersebut maka bahan baku dapat dipasok dari
wilayah lain.
4.1.3. Sejarah IK
Trapioka
IK tapioka sudah dijalani oleh penduduk desa Karang Tengah sejak dekade 60-an dan usaha tersebut berada dalam skala rumah
tangga. Sebagian rumah tangga menjadikan UK ini sebagai mata pencaharian pokok dan sebagian lagi sebagai sampingan. Apabila
sedang tidak bekerja sebagai pengusaha tapioka karena faktor cuaca atau faktor yang lain, maka sebagian pengusaha tersebut bekerja
sebagai petani ladang. Tanaman yang ditanam antara lain ubikayu, jagung, pisang dan sebagainya.
Para pengusaha tapioka ini memiliki sebuah pabrik tempat mengolah ubikayu menjadi tapioka yang disebut penggilingan.
Penggilingan ini tersebar di seluruh desa, dan rata-rata setiap RW mempunyai kurang lebih 5 penggilingan, namun tidak seluruh RW
terdapat penggilingan tapioka. Alasan yang menyebabkan pengusaha menekuni usaha ini diantaranya karena tersedianya bahan
baku, satu-satunya usaha yang bisa dilakukan dan dapat memberikan tambahan penghasilan bagi keluarganya.
IK tapioka masih menggunakan alat-alat tradisonal dalam merubah input ubikayu menjadi output tapioka, seperti saringan
saripati perasan ubikayu masih berasal dari kain bekas, penggiling ubikayu yang berasal dari kayu, tempat penjemuran tapioka basah
yang masih terbuat dari bambu dan sebagainya. Implikasi dari itu semua, dalam merubah input menjadi output usaha kecil tapioka
tersebut sangat mengandalkan tenaga manusia. Dilihat dari kepemilikan usahanya, kegiatan usaha merupakan
usaha milik sendiri dan tidak memiliki badan hukum. Pengelolaan usaha ini dilakukan secara berkelompok. Biasanya satu penggilingan
dikelola oleh tiga sampai lima orang pengusaha, tergantung besar kecilnya skala produksi. Usaha kecil ini belum pernah melakukan
kemitraan dengan pihak lain yang nantinya dapat berfungsi untuk meningkatkan produksinya, mengontrol harga, memperluas daerah
pemasaran, membantu permnodalan dan sebagainya. Namun pada saat ini baru saja didirikan Koperasi Desa Karang Tengah yang
nantinya dapat membantu pengusaha tapioka dalam memajukan usahanya, hanya saja koperasi tersebut belum bekerja sebagaimana
mestinya.
Selain menjual produk olahan ubikayu berupa tapioka, pengusaha tapioka juga menjual ampas dari ubikayu setelah diperas
yang disebut onggok. Produk sampingan tersebut biasanya digunakan sebagai pakan ternak, bahan baku saos dan sebagainya.
Harga jual produk sampingan tersebut sekitar Rp 800-Rp 1.000kg atau kurang lebih 30 dari harga jual tapioka.
4.1.4. Profil Responden