Selain menjual produk olahan ubikayu berupa tapioka, pengusaha tapioka juga menjual ampas dari ubikayu setelah diperas
yang disebut onggok. Produk sampingan tersebut biasanya digunakan sebagai pakan ternak, bahan baku saos dan sebagainya.
Harga jual produk sampingan tersebut sekitar Rp 800-Rp 1.000kg atau kurang lebih 30 dari harga jual tapioka.
4.1.4. Profil Responden
UK tapioka di desa Karang Tengah saat ini berjumlah kurang lebih 40 unit, dengan rataan 5 unit dari setiap RW. Dalam hal ini
diambil satu contoh dari setiap RW yang terdapat usaha tapioka dengan alasan sampel tersebut dapat mewakili populasi pengusaha
tapioka yang terdapat di desa Karang Tengah serta melibatkan pihak pemerintah dalam hal ini Dinas Perindustrian Kabupaten Bogor dan
Pemerintah Desa termasuk di dalamnya Tim Desa sebagai responden untuk mengetahui kebijakan pemerintah yang berkaitan
dengan usaha kecil tapioka di desa Karang Tengah. Selain itu dimasukkan pihak pabrik pengolahan tapioka yang berperan sebagai
pembeli dari pengusaha tapioka untuk mengetahui keadaan industri tapioka di desa lain.
Usaha tapioka sebagian besar dikelola oleh pria dewasa dan remaja. Umur pengusaha tapioka berkisar 25-55 tahun. Rataan
pengusaha tapioka tidak tamat sekolah, pendidikan paling tinggi ialah tamatan SD. Dalam operasinya, industri tapioka ini
menggunakan tenaga kerja yang masih ada hubungan keluarga. Oleh karena itu, usaha ini merupakan usaha yang turun-temurun.
Tenaga kerja industri tapioka merupakan tenaga kerja borongan. Yaitu tenaga kerja yang diupah berdasarkan satu kali
pengolahan ubikayu menjadi tapioka. Pendapatan pekerja berkisar antara Rp 5.000-Rp 10.000 per kuintal tapioka.
4.1.5. Lokasi Industri Tapioka di Desa Karang Tengah
Industri tapioka tersebar di seluruh RW di Desa Karang Tengah, rata-rata di setiap RW terdapat kurang lebih lima usaha
tapioka. Lokasi industri tapioka ini sebagian terletak di lahan sendiri dan sebagian lain menumpang di lahan milik PT. Sentul dan Perum
Perhutani. Para pengusaha tapioka tidak memiliki tanah untuk menjadi lokasi produksi, karena pada dekade lalu sebagian telah
dijual dalam rangka pembebasan tanah yang disebabkan perluasan komplek perumahan Bukit Sentul. Hal tersebut diijinkan oleh PT.
Sentul, tetapi apabila nantinya akan diadakan perluasan bangunan perumahan, maka pengusaha tapioka harus memindahkan
penggilingan ke tempat yang lain. Dalam memilih tempat produksi, pengusaha tapioka memilih
tempat yang relatif dekat dengan sungai, agar suplai air dapat berjalan dengan lancar. Selain itu, faktor jarak dengan pasar
merupakan hal yang dipertimbangkan, karena berpengaruh terhadap ongkos angkut dari penggilingan ke tempat tapioka dipasarkan.
Ongkos angkut tapioka berkisar Rp 10.000-Rp 15.000kw, tergantung dari jarang tempuh yang diperlukan. Sekali angkut ke
pasar biasanya berkisar antara 3-5 kw.
4.1.6. Aspek Teknis dan Teknologi